EMPAT_DUA!

24.6K 1.5K 214
                                        

Di apartment milik Edward, Theo terlihat meringkuk dengan wajah lesu nya. Jari-jarinya menulis abstrak di sprei putih sambil bergumam tak jelas.

Edward yang baru selesai membersihkan diri menghela nafas, lagi.

Entah sudah berapa kali ia mendapati kekasihnya itu bertingkah begitu, lihat saja pasti nanti pria itu akan mere-

" Ed~ "

-ngek. Nah kan sesuai dugaan.

Dengan tangan yang masih mengusap handuk pada rambut basahnya, Edward berjalan mendekati Theo yang berada di atas ranjang, melupakan niatnya untuk memakai pakaian terlebih dahulu.

Ia mendudukkan dirinya di kursi tanpa sandaran sehingga berhadapan langsung dengan raut wajah murung Theo yang sedang mencebik lucu.

" Siapa lagi kali ini hm? " Tanya Edward memperhatikan jari putih panjang itu menulis-nulis di spreinya. Theo masih sibuk dengan imajinasinya sendiri omong-omong. Tapi tetap mendengar pertanyaan Edward.

Entah siapa lagi yang Theo rindukan, sudah banyak nama yang pria itu sebutkan dari kemarin-kemarin. Yang Edward bisa ingat ialah nama-nama anak didik Theo di TK, anak penjual roti, tetangga baik di samping rumahnya, James, adik james, dan yang paling sering adalah Abian, Aciel, juga anak mereka yang telah tiada.

Jujur saja ia merasa sedih saat mendengar lirihan kekasihnya itu menyebut anak mereka beberapa kali sebelum tidur, ia sangat merasa kecewa dengan dirinya sendiri dan juga marah dengan sosok dua iblis biadab menyerupai wanita di rumahnya itu.

Jadi sebisa mungkin ia menghibur Theo nya agar tidak terlalu larut dengan kesedihannya. Ia berinisiatif mengusap pelan surai lembut milik Theo dan menyingkapnya sehingga memperlihatkan dahi mulus pria itu lalu mengelusnya dengan ibu jari

" Ed.. " panggil Theo pelan tanpa melihat pada teman bicaranya.

" Ya sayang? " Sahut Edward dengan lembut saat melihat setitik air mata meluncur bebas dari mata cantik Theo nya.

" Seandainya aku bisa mempertahankan bayi kita, apakah kau akan pulang? " Pertanyaan itu membuat sesuatu di dalam hati Edward teremat oleh sesuatu yang tak kasat mata. Sakit sesak yang dia rasakan.

" Padahal di dalam perutku dia sudah besar, bahkan sudah menendang saat ku ajak bicara. Tapi kenapa.. "

" Ini semua salahku, maafkan aku Ed hiks.. "

Isakan yang keluar dari bibir bergetar itu membuat Edward tak tahan lagi, ia berpindah posisi agar lebih dekat dengan Theo untuk mempermudah dirinya untuk membawa si pria yang lebih kecil ke dalam dekapannya.

" Sudah sayang, sudah ya? Kumohon. Jangan terus merasa ini semua salahmu. Aku yang salah, aku yang seharusnya minta maaf. Maaf karena aku semuanya menjadi kacau. " Edward meminta maaf dengan tulus, dikecupnya kening itu berkali-kali sebagai penenang untuk penyakit sang kekasih yang kembali menyerangnya, PTSD.

" Hiks anak ku.. " panggil Theo lirih. Membuat pria yang lebih dominan mengeratkan pelukannya. Rasanya Edward ingin menangis, ia tak bisa membayangkan bagaimana Theo di luar sana tanpa seseorang yang bisa membatunya melawan penyakitnya selama 12 tahun ini.

Ia berjanji, siapapun yang membuat kekasih hati nya seperti ini akan menerima balasan yang bahkan lebih parah darinya, lihat saja nanti.

Beberapa saat kemudian Theo sudah sedikit lebih tenang, ia merasa nyaman duduk di pangkuan Edward sampai-sampai tidak bergerak dari posisi duduknya.

Ia menyandarkan pipinya pada bahu lebar dan kekar terekspos milik pria nya. Menyembunyikan kedua tangannya di antara himpitan dada mereka. Theo mereasa hangat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMETHYST BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang