Setelah haflah akhirusanah selesai, semua santri akhir mendapatkan tempat pengabdian masing-masing di pesantren yang berbeda-beda. Sedang Adel, Farah dan Maya, ketiganya dan beberapa santri yang lain masih berada di pesantren yang sama. Namun, status mereka bukan lagi santriwati, melainkan ustadzah yang akan menjadi dewan pengajar.
"Mas, nanti ada rapat antar dewan pengajar tentang pembelajaran buat santri dan santriwati baru, kan?" tanya Adel pada Kafka yang tengah berjalan beriringan, keduanya baru saja pulang dari ndalem pagi hari ini.
"Ada, siang nanti rapat digelar," balas Kafka di sela langkahnya.
Adel melirik arloji yang terpasang di pergelangan tangan kirinya yang masih menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Itu artinya masih ada waktu berjam-jam untuk rapat diadakan.
Adel terlihat ragu untuk menyampaikan, sesaat ia menautkan jari jemarinya sebelum berkata, "aku mau izin keluar, boleh?"
Adel melirik ke arah sang suami yang juga tengah menatapnya.
"Ke mana? Mas nggak bisa ngantar kalau hari ini. Mas udah ada janji sama Ali," balas Kafka yang sudah dari kemarin memiliki janji dengan Ali untuk mengurus beberapa hal.
"Aku sendiri aja nggak papa, kok, Mas, nggak jauh cuma ke mall. Ada sesuatu yang mau aku beli."
Kafka mengangguk mengiyakan. "Nggak ngajak Ustadzah Farah sama Ustadzah Maya? Biasanya kamu bareng sama mereka."
Adel terdiam sejenak hingga pada akhirnya ia pun menjawab, "ya, nanti aku coba ajak mereka. Tapi kalau mereka nggak mau, ya, aku sendiri aja nggak apa-apa."
Keduanya telah sampai di depan gerbang rumah setelah beberapa menit berjalan. Kafka membuka gerbang tersebut dan mempersilakan sang istri untuk masuk lebih dulu.
"Mau pakai mobil?" tawar Kafka.
"Kan, mau Mas pakai, kan? Aku pesan online aja nanti."
"Mas pakai mobil pesantren. Kamu pakai aja, kuncinya ada di tempat biasa."
Adel menatap Kafka dengan seulas senyum, hatinya merasa bimbang dengan apa yang akan ia lakukan. Salah? Jelas salah karena ia menutupi ini semua dari Kafka. Tapi, sepertinya gadis itu memiliki alasan tersendiri meski alasan tersebut belum tentu menjamin keselamatannya di dalam permasalahan rumah tangga.
***
Kafka mengernyitkan kening begitu tak sengaja mendengar suara notifikasi yang masuk. Gerakan tangan yang akan mengambil kitab yang sebelumnya ia letakkan di atas nakas terhenti begitu saja saat ponsel sang istri masih tergeletak di atas sana.
"Kebiasaan," lirih Kafka yang mengakui sang istri adalah perempuan pelupa.
Sudah lima belas menit berlalu Adel keluar, sepertinya perempuan itu tidak menyadari ponselnya yang tertinggal. Segera, Kafka meraih ponsel sang istri dan melihat notifikasi yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUARA KIBLAT
Fiksi Remaja📌Spin off "Kiblat Cinta". Disarankan untuk membaca Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengenal masing-masing karakter tokoh di dalam cerita Muara Kiblat. *** Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung ja...