Bagian 30

7K 520 12
                                    

Shion kembali ke toko kue itu beberapa kali, berpura-pura menjadi pelanggan biasa. Dia memperhatikan interaksi Tian dengan pelanggan lain. Namun, setiap kali dia bertemu Tian, ​​Shion hanya merasa semakin bingung. Pria itu tampak ramah, tetapi ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyumannya.

Dan anehnya sejak Shion sering ke toko kuenya, Marshall juga sudah tidak pernah menampakkan diri disana. Apa dia sudah bosan atau lelah? pikir Shion.

Pada suatu sore, ketika Shion tengah berpikir untuk menyerah, dia melihat sesuatu yang mengejutkan. Tian sedang berdiri di luar toko, menunggu seseorang. Shion, yang duduk di dalam mobilnya di seberang jalan, memperhatikan dengan cermat. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki berlari ke arah Tian dan memanggilnya dengan suara ceria, "Ayah!" Tian segera berlutut, memeluk anak itu dengan hangat. Ada kebahagiaan di wajah Tian yang belum pernah Shion lihat sebelumnya. Siapa anak itu? Apakah ini anak omega yang bernama Tian itu?

Shion mulai merasa ada sesuatu yang sangat besar yang dia lewatkan. Anak itu tampaknya sangat menyayangi Tian. Tapi ada sesuatu yang aneh, anak itu mirip sekali dengan Marshall. Shion terdiam sejenak, mengingat kembali tatapan mata dan senyuman anak itu. Rasanya tidak mungkin… tapi bagaimana jika…

Rasa penasaran Shion mencapai puncaknya. Dia tahu dia tidak bisa lagi mengabaikan apa yang dilihatnya. Malam itu, Shion mulai mencari informasi tentang Tian di internet. Dia menemukan sedikit yang berguna, tetapi satu hal menarik perhatiannya, Tian dulu pernah tinggal di kota lain sebelum bekerja di toko kue ini. Kota yang sama dengan tempat Marshall pernah tinggal tujuh tahun lalu. Tiba-tiba, semua potongan puzzle ini mulai tampak seperti mereka bisa bersatu, tetapi Shion masih butuh lebih banyak informasi.

Shion merasa semakin tenggelam dalam misteri yang mengelilingi Marshall dan Tian. Setelah penyelidikannya lebih lanjut, dia menemukan bahwa Marshall dan Tian pernah satu asrama saat mereka masih bersekolah. Fakta ini semakin memperjelas hubungan masa lalu mereka, tetapi juga menambah beban di pikiran Shion. Jika mereka dulu begitu dekat, apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka terpisah begitu lama?

Malam itu, Shion tidak bisa tidur. Pikirannya penuh dengan segala kemungkinan yang kini terbuka di hadapannya. Marshall telah menyembunyikan terlalu banyak rahasia, dan Shion tahu bahwa dia tidak bisa terus berada dalam kegelapan ini. Dia harus berbicara dengan Marshall.

Keesokan harinya, Shion tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dia kembali ke kantor Marshall, menunggunya di dalam ruangan dengan ketenangan yang hanya dia paksakan. Ketika Marshall akhirnya masuk, dia tampak terkejut melihat Shion duduk di sana. “Shion, ada apa? Mengapa kau di sini?

Shion menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku menemukan sesuatu, Marshall. Sesuatu tentang masa lalumu dengan omega yang bernama Krystian itu. Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?"

Marshall terdiam, ekspresinya berubah dingin seketika. "Apa yang kau bicarakan, Shion?"

Shion memandang langsung ke matanya, tidak mau mundur. "Aku tahu kau pernah satu sekolah bahkan satu asrama dengannya! aku tahu dia hilang ingatan, dan aku juga tahu kau sering mengunjunginya beberapa hari ini."

"Dan... apa..apakah anak laki-lakinya yang begitu mirip denganmu itu juga darah dagingmu hah?"..

Marshall tampak terpukul oleh kenyataan bahwa Shion telah menemukan begitu banyak. "Shion, itu bukan urusanmu. Itu masa lalu yang menyakitkan, dan aku hanya mencoba melindungi semua orang yang terlibat."

"Melindungi?" Shion nyaris tertawa mendengar kata itu. "Atau kau hanya mencoba melindungi dirimu sendiri dari rasa bersalah yang kau rasakan? Mengapa kau terus menyembunyikan ini dariku?"

Marshall tidak bisa menjawab segera. Dia hanya berdiri di sana, terlihat seperti sedang berjuang dengan emosinya sendiri. Akhirnya, dia berkata dengan suara pelan, "Aku tidak ingin menyakiti siapapun, terutama Tian. Dia telah melalui begitu banyak, dan aku... aku merasa bersalah karena meninggalkannya saat dia paling membutuhkanku."

Shion mendengar kata-kata itu dengan hati yang penuh kekhawatiran. "Dan sekarang kau kembali ke hidupnya tanpa memberitahunya siapa dirimu sebenarnya. Apakah kau berpikir itu tidak akan menyakitinya lebih lagi?"

Marshall menunduk, tidak mampu menatap mata Shion. "Aku hanya ingin memperbaiki kesalahan masa lalu, tapi mungkin aku salah. Mungkin aku sudah terlambat."

"Sialan"
Shion berjalan keluar dari kantor Marshall dengan dada yang terasa sesak. Kebencian yang dulu hanya berupa bisikan halus kini berubah menjadi gelombang amarah yang tak terbendung. Awalnya, dia berpikir bisa menahan diri berpura-pura tidak tahu tentang hubungan masa lalu Marshall dengan Tian. Tapi semakin lama, kebencian itu tumbuh dan berkembang, merayap ke setiap sudut hatinya. Setiap kali dia memikirkan Tian, bayangan pria itu sangat menjijikan untuknya.

Ketika Shion kembali ke apartemennya, dia duduk di sofa dengan pandangan kosong. Pikirannya terus berputar, mencari cara untuk menghadapi semua ini. Dia tahu bahwa kebenciannya pada Tian bukanlah hal yang sehat, tapi dia tidak bisa menghilangkannya. Shion merasa seperti semua yang dia miliki sedang dirampas darinya.

Keesokan paginya, dia memutuskan untuk kembali ke toko kue itu lagi. Tapi kali ini, dia tidak akan datang sebagai pelanggan yang ramah. Dia akan datang sebagai seseorang yang ingin tahu, seseorang yang tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan jawaban yang dia cari.

Ketika Shion sampai di toko kue itu, dia melihat Tian melayani pelanggan dengan senyum yang lembut. Rasa marah yang dia rasakan semakin membakar di dadanya. Bagaimana mungkin Tian bisa terlihat begitu tenang, begitu damai, sementara dia telah menghancurkan hidupnya sendiri dengan kemunculannya?

Shion melangkah masuk dengan raut wajah yang tidak seperti biasanya, Saat Tian melihat Shion mendekat, dia menyapa dengan sopan, "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu hari ini?"

Shion hanya menatapnya, berusaha menahan amarah yang bergelora di dalam dirinya. "Kita perlu bicara," katanya dengan suara rendah namun tegas. "Di tempat yang lebih pribadi."

Tian terkejut mendengar nada Shion yang tidak bersahabat, tapi dia tidak menolak. Dengan anggukan kecil, dia memimpin Shion ke bagian belakang toko, jauh dari telinga pelanggan lain.

Ketika mereka sudah sendirian, Shion tidak bisa menahan diri lagi. "Apa sebenarnya yang kau inginkan dari Marshall?" tanyanya dengan nada dingin yang menusuk.

Tian tampak bingung. "Maksudnya?" jawabnya, suaranya tenang, meski ada sedikit getaran.

Tian menatap Shion dengan ketakutan dan ketidakpastian. "Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan... Saya tidak punya niat seperti itu. Marshall hanya pelanggan tetap di sini."

Shion merasa darahnya mendidih. "Jangan berpura-pura seolah-olah kau tidak tahu apa-apa! Aku tahu semuanya tentang kalian yang dulu satu asrama, tentang bagaimana kau hilang ingatan, tentang semua yang terjadi tujuh tahun yang lalu!"

Tian tertegun, wajahnya berubah pucat. "Tujuh tahun lalu..." bisiknya, suaranya hampir tak terdengar.

"Marshall, dia milikku, bukan milikmu. Jadi berhentilah mencoba menariknya kembali!"

Tian tidak menjawab. Hanya ada keheningan yang menyelimuti ruangan itu, dan dalam keheningan itu, Tian berpikir, sejak kapan dia merebut Marshall darinya, dan dia bahkan tidak pernah berpikiran seperti itu. Hanya saja ia pernah hampir jatuh padanya namun Tian menyadari ternyata itu adalah bentuk kekagumannya terhadap alpha itu bukan rasa cinta.

My Roommate's an OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang