Bagian 15.

227 65 6
                                    

Tidak terasa sudah hampir 2 minggu Sean berada di pulau ini, selama dua minggu ini tidak ada perubahan dalam dirinya kecuali kedekatan nya dengan Airlangga yg semakin intens. Sejak kejadian beberapa minggu yg lalu yg mana trauma dia kambuh Airlangga tidak pernah lagi mengajak Sean ke pantai, dan itu sudah cukup melegakan buat Sean. Namun Sean juga ingin sembuh berusaha buat menghilangkan rasa trauma nya. Tanpa sepengetahuan Airlangga pernah Sean diam-diam pergi ke arah pantai namun tetap saja tubuhnya mengalami reaksi yg berlebihan seperti biasa.

Hari ini rencananya Sean akan berkunjung kerumah Airlangga yg mana alamatnya sudah Sean dapatkan dari temen air yg bernama haikal, meski ragu air ada dirumah atau justru mengurusi toko selam nya namun Sean tetap memberanikan diri buat datang ke sana. Sambil berjalan dengan sangat pelan menikmati pemandangan sekitar dia tersenyum tipis melihat kanan dan kiri dengan pemandangan yg sangat asri. Rasanya dia tidak percaya bisa melewati dua minggu ini tanpa beban dan sangat menyenangkan, dia juga tidak sabar ingin kembali ke Jakarta dan bekerja seperti sedia kala.

"Humm.. Dua minggu disini rasanya menyenangkan meskipun trauma gue sering kambuh karena beberapa kali injak ke tanah pantai, tapi. Sedih juga bila ninggalin pulau ini."

"Pengen tinggal disini namun gue mikir kerjaan gue gimana. Kasian juga mas dimas pasti dia bakalan kelimpungan melihat jadwal gue yg berantakan."

Sean sudah sadar akan kesalahan nya bahkan dia berjanji tidak akan membuat dimas pusing lagi, bahkan dia juga tidak akan berbuat seenaknya lagi. Karena Airlangga banyak mengajarkan banyak hal, apalagi dia juga melihat sosok Airlangga pria yg tangguh walaupun di asingkan. Harusnya Sean bersyukur masih bisa di berikan hidup yg menyenangkan walaupun dia merasa kesepian.

Hingga tidak terasa kaki Sean berhenti disebuah rumah dengan kata layak, bahkan rumah Airlangga sangat jauh berbeda dengan rumah dirinya yg di jakarta. Bahkan rumah Airlangga sangat jauh dari apartemen Sean yg mewah disana.

"Bagaimana bisa dia tidur dengan rumah yg sudah hampir roboh ini" gumam Sean.

Saat hendak melangkah Sean terhenti karena Airlangga baru saja keluar, tentu kedatangan Sean sangat mengejutkan air. Air tersenyum simpul dan menyambut kedatangan Sean.

"Kenapa tidak bisa saya kalau mau kesini?" tanya air membuat Sean menatap datar seperti biasa.

"Gue mau kesini aja. Soalnya ada yg perlu gue kasih tau sama lo."

"Kita duduk disana" kata air mempersilahkan sean masuk dan duduk di kursi yg menurut Sean sudah usang itu.

Sean terdiam tanpa mau melangkah, air masih tersenyum simpul bahwa dia paham jika Sean tidak akan pernah mau duduk di kursi itu. Apalagi kursi nya terlihat sudah usang walaupun masih kokoh buat diduduki.

"Maaf, kalau rumah saya dan segala perlengkapan nya tidak semewah rumah atau penginapan kamu. Beginilah adanya rumah saya. Jika kamu tidak mau duduk kita bisa cari tempat lain."

"Siapa bilang? Gue mau kok duduk. Tapi gue mau duduk di pasir pantai."

"Hah! Kamu apa?"

"Gue mau ke pantai, Airlangga. Budek lo."

"Bukannya kamu gak akan pernah mau ke pantai lagi walau saya memaksa."

"Hum, memang. Tapi gue pengen coba setidaknya buat terakhir kali" kata Sean diakhiri dengan kalimat yg pelan.

"Oh, oke. Kita akan coba. Kalau kamu histeris kita bisa pulang."

Sean mengangguk cepat bahkan langsung tersenyum lebar menampilkan mata bulan sabit yg indah, membuat Airlangga terpaku karena kecantikan seorang Sean.

"Kamu cantik kalau lagi senyum" ucap Airlangga membuat Sean memerah malu.










Mereka sampai ke pantai namun Sean masih terus berdiri dengan memandang lurus kedepan, angin menerpa anak rambutnya menjadi berantakan. Air memegang tangan Sean dengan lembut bahkan menggenggam tangan nya membuat Sean menoleh ke samping air.

"Kalau kamu takut bisa pegang tangan saya. Saya tidak akan melepaskan genggaman tangan ini."

"Apa gue bisa melewati rasa trauma gue?"

"Pasti bisa jika kamu bertekad dalam hati, sudah saya katakan trauma itu di lawan bukan di biarkan."

"Gue capek begini terus selama bertahun-tahun bahkan sampai saat ini belum bisa mengendalikan rasa trauma gue, bisa lo rasakan kalau badan gue gemetar dan keringat dingin begini."

"Yah, makanya saya bilang mau lanjut apa kita pulang saja."

"Lanjut! Karena besok gue udah harus balik ke Jakarta."

Airlangga menatap Sean dengan pandangan yg sulit di jelaskan, Airlangga menghela nafas harusnya dia tahu kalau hari ini adalah hari terakhir Sean berada di pulau ini. Karena tepat hari ini sudah dua minggu mereka menghabiskan waktu bersama.

"Kita jalan pelan-pelan."

Airlangga menarik tangan Sean lembut agar berjalan lebih dekat dengan bibir pantai, Sean memejamkan matanya sejenak. Mencoba menepis ketakutan yg ada dia harus bisa melawan semua masa lalu nya, namun langkah terhenti karena semakin dia dekat dengan pantai maka suara berisik dari angin laut semakin memekakan telinga nya.

"STOP!" teriak Sean membuat Airlangga terkejut.

"Hey.. Are you oke? Kita pulang."

"Nggak! Gue gapapa. Cuman kaget terdengar berisik suara angin laut."

"Kalau kamu tidak bisa jangan dipaksa itu bisa memperngaruhi mental kamu, Sean. Sudah ayo kita pergi aja dari sini. Saya akan traktir kamu minum es kelapa lalu bercerita sama saya kenapa mencari saya sampai kerumah."

Sean menurut membuat air merasa lega, mereka akhirnya pergi meninggalkan pantai itu. Sean merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa menaklukkan rasa takutnya lagi, Sean tidak berdaya dan akan selamanya tidak berdaya.

Duduk berhadapan satu sama lain dengan hidangan dua buah kelapa muda diatas meja, nyatanya sean lebih menikmati moment ini ketimbang harus duduk di pasir pantai buat bercerita tentang kepulangan dengan air.

"Gue besok sudah balik ke Jakarta, kerjaan gue sudah menanti. Bahkan mas dimas mewanti-wanti gue agar balik besok. Sejujurnya gue belum ingin kembali karena pulau ini ternyata tidak se menyeramkan yg gue kira. Niat gue datang kerumah lo itu mau pamitan sekalian kita menghabiskan waktu bersama sebelum gue besok balik ke Jakarta."

"Dan mengajak saya ke pantai?" tanya Airlangga membuat Sean mengangguk.

"Sebenarnya tanpa lo tau gue juga suka diam-diam datang ke pantai dan berakhir dengan kegagalan, gue gak bisa dan belum berani menghadapi rasa trauma gue, air. Gue pengecut ya."

Airlangga memegang tangan Sean dengan lembut lalu tersenyum lembut pula.

"Kamu bukan pengecut sean, kamu pria yg sangat hebat."

"Jangan memuji gue sedangkan keluarga gue mengatakan kalau gue pembawa sial."

"Kamu tidak pembawa sial. Umur itu sudah menjadi rahasia tuhan. Mungkin mama dan papa kamu di sayang tuhan makanya tuhan mengambil cepat mama dan papa kamu. Jangan merasa bersalah karena kejadian itu murni kecelakaan bukan kesalahan mu."

"Tapi gue lah yg menyebabkan kematian orang tua gue, andai gue gak mencoba buat terjun kelaut mungkin mama dan papa gue masih hidup."

Airlangga berdiri dari tempat duduknya lalu dia sedikit menunduk, dan Airlangga mencium bibir Sean membuat Sean membola sempurna. Dia terkejut karena aksi Airlangga yg mendadak didepan umum begini.

Chuppppp...

Airlangga mengecup bibir Sean setelah melumat bibir itu pelan, lalu mengusap bibir tebal Sean dengan jempol nya.

"Jangan dibahas lagi. Dan, bisakah kamu tidak kembali ke Jakarta" ucap Airlangga membuat Sean terpaku.

















Tbc.

The Love SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang