Bab 35 : Kalimat Penenang.

42.1K 4.1K 683
                                    

Risa tersenyum begitu mendekat dan melihat raut kebingungan dari keponakan iparnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Risa tersenyum begitu mendekat dan melihat raut kebingungan dari keponakan iparnya. Kafka yang mengerti pun berpindah tempat untuk memberikan ruang pada bibinya kembali memeriksa kondisi sang istri.

"Assalamualaikum, Sayang, Ammah periksa dulu sebentar, ya," ujar Risa dengan lembut. Tak memberikan waktu untuk gadis itu bertanya lebih dulu tentang siapa dirinya.

Selang beberapa waktu, pemeriksaan selesai.

"Alhamdulillah, keadaannya berangsur membaik, istri kamu nggak harus dirawat inap, Ka. Sore nanti udah bisa pulang."

Terdengar hembusan napas lega dari Kafka, ia mengucap syukur karena semuanya kembali baik-baik saja, meskipun ia yakin tidak dengan perasaan sang istri yang masih terpaku pada kejadian yang dialaminya.

"Keponakan ipar, saya adalah adik dari Mbak Maryam, ibu dari suami kamu," kata Risa, memperkenalkan diri.

"Namanya Ammah Risa, panggil aja Ammah, sekarang beliau Tante kamu juga," timpal Kafka.

Adel tersenyum menanggapi itu, detik berikutnya ia menyalami Risa dengan takzim. Hanya memiliki sedikit kemiripan dengan Umma Maryam, akan tetapi keduanya sama-sama memiliki hidung yang mancung. Dan bisa Adel lihat ketika Risa tersenyum, dokter wanita itu memiliki lesung pipi sama seperti dirinya, sungguh manis.

"Ammah, salam kenal, saya Adel Dwi Arfani. Bebas panggil apapun buat Ammah," ujar Adel, ia tersenyum hingga menampilkan kedua cekungan di pipi kanan kirinya.

"Manis sekali kamu," balas Risa, ia seakan berkaca melihat dirinya sendiri, hanya saja ia hanya memiliki satu cekungan di pipi bagian kanan.

"Selain manis, dia juga cantik, Ammah." Kafka menyela ucapan kedua wanita berbeda usia itu. Entahlah, Gus muda itu seakan ingin memberitahu pada dunia bahwa ia memiliki istri yang sangat cantik.

"Udah mulai bucin kamu, ya, Ka." Risa menggeleng pelan melihat keponakannya yang secara terang-terangan memuji kecantikan istrinya.

"Kan, belajar dari Ammu Fahri," balas Kafka tak mau kalah. Fahri adalah suami dari Risa yang memiliki profesi sebagai dokter spesialis jantung. Mereka baru dikaruniai satu orang anak perempuan berusia lima tahun.

Risa tersenyum mendengar itu, mengingat sang suami kembali membuatnya rindu padahal setiap hari selalu bertemu. "Bicara soal Ammu, Ammah jadi rindu."

"Ternyata bukan cuma Ammu yang bucin, tapi Ammah juga," ujar Adel, gadis itu terkekeh pelan.

"Oh kalau itu harus, Sayang, dua orang yang menjalani hubungan itu harus seimbang tentang apapun itu. Jadi, kamu juga harus bisa balas kebucinan suami kamu. Jangan mau kalah."

"Ammah nggak tau aja kalau—"

"Ammah, sepertinya Ammu udah nggak tahan pengin ketemu," potong Adel, ia tak mau Kafka membicarakan ke-bar-barannya.

MUARA KIBLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang