Kedua bibir Adel tertarik ke atas membentuk lengkungan senyum begitu mendengar ungkapan cinta dari Kafka.
"Balas, Dek, jangan cuma lihatin Mas aja," ujar Kafka yang tak kunjung mendapat balasan cinta dari sang istri.
"Udah tadi," balas Adel seraya mengulum senyum. "Tapi dalam hati."
Cup! Kafka mengecup kening gadis itu dengan singkat. "Ya, udah, nggak apa-apa kalau nggak mau jawab."
Gus muda itu hendak beranjak dari sana, namun ia urungkan begitu lengannya ditahan oleh sang istri.
"Ahabbakalladzi ahbabtani lahu, Zaujii."
Mendengar itu, hati Kafka menghangat seketika. Ia kembali menangkup kedua sisi wajah gadis itu sebelum akhirnya mencium seluruh inci dari kening, hidung, pipi, dan terakhir bibir ranum sang istri dengan sedikit bermain di dalam sana cukup lama.
Pasokan udara semakin menipis, Adel menepuk-nepuk dada bidang sang suami untuk segera menghentikan perbuatannya. Sementara itu, Kafka yang mengerti pun mengakhiri tautan tersebut dengan meninggalkan kecupan kecil di sana.
"Ish!" Bibir gadis itu mengerucut kesal.
Kafka terkekeh, ia mengusap pelan bibir sang istri akibat permainannya tadi. "Makasih, Sayang," kata Kafka dengan suara yang terdengar sangat berat.
"Dimakan jajannya, Mas mau bersih-bersih dulu." Kafka mencium pipi sang istri sebelum akhirnya beranjak menuju kamar mandi. Ia butuh air dingin untuk meredam hasrat yang mencuat.
Sementara itu di pesantren, banyak para santri yang mulai bertanya tentang kepergian Kafka yang belum juga kembali ke pesantren. Termasuk kedua gadis yang berada di Kamar Mahabbah satu. Farah dan Maya, keduanya begitu penasaran ke mana Gus muda itu berada. Kenapa bertepatan dengan Adel yang juga tak kunjung kembali?
Beberapa hari lalu, Umma Maryam mengatakan bahwa Adel diizinkan untuk absen beberapa waktu hingga kembali ke pesantren. Itu artinya keadaan Adel sekarang baik-baik saja, bukan? Begitulah pikir Farah dan Maya yang selalu berharap demikian.
Kamar asrama diketuk dari luar diiringi dengan suara salam yang cukup keras. Dari dalam, Maya mendekat dan membukakan pintu tersebut.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah. Ada keperluan apa?" tanya Maya pada Amel yang baru saja mengetuk pintu, sepertinya gadis itu baru saja menyelesaikan hukuman dari Kafka hari ini.
"Kamar satu dipanggil sama Umma di ndalem."
"Aku sama Farah?" tanya Maya.
"Menurut lo? Kamar satu, kan, cuma sisa dua biji. Ya, itu artinya kalian berdua yang dipanggil," balas Amel sedikit ketus. "Udah, jangan tanya-tanya lagi, mulut gue capek baru kelar hukuman." Amel berlalu dari sana kembali menuju kamar miliknya di kamar tiga.
Maya kembali menutup pintu, ia berjalan ke arah Farah dan menjelaskan apa yang baru saja ia dengar dari Maya.
"Ya, udah, yuk! Takut Umma kelamaan nunggu," kata Farah. Keduanya segera menuju ndalem untuk menemui Umma.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUARA KIBLAT
Teen Fiction📌Spin off "Kiblat Cinta". Disarankan untuk membaca Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengenal masing-masing karakter tokoh di dalam cerita Muara Kiblat. *** Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung ja...