Bagian 03.

241 59 1
                                    

Tepat pukul enam pagi Sean sudah siap dengan koper dan tas ransel kecil yg dia kenakan, beberapa saat nanti dia akan berangkat menuju ke pulau yg mana sudah ia putuskan tadi malam. Meskipun merasa tidak ikhlas namun dia akan mencoba untuk bertahan beberapa Minggu di pulau yg sudah dipilihkan buat dia dari Dimas.

Dia lekas keluar dari kamar dengan menggeret koper di tangan nya, keberangkatan dia nanti pukul tujuh pagi yg mana masih ada satu jam lagi. Sebenarnya dia ingin pergi pukul enam namun Dimas mengatakan dia sudah membeli tiket pukul tujuh pagi, jadi. Mau tidak mau Sean hanya bisa menurut.

"Sudah siap. Ayo gue antar" kata Dimas yg sudah berdiri dengan satu tangan yg dia masukan ke kantong celana nya.

Sean tidak menjawab dia hanya berjalan santai, Dimas hanya menghela nafas saja. Karena gimana pun dia tau jika Sean sangat membenci ide ini, namun Dimas tidak ada pilihan lain selain memberikan sedikit Sean pelajaran agar tidak berbuat macam-macam lagi.

"Ingat nanti disana udah ada temen gue yg bakalan jemput Lo."

"Whatever, yg jelas jangan naik kapal gue paling anti sama laut."

"Nggak. Nanti lo di jemput melalui jalan darat tenang aja."

"Cuman 2 Minggu kan?" Tanya Sean lagi.

"Yah, cuman 2 minggu setidaknya sampai lo gak betah."

"Sehari juga gue gak betah."

Dimas terkekeh geli lalu dia memasukan koper Sean kedalam bagasi nya, dia merongoh kantong celana nya lalu memberikan sebuah kartu ATM yg mana titipan dari sky buat sean.

"Buat lo dari sky, dia khawatir Lo gak punya uang selama di pulau. Nanti bisa lo cairkan dulu karena di pulau nanti bakalan jauh dari yg namanya mesin ATM."

"Gak butuh! Dikira gue miskin amat apa. Lagian lo ngirim gue ke pulau mana sih."

"Ntar Lo juga tau. Tapi Sean setidaknya dia masih bertanggung jawab atas lo."

"CK! Udah deh berangkat sebentar lagi gue ketinggalan pesawat."

"Iya, iya. Gak sabar banget yg pengen liburan" cibir Dimas membuat sean mendelik tidak suka.

Dimas segera masuk kedalam mobilnya setelah memastikan Sean aman dalam berkendara, Sean memakai kacamata hitamnya menambah kesan manly di penampilan nya. Tanpa banyak kata dia hanya diam sambil memikirkan gimana hidupnya dalam pulau yg jauh dari permukiman warga.

45 menit berlalu akhirnya mereka sampai di bandara internasional Soekarno-Hatta, Dimas dengan cekatan turun yg pertama sambil membuka bagasi belakang untuk mengambil koper Sean. Sementara Sean dia hanya menatap malas tanpa minat dan berkali-kali membuang nafasnya.

"Ayo" ajak Dimas membuat Sean hanya menghela nafas dan mengikuti langkah kaki sang meneger.

"Ingat ya Sean sampai sana jangan lupa kabari gue, pokoknya jangan berbuat macam-macam, harus sopan. Yg terpenting jangan membuka identitas lo sebagai seorang model."

"Hm, Lo berisik. Kayak nya sudah berapa kali lo bilang sama gue gini deh. Iya mas Dimas. Lo pikir gue anak kecil apa yg gak nentuin jalan gue sendiri."

"Kan lo suka seenaknya, Sean. Makanya gue nasehati."

"Yaudah sih. Lagian gue seenaknya sebagai bentuk protes karena kerja terus."

Dimas hanya diam tanpa menjawab lagi, percuma dia berdebat dengan Sean tidak akan pernah ada ujungnya. Karena Sean yg dia kenal sangat keras kepala dan suka kali membuat lawan nya kalah debat.

Hingga pengumuman jika pesawat Sean akan segera berangkat, mereka pun bangkit dari duduknya. Sean lekas memeluk tubuh tegas Dimas karena gimana pun Dimas sudah dianggap sebagai kakak nya.

"Ingat apa yg gue bilang" kata Dimas lagi seolah gak pernah bosan mengingatkan Sean.

"Hm, bawel banget jadi orang."

Sean pun lekas menggeret kopernya dan langsung masuk kedalam dimana pesawat nya telah menunggu, dimas lekas mengetik sebuah pesan kepada temen nya yg ada di pulau.

Dia udah berangkat gue harap lo bisa on time, jaga dia dengan baik karena gimana pun dia udah gue anggap adek sendiri. Cek rekening lo udah gue bayar sesuai dengan kesepakatan. Itu bayaran selama dua minggu lo nemenin dia.

Ingat... Jangan sampai pake hati karena Sean orang yg paling anti jatuh cinta.

Usai mengetik panjang dia lekas berjalan keluar dari bandara, dia punya harapan besar jika Sean bakalan hidup dengan baik. Tidak membuat dia pusing lagi karena ulah yg dia buat.

Sedangkan di ujung sana di pulau tepatnya hanya tersenyum miring sambil memperhatikan bubble chat yg baru saja dia terima, entah apa yg ada di benaknya yg pasti ada sesuatu hal yg dia rencanakan.






****

Selama beberapa jam akhirnya Sean mendarat disebuah pulau tepatnya di kota X, dia menghembuskan nafasnya lelah karena sejujurnya dia belum ada tidur. Dia butuh istirahat lagipula perutnya juga keroncongan.

"Mana sih yg jemput gue" ungkapnya kesel karena ternyata dia belum di jemput di bandara.

Lama dia menunggu akhirnya sebuah motor merah besar menghampiri dirinya, sean lekas waspada karena dia takut jika terjadi perampokan. Orang tersebut membuka helm full face nya hingga terpampang wajah nya yg tampan serta hidung yg mancung dengan kulit putih yg bersih.

"Sean" katanya membuat Sean reflek mengangguk.

"Naik!"

"Hah!"

"Kamu gak budek kan buat saya bicara seperti ini, naik!"

"T-tunggu... Maksud lo? Lo yg di utus buat jemput gue gitu?"

"Hm."

"NO AWAY! ogah gue naik motor lo ini, apa gak ada gitu kendaraan lain entah mobil atau apa gitu."

"Nggak ada! Kalau gak mau yasudah saya gak bisa maksa. Silahkan jalan kaki kalau mau."

"WTF!"

Sial sekali nasib Sean sekarang harus bertemu dengan cowok yg menyebalkan ini, sean mengigit kukunya bingung sementara pria putih itu masih tersenyum tipis melihat tingkah Sean.

"Mau ngak? Saya gak punya banyak waktu."

"CK! Ya, sabar dong gue kan cuman berpikir sama nyari jalan keluarnya."

Pria itu berdecak lalu turun dari motor besar itu, dia selangkah maju membuat Sean reflek mundur.

"Mau apa lo, jangan macam-macam ntar gue teriak."

Pria itu tersenyum tipis lalu bibirnya tepat di telinga Sean "tidak ada jalan keluar lagi selain kamu ikut saya, mau kamu di culik karena disini rawan rampok dan begal."

Tubuh Sean menegang sejenak bukan karena rasa takut akan ancaman pria tersebut melainkan suara Husky nan berat didengar nya, sean reflek melihat hingga tanpa sengaja mata mereka saling bertatapan. Sean menatap mata kecil nan jernih namun tajam membuat jantungnya merasa tidak aman.

"Jauhkan tubuh lo" kata Sean dengan nada yg gugup membuat pria itu menjauh.

"See..."

"Oke, fine. Gue ikut lo. Tapi gue laper mau makan."

"Oke."

Dengan amat terpaksa dia naik keatas motor besar milik pria itu, sedangkan koper nya di letakan di depan. Setelah Sean naik barulah pria itu menghidupkan mesin motornya.

"Ini gak ada helm?" Tanya Sean dengan nada yg besar.

"Nanti kita cari, dan gak perlu berteriak saya belum tuli."

"Ck! Menyebalkan."

Dengan perlahan motor itu melaju dengan kecepatan sedang, Sean menegang baju pria itu karena gimana pun dia takut jatuh. Selama hidup nya baru ini dia naik motor, dan sensasi sungguh berbeda.















Tbc.

The Love SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang