Penderitaan Adel belum berhenti sampai detik ini. Pada saat jam makan malam bersama Abah dan umma yang sudah kembali beberapa jam yang lalu, perut perempuan itu kembali bergejolak ketika mencium aroma sayur sop yang tersaji di hadapannya. Segera, ia berlari ke kamar mandi, meninggalkan tanda tanya di benak semua orang yang ada di sana.
"Kayaknya Adel bukan sakit biasa, Umma," kata Ayra yang juga berada di sana bersama Zayn.
"Sepertinya kamu benar, Nduk, mungkin sudah ada kabar bahagia yang belum sempat Kafka bicarakan," balas Umma, dalam hati mengaminkan sesuatu yang baik itu.
Suara Abah terdengar menimpali. "Bisa jadi mereka menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan."
"Menyampaikan apa, Jid?" tanya Zayn yang diam-diam menyimak pembahasan orang dewasa tersebut.
Abah tersenyum begitu mendengar pertanyaan dari cucu kecilnya. "Menyampaikan kalau sebentar lagi kamu akan punya teman, Zayn."
"Umma, apa yang Jid katakan itu benar?" Kepala Zayn mendongak menatap Ayra, memastikan ucapan kakeknya pada sang ibu.
Ayra mengusap puncak kepala Zayn dengan sayang. "Kita doakan yang terbaik ya, Sayang."
Sementara itu di kamar mandi, Kafka yang sudah mengikuti langkah sang istri pun mengurut tengkuk Adel dengan pelan. Ia sama sekali tidak merasa keberatan saat menemani sang istri yang terus memuntahkan cairan bening. Bahkan, lelaki itu juga yang membersihkan cairan tersebut meski Adel menolaknya dengan keras.
"Udah lebih baik?" tanya Kafka pada Adel yang kini bersandar di dada bidangnya seraya menghadap cermin yang ada di hadapannya.
Adel mengangguk kecil, nyaris tak terlihat. Tenaganya seakan terkuras habis dengan apa yang ia alami.
Di depan cermin, Kafka bisa melihat wajah perempuan itu yang sangat terlihat lelah. Ia bisa merasakan apa yang Adel rasakan meski ia sendiri tidak mengalaminya.
"Mas," panggil Adel seraya menatap Kafka dari cermin.
"Dalem, Sayang. Kenapa? Mual lagi?" Sebelah tangan Kafka mengusap lembut keringat yang membanjiri kening sang istri.
"Aku pengin makan asinan buah," ujarnya tiba-tiba.
Tangan Kafka terhenti seketika.
"Ini udah malam, Dek. Makan nasi aja, ya?""Tapi aku maunya sekarang, Mas," kekeuh Adel.
Kafka terdiam beberapa saat, pada akhirnya ia kalah dengan calon buah hatinya sendiri.
"Kita makan dulu, nanti Mas cariin."
KAMU SEDANG MEMBACA
MUARA KIBLAT
Teen Fiction📌Spin off "Kiblat Cinta". Disarankan untuk membaca Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengenal masing-masing karakter tokoh di dalam cerita Muara Kiblat. *** Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung ja...