Bab 36 : Pembalasan Arzan.

39.1K 3.9K 584
                                    

Arzan memasang wajah masam begitu mendengar ucapan setan terlontar begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arzan memasang wajah masam begitu mendengar ucapan setan terlontar begitu saja. Ia kira hanya adiknya saja yang gila. Ternyata adik iparnya pun sama. Mereka sama-sama gila.

"Nyesel gue lari-lari datang ke sini, nggak taunya dikatain setan." Arzan mendengus kesal, ia yang lebih memilih mendahului ayah dan ibunya karena ingin segera menemui sang adik justru mendapat kejutan tak terduga.

Kafka dan Adel ikut terkekeh melihat kekesalan lelaki itu. "Maaf, Bang, kita cuma bercanda," ucap Kafka merasa tak enak hati.

"Santai aja, Ka, hal begini udah biasa kita mah," balas Arzan santai. Sedetik kemudian ia mengambil tempat di sisi kiri sang adik dan mengamati kedua mata gadis itu dalam-dalam. "Lo nggak kenapa-kenapa, kan?"

Kafka yang mengerti keadaan pun meminta izin untuk keluar ruangan sejenak, memberikan waktu untuk kakak dan adik itu berbicara.

Melihat sang suami ke luar ruangan, tatapan mata Adel tak berpaling hingga pintu ruangan kembali ditutup.

"Gue nggak papa," balas Adel menjawab pertanyaan sang kakak sebelumnya.

"Syukurlah, gue kira lo pingsan karena hamil," balas Arzan enteng.

Adel terbelalak. "Hamil gundulmu. Nikah juga baru kemarin-kemarin, lo kira bikin anak sama kayak bikin adonan?" Entahlah, sepertinya tenaga yang sempat hilang kini sudah kembali pulih sehingga bisa mendebat ucapan Arzan.

"Ya, kali aja super kuat makanya langsung jadi."

Sebenarnya, Arzan sudah mengetahui alasan sang adik berada di rumah sakit dari Akbar melalui sambungan telepon ketika ia berada di ruangan kafe miliknya. Namun, ia memilih untuk mengalihkan pembicaraan agar gadis itu tidak kembali berpikir lebih.

"Lagian gue kasihan sama lo kalau anak gue launching sekarang," kata Adel, menjeda ucapannya. "Pamannya aja belum dapat jodoh, masa udah dapat keponakan. Jangan ya, Bang, ya."

"Ya, nggak masalah, malah bagus. Gue bisa lebih leluasa gangguin anak lo nanti. Gue bikin nangis aja seharian biar emak bapaknya kewalahan, haha!" Arzan tertawa seraya membayangkan betapa serunya membuat anak kecil menangis.

"Sialan lo."

Shut! Tangan lelaki itu membungkam bibir sang adik. "Udah jadi Ning, jadi harus dijaga omongannya plus harus berubah jadi kalem."

Adel memutar mata, jengah.
"Siap, Ketua."

Sementara itu di depan ruangan, Kafka tengah mendapat telepon dari nomor kantor pondok putra. Di ujung sana, Ali menanyakan banyak hal tanpa jeda hingga dirinya kesulitan menjawab semua pertanyaan tersebut.

"Gus, kenapa diam?" kata Ali begitu telah menyelesaikan semua pertanyaan yang sudah ia pendam selama berhari-hari.

"Udah tanyanya? Rekapan berapa hari sampai segitu banyaknya pertanyaan?"

MUARA KIBLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang