Bab 42 : Permintaan Maaf Ustadz Abu.

44.5K 4.1K 1.2K
                                    

Siang hari yang cukup ramai karena semua anggota keluarga berada di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang hari yang cukup ramai karena semua anggota keluarga berada di rumah. Setelah makan siang bersama, mereka berkumpul di ruang keluarga seraya berbincang ringan.

"Katanya kemarin kamu jadi imam di masjid, Ka?" tanya Akbar yang shubuh pagi tadi banyak jamaah masjid yang membicarakan tentang sang menantu.

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sang ayah, Adel melirik Kafka dengan tatapan sinis. Kafka yang hendak menjawab pertanyaan sang ayah pun terkekeh kecil.

"Iya, Pa. Waktu itu imam masjid berhalangan hadir dan mereka menunjuk Kafka untuk maju menggantikan," balas Kafka yang saat ini berjauhan tempat duduk dengan sang istri. Gadis itu memilih duduk di dekat sang ibu.

"Pagi tadi juga imam masjid berhalangan hadir, kenapa kamu nggak lagi jadi imam dan memilih datang paling akhir?" Akbar dibuat heran oleh Kafka karena tidak biasanya lelaki itu berangkat setelah iqomat dikumandangkan.

"Nggak apa-apa, Pa. Cukup sekali aja Kafka jadi imam di sini."

"Loh, memangnya kenapa nggak mau lagi, Nak?" timpal Amira.

Suara Arzan tiba-tiba menimpali. "Papa sama mama mau tau alasannya?" Lelaki itu menatap ayah dan ibunya bergantian sebelum akhirnya tatapan itu berhenti pada sang adik.

Adel mengangkat satu alisnya. "Kenapa lo lihatin gue?"

"Pasti karena lo, kan, makanya dia nggak mau lagi jadi imam?" Arzan menebak-nebak, karena sedari tadi ia memperhatikan tatapan sinis sang adik pada Kafka.

"Gue nggak pernah melarang, tuh." Adel mendekat pada Amira dan memeluk lengan sang ibu. Ia memang gadis manja jika berkumpul di tengah keluarga.

"Dia bohong, kan, Ka?" tanya Arzan pada Kafka.

Kafka menggeleng sesaat, setelah itu mengangguk kecil.

"Jadi bohong atau enggak?" Arzan tak habis pikir dengan tingkah kedua adiknya yang begitu sangat membingungkan.

"Dia cem—"

"MAS!" Adel bergegas menuju tempat Kafka dan membungkam bibir Gus muda itu, memotong ucapan Kafka sebelumnya.

"Ish!" Adel berdecak kesal. Ia duduk di sebelah Kafka dengan membisikkan sesuatu di telinga sang suami. "Jangan bilang siapapun, aku malu."

"Cemburu sama suami sendiri nggak apa-apa," balas Kafka tanpa berbisik. Akbar dan Amira menggeleng pelan mendengar tingkah sang putri. Sedang, Arzan memutar bola matanya malas.

MUARA KIBLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang