Bab 55 : Kembali Bertemu.

50.2K 4.5K 1.8K
                                    

Sembari mengisi kajian, Kafka diliputi perasaan gelisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari mengisi kajian, Kafka diliputi perasaan gelisah. Raga dan jiwanya seolah berada di tempat yang berbeda. Ada sebuah rasa yang tidak bisa dijabarkan oleh kata-kata ketika ingatannya justru berpusat pada sang istri yang ia tinggalkan tanpa permisi.

Memaafkan itu mudah dan mungkin sangat mudah bagi Kafka untuk melakukannya. Tetapi sedikit memberikan efek jera sangat diperlukan agar kesalahan itu tidak kembali terulang.

Fokus dan tenang. Kedua hal itulah yang sedang Kafka usahakan di tengah menjelaskan beberapa poin penting materi yang sudah disiapkan sebelumnya untuk para jamaah yang hadir.

Ada lenggang beberapa saat, Kafka menjalankan tugasnya dengan baik dan menutupnya dengan salam. Kepiawaian Kafka dalam membawakan ilmu memang tak perlu diragukan. Dari awal terjun ke masyarakat membuat Kafka berhasil melakoni hal tersebut bertahun-tahun lamanya hingga sekarang. Tak heran semua jamaah dapat menerima ilmu itu dengan baik dan dapat memahami apa yang telah disampaikan.

Setelah menikmati apa yang disuguhkan oleh pemilik acara, Kafka berpamitan karena setelah ini ada jadwal lain di kota yang sama, tetapi hanya berbeda daerah saja.

Di tengah perjalanan, Kafka mengetik pesan balasan pada nomor sang ibu yang sebelumnya sempat ia abaikan.

[Umma, bagaimana keadaannya sekarang?]

Jari jemari Kafka bergerak membentuk pola abstrak di atas ponsel menunggu jawaban. Hingga sampai beberapa menit kemudian tetap tidak ada pesan balasan. Kafka berpendapat bahwa sang ibu pasti sedang sibuk di jam-jam sekarang ini.

Kafka kembali menggulir layar ponselnya pada galeri dan melihat beberapa foto Adel di sana. Foto yang diam-diam selalu Kafka abadikan secara candid itu berhasil menerbitkan sebuah lengkungan senyum di kedua sudut bibir lelaki itu. Namun, senyum itu mengendur karena Kafka kembali mengingat bagaimana cara pria pemilik nama Arjuna Darmawan itu menatap sang istri dengan sangat dalam dan memancarkan sinyal cinta yang tersorot di kedua binar matanya.

"Bukan hanya aku yang mencintainya," gumam Kafka dengan sangat lirih. "Tetapi akan ku pastikan bahwa hanya akulah yang mencintainya seluas jagat raya dan sebiru samudera. Bahkan sebesar galaksi bima sakti dan jajarannya."

Rupanya kecemburuan Kafka di dasari dengan cinta yang begitu dalam pada Adel yang berhasil mencuri seluruh hatinya.

Keegoisan itu akan ada di setiap manusia. Kafka akui jika itu adalah sebuah kesalahan. Diamnya ia anggap sebagai jeda untuk mencari tenang. Tanpa lelaki itu tahu bahwa diamnya seseorang adalah hal yang paling menyakitkan.

Kafka kembali menyimpan ponsel di saku jas yang ia kenakan, kemudian memejamkan mata untuk menjernihkan pikiran yang semakin riuh. Semakin lama sepasang mata itu terpejam, pikirannya justru kembali disambut oleh ketegangan Adel saat terakhir kali ia temui di mall saat itu.

Kembali membuka mata, Kafka menggeleng pelan seiring dengan hembusan napas panjang.

"Ahmad, mampir di masjid terdekat karena sebentar lagi waktu dhuhur akan segera tiba." Kafka kembali mengintruksikan pada Ahmad yang sedang fokus menyetir.

MUARA KIBLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang