Luka bekas jahitan di perut Kinara terbuka, dan mengakibatkan pendarahan. Untungnya kinara dibawa ke rumah sakit tepat waktu, dan bisa ditolong segera. Sekarang kinara masih belum sadarkan diri dari pingsannya.
Kedua orangtuanya kinara sudah tahu semuanya, mereka tentu marah besar dan yakin untuk membawa kinara pergi dari ivano. Mereka benar-benar marah besar.
Jam 02.00 WIB kinara sadar dari pingsannya, ia memegang perutnya masih terasa sakit. Menoleh menatap sekeliling yang sepi, menatap ivano yang tidur di sofa panjang dengan posisi duduk.
Ingatan kinara kembali ke kejadian kemarin, air matanya menetes. "Kenapa harus seperti ini, hiks." Isak kinara.
Kinara diam beberapa menit, ia mengambil kertas dan bolpoin yang ada di meja. Menuliskan sesuatu yang semakin membuat ia menangis. Setelah itu ia turun dari kasur, mengambil beberapa lembar uang ivano, yang memang dompet ivano ada di laci samping tempat tidurnya.
Perlahan ia mendekat ke arah ivano, memandangi wajah ivano. "Terimakasih mas, aku akan pergi dari hidup kamu. Semoga kamu bisa mendapatkan wanita yang baik untuk kamu, dan ibu yang baik untuk anak kita, belva. Aku mencintaimu." Setelah itu kinara langsung keluar ruangannya.
Kinara berjalan menelusuri jalanan yang sepi, entahlah kenapa malam ini terasa sepi. Biasanya ada banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Air matanya terus mengalir, rasanya sesak harus meninggalkan orang yang ia cintai. Jika akan seperti ini kenapa ivano membuatnya jatuh cinta.
Kinara duduk sebentar di sebuah rumah kecil yang jauh dari perkotaan, tadi kinara sempat naik taksi yang untungnya lewat. Dan sekarang ini kinara ada di pedesaan.
"Aku tidak tahu nama desa ini." Lirih kinara.
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB. Perdesaan ini cuacanya sangat dingin, beda dari perkotaan yang sangat panas. "Astaga!, dingin sekali." Lirih kinara.
PRANG.
Kinara menoleh kebelakang, suara benda jatuh. Dan suara tangisan anak kecil memenuhi dalam rumah itu. "Astaga!." Kaget kinara.
"HWAAAAAA." Tangis anak kecil itu.
Karena khawatir kinara berjalan ke arah pintu, mengetuk-ngetuk pintu yang juga tidak ada tanda-tanda akan dibuka. "Permisi, mas, mbak. Apa ada orang didalam?."
Tok.tok.tok
"Hwaaaaa."
Kinara yang khawatir ia mendorong pintu itu, dan ternyata pintu itu tidak dikunci. Mata kinara melotot sempurna melihat bayi yang terjatuh dari sofa. "ASTAGA!." Kinara langsung mengangkat bayi itu yang menangis kencang.
"OEK, OEK, OEK."
"Ya tuhan kemana orangtuamu, nak." Kinara mengelus bayi itu yang menangis kencang. "Cup-cup, ada tante di sini." Ucap kinara lembut.
Cklek.
Kinara menoleh menatap pria tinggi yang terlihat baru saja pulang. Pria itu menatap kinara kaget, belum sempat pria itu mengatakan sesuatu kinara lebih dulu menunjukan jari telunjuknya ke arah bibir. Memberitahu untuk diam.
"Kau siapa?." Tanya pria itu, sambil menaruh kantong plastik ke meja.
Kinara menidurkan bayi itu ke ayunan bayi, menatap pria itu yang menatapnya tajam. "Eh mas, kau gila meninggalkan bayi kecil ini sendiri di rumah?. Dia jatuh dari sofa." Kesal kinara.
Reflek pria itu menatap lantai, ada gelang yang pecah. Menatap anaknya yang sudah tidur pulas. "J-jatuh?." Cicit pria itu kaget.
"Ya, dia jatuh dan----"
"Kau masuk rumah ini dengan sembarangan, tidak punya sopan santun sekali kau." Marah pria itu. Ia tidak suka rumahnya di masukin orang yang tidak ia kenal.
Kinara melotot sempurna, ia melipat kedua tangannya di dada. "Eh mas, saya akui saya salah di sini, say-----"
"Kau harus tanggung jawab." Potong pria itu tegas.
Fara mengerutkan keningnya. "Tanggung jawab?, memangnya saya ngapain mas?. Say-----"
"Kamu harus merawat anak saya." Potong pria itu lagi.
"Mirip sekali dengan mas ivano, yang suka banget potong ucapan orang." Cicit kinara. Ia jadi merindukan suaminya.
Kinara menatap pria itu malas. "Saya tidak mau, mas rawat aja sendiri, oh, ya sama istri mas." Kinara berjalan ke arah pintu. Baru saja kakinya melangkah ke luar pintu, suara pria itu kembali memberhentikannya.
"Istri saya meninggal dunia, dan anak ini bukan anak saya." Ucap pria itu.
Kinara menoleh kaget, mulutnya terbuka lebar. "M-mas-----"
"Ini anak bukan anak kandung saya. Anak ini saya temukan di hutan." Lanjutnya. Pria itu menatap kinara dari atas sampai bawah, seakan tahu kondisi kinara yang tidak sedang baik-baik saja. "Bantu saya merawat anak ini, dan saya akan bantu kamu untuk segera sembuh dari sakit mu."
***
Setelah banyak pertimbangan kinara setuju untuk membantu pria itu merawat bayi yang tidak berdosa, lagian ia tidak memiliki tempat tinggal. Jadi lumayan menumpang hidup dengan pria ini.
"Kenalkan nama saya ipal Pratama. Kamu bisa panggil saya ipal." Ucap pria itu menyodorkan tangannya, mengajak bersalaman.
Kinara melirik sebentar, ia menerima jabatan tangan itu. "Kinara leonara." Ucap kinara, ia kembali menarik tangannya.
Ipal menatap tangan kinara yang terus memegang perut. "Kamu lapar?." Tanya ipal.
Kinara menggeleng. "Tidak." Jawab kinara seadanya.
Ipal mengangguk pelan, ia pergi dari sana untuk membuatkan minuman untuk kinara. Bukan sembarang minuman. Menyodorkan ke arah kinara. "Minum." Suruh ipal.
Kinara menatap minuman itu. "Tidak. Kau mau meracuniku, hah?." Kinara mulai panik.
Ipal memutar bola matanya malas. "Untuk apa saya meracuni mu?, kehadiran kamu membantu saya mengurus bayi itu." Jawab ipal. "Saya hanya ingin memberikan jamu ini, jamu pereda rasa sakit. Saya tahu kamu abis dioperasi, kan?."
Mata kinara melotot sempurna. "K-ko mas tahu?." Tanya kinara kaget sekaligus takut.
"Sudahlah, cepat minum. Setelah itu saya mau keluar sebentar." Ipal mendorong pelan gelang itu lebih dekat dengan kinara.
Kinara yang memang kesakitan ia langsung meneguk jamu itu, yang rasanya sangat pahit. "Argh! Pahit." Teriak kinara.
Ipal terkekeh kecil. "Ini madu." Ipal memberikan madu, yang langsung kinara minum.
Setelah itu ipal langsung keluar rumah, ia lupa membeli bahan makanan untuk mereka. Setidknya ada yang menjaga bayi tidak berdosa itu, jadi ia bisa pergi dengan rasa aman.
Sedangkan kinara ia kembali menatap bayi itu yang tidur pulas, ia jadi ingat belva waktu kecil. "Dulu kamu seperti ini, belva. Sangat lucu seperti bayi ini." Gumam kinara.
Rasanya sakit dan senang mengingat beberapa tahun yang lalu, sakit karena ia tidak bisa melihat wajah cantik belva. Senang. Memiliki kenangan yang sangat indah, semuanya menyenangkan disaat bersama orang tercinta.
Kinara mencium lama bayi itu, air matanya mengalir deras. Rasanya rindu, entah sampai kapan rasa rindu ini terus menyiksanya. "Hiks, belva mama kangen. Hiks." Isak kinara.
Ipal melihat itu semua, ia tadi Putar balik. Karena, ia lupa membawa dompet. "Dia wanita baik. Kenapa dia sebenarnya?." Lirih ipal.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband devil
Teen Fictionbanyak perempuan yang mengatakan berdekatan dengan suami kenyamanan yang sempurna, tapi tidak dengan kinara yang setiap harinya harus dekat dengan suaminya yang menurutnya tidak ada rasa nyaman sedikitpun malahan sebaliknya. pokonya baca aja aku bin...