Bagian 09.

230 63 5
                                    

Malam telah menyapa dan cuaca sedikit gerimis-gerimis kecil yg mana suasana menjadi sangat dingin, Sean duduk termenung didepan jendela kamar tidur nya. Dia tersenyum tipis kala melihat pantulan rintik hujan yg membasahi kaca jendela tersebut, rasanya sudah lama tidak merasakan keheningan seperti ini. merasakan suasana yg berbeda tentu membuat Sean merasa sangat nyaman.

Dia mengelus kaca jendela yg sudah penuh dengan air hujan, bulan malam ini tidak tampak hadir di luasnya langit. Hanya ada bintang itupun tidak sebanyak biasanya, Sean tersenyum sekali lagi namun senyum tersebut bukan senyum senang tetapi senyum sendu seolah ada beban pikiran yg menghantam nya.

Kala seperti ini dia menjadi ingat kepada orang tuanya yg sudah meninggal, dulu bahkan sekarang dia sangat ingat betapa berkorban mama serta papa nya buat menyelamatkan dia yg jatuh dari kapal serta hampir mati di lautan penuh ombak, sejak saat kejadian itu dia benci yg namanya air laut atau apapun yg berhubungan dengan lautan.

"Mah, pah, apa kalian sudah bahagia di surga tuhan?" Tanyanya pada rintik hujan atau mungkin pada bintang yg cuman satu di atas langit.

"Maafkan sean karena sampai saat ini Sean masih merasa bersalah atas meninggalnya papa dan mama, bahkan kak sky sendiri juga masih menuduh Sean jika semua ini adalah kesalahan Sean."

"Harusnya dulu biarin Sean mati dimakan ombak besar, jika itu membuat kak sky merasakan kasih sayang kalian. Harusnya dulu kalian jangan menolong Sean agar tetap hidup. Sekarang Sean harus di musuhi sama kakak sendiri."

"Mah, pah. Sean kangen."

Inilah sisi terlemah Sean yg mana dia begitu rapuh, mungkin dihadapan banyak orang seorang Sean sangatlah kuat, culas, serta orang yg keras kepala. Tapi dibalik itu semua dia hanyalah pemuda yg merasa kesepian, bahkan jauh dari kebahagiaan.

Sean kembali menangis jika melihat bagaimana perjuangan nya dulu bangkit dari semua rasa bersalah, meskipun rasa bersalah itu tidak akan hilang namun mampu membuat Sean menjadi orang yg kuat. Ya, setidaknya didepan banyak orang.

"Tolong mama dan papa hadir di mimpi Sean."

Cuman perintah sederhana namun sampai saat ini nyatanya mama dan papa nya tidak pernah hadir dalam mimpi tidurnya, mungkin benar jika tuhan sudah memeluk orang tuanya. Jadinya orang tuanya tidak sudi buat hadir dalam mimpi tidur dia yg sederhana.

Masih dalam suasana yg dingin, ada Airlangga yg sedari tadi tidak bisa tidur. Dia selalu memikirkan Sean, bukan memikirkan kejadian tentang hubungan mereka siang tadi. Melainkan memikirkan kejadian Sean yg tetiba bicara dengan nada marah dan kesal, lalu ada terselip penyesalan yg ada.

"Dimas pasti tau soal Sean."

Tekad yg bulat agar dia selalu menjaga dan mencari tau tentang Sean, Airlangga sudah bertindak sejauh ini padahal orang yg mengenal air juga tahu jika seorang Airlangga paling malas berurusan dengan urusan orang. Tapi ini apa kali ini dia sudah mencampuri masalah pribadi orang yg baru dia kenal.

Ia mengambil ponselnya lalu menekan nomor Dimas, cukup lama dia menunggu dimas mengangkat telepon nya. Lalu terdengar bunyi hallo.

"Gue pengen tau tentang Sean."

"Setelah hampir dua hari lo baru hubungi gue, dari pagi gue hampir mampus hubungi lo, ai."

"Lo tau sendiri sinyal disini susah. Lo tenang aja kalau cuman menanyakan tentang Sean, dia baik."

"Oke. Lalu kenapa lo tanya tentang Sean. Jangan bilang."

Airlangga berdecak "Lo tenang aja temen lo aman sama gue. Gue cuman mau tau tentang dia kalau bisa data dia, mas."

"Nanti gue kirimkan data Sean sama Lo."

Airlangga pun lekas mematikan sambungan telepon nya, tak lupa kemudian sebuah pesan masuk kedalam ponselnya siapa lagi kalau bukan dari Dimas. Airlangga tersenyum membaca setiap data yg diberikan oleh Dimas.

"Gue bakalan jagain lo. Gue janji Sean."




*****

Pagi telah menjelang Sean sudah bangun di jam enam pagi, sungguh waktu bangun pagi yg luar biasa. Tidak biasanya dia bangun di pagi hari ini, lekas dia memakai baju karena dia sudah selesai mandi. Rencananya dia akan berjalan-jalan di sekitar penginapan sekalian mencari jajanan kuliner, tentunya dia pergi sendiri dan dia tidak akan mau di temenin oleh Airlangga.

Dirasa tampilan nya sudah rapi dengan setelan kaos dan celana pendek diatas paha, dia pun lekas keluar dari kamar penginapan. Dia tersenyum manis menghirup udara pagi yg sangat menyenangkan. Bahkan pemandangan indah telah dia lihat tepat di depan matanya.

"Rasanya gue udah lama gak menikmati hidup seperti ini, di jakarta selain kerja dan club' mana pernah gue menghirup udara pagi seperti ini."

"Rasanya sungguh menyenangkan."

Dirasa sudah cukup dia pun lekas berjalan santai, bahkan sangat santai sambil melihat ke kiri dan ke kanan. Dia merasa lega karena tidak ada satu pun orang yg mengenal nya sebagai model terkenal.

"Hidup di pulau ini sangat sederhana. Seperti nya menyenangkan hidup disini, tapi. Tentu saja tidak ada pantai. I hate pantai dan akan selamanya begitu."

"Hey ... Pria tampan" teriak seseorang membuat Sean menoleh ke belakang.

Haikal orang yg memanggil Sean lekas berlari menghampiri Sean, Sean yg menatap bingung kearah orang yg tidak dia kenal.

"Akhirnya aku bisa tau kamu, dasar bang air tidak mau mengenalkan pria tampan seperti kamu."

"Siapa?" Tanya Sean penasaran.

"Oh, kenalin aku Haikal temen nya bang air eh bang Airlangga. Kamu tamunya bang Airlangga kan."

Sean hanya mengangguk singkat saja tanpa mau menjawab, Haikal menggaruk kepalanya yg tidak gatal karena merasa canggung. Apalagi dilihat dari wajah Sean dugaan dia sean tidak begitu ramah.

"Kamu cari bang air, dia ada penyuluhan di balai desa hari ini."

"Gue gak nyari dia."

"Hm, tau sih. Tapi kamu tau gak kalau bang air menjadi incaran para kaum wanita dan pria disini. Bahkan ada yg sampai naksir sama bang air, dan yg lebih parah lagi ada yg sampai melamar bang air, ya. Kamu bisa lihat sih wajah bang air yg sangat tampan itu."

Sean hanya diam saja dia mendengar dan menyimak setiap kata yg di ucapkan oleh Haikal, dia berdecak kesal mendengar apa yg dikatakan oleh Haikal.

"Banyak yg antri menjadi pendamping bang air."

"Lalu urusan dengan gue apa?"

"Ck! Masa gitu aja gak paham. Aku tau kedekatan kamu dengan bang air. Ya, aku rasa kamu cemburu."

"Nggak, siapa bilang. Lagian mau dia banyak yg naksir juga terserah. Gak ada untungnya buat gue."

Haikal terkekeh geli "tanyakan sendiri pada wajah mu yg memerah itu, menahan amarah atau menahan cemburu."

Sean mendelik tidak suka kepada Haikal, sedangkan Haikal sudah pergi sebelum di amuk oleh sean. Sean pun memegang pipinya yg terasa panas.

"Masa sih gue cemburu. Ah, mustahil banget cemburu sama pria menyebalkan itu."














Tbc.

The Love SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang