Dor!
Saat Hide menarik pelatuknya, tidak ada timah panas yang terlontar dari moncong pistolnya.
Mata Reon yang dia pejamkan saat berpikir itu adalah akhir dari hidupnya perlahan terbuka, menatap Hide dengan ekspresi bingung.
"Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Reon dengan suaranya yang terdengar serak di sela napasnya yang terputus-putus.
Tanpa memberikan jawabannya Hide menyimpan pistolnya dan mengangkat tubuh Reon ke atas punggungnya.
"Kenapa kau tidak membunuhku?" tanya Reon lagi.
Namun, lagi-lagi Hide hanya diam dan membawanya ke sebuah mobil yang terparkir di area tertutup.
"Lebih baik kau simpan sisa tenagamu agar tidak mati lemas di sini. Aku akan segera kembali." Itu yang Hide katakan setelah memasukkannya ke dalam mobil itu.
Namun, lama setelah pergi meninggalkannya, sampai kesadarannya habis Hide tidak kunjung kembali.
Entah apa yang sudah terjadi setelahnya dan sudah berapa lama berlalu, tapi saat ini Reon sudah kembali sadar dari lelapnya.
"Di mana?" gumamnya saat melihat langit-langit berbahan kayu pernisan yang dia tatap tidak terlihat seperti bangunan rumah sakit biasanya.
Matanya beralih pada sisi kanannya di mana jendela berada. Dari sela-sela serat kain gorden yang menghalanginya, sinar matahari merembet samar.
Senyap, hanya ada suara alat pendeteksi detak jantung yang menggema dalam ruang itu dari arah kirinya.
"Siapa?" gumam Reon sembari bangkit dari rebahannya.
Rasa ngilu langsung menyengat kepalanya dan bagian tubuhnya yang tertembak waktu itu.
Srak! Dia menyibak gorden yang menyekat antara ranjangnya dengan ranjang lain di kirinya.
Seorang gadis kecil yang awalnya terlihat menyandarkan kepala pada sisi ranjang itu tersentak, menegakkan tubuhnya, dan menatap Reon dengan ekspresi kaget.
Mata Reon beralih pada orang yang sepertinya dijaga oleh gadis kecil itu.
Kepalanya terbalut perban dengan alat bantu pernapasan yang menutupi mulut dan hidungnya. Namun, Reon langsung mengenali siapa pria yang kini sedang tidak sadarkan diri itu, dia Hide.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Di mana ini? Apa yang terjadi padanya setelah itu?" gumam Reon yang belum bisa membaca situasi saat ini.
"Hey," celetuk Reon pada gadis kecil itu. Gadis yang ternyata Marie itu tersentak dan langsung menyembunyikan diri di balik tubuh ayahnya dengan menelungkupkan kepalanya.
"Cih." Reon memalingkan wajahnya merasa buruk karena mengakuti anak kecil.
Klek! Suara pintu dibuka dari luar.
"Oh? Sejak kapan kau sadar?" Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat slim juga cantik berjalan mendekati Reon.
"Aku salah satu dokter pribadi tuan Thobias, kebetulan aku yang ditugaskan untuk merawat kalian berdua, panggil saja Jean, tidak perlu terlalu kaku," ucap wanita bernama Jean itu sembari mulai memeriksa keadaan Reon dengan santai.
"Berapa lama aku di sini? Ini di mana?" tanya Reon tanpa merespons perkenalan Jean.
Jean menghela napas pelan merasa diabaikan, tapi tetap menjawab, "Sekitar dua hari satu malam. Sekarang kau ada di safe house tuan Thobias."
"Bagaimana bisa? Kenapa juga aku bersama dia? Siapa anak kecil itu?" tanya Reon lagi mencoba mendapatkan informasi sebanyak mungkin secepatnya.
"Aku tidak tahu detailnya, tapi kau dibawa ke sini oleh anak buah tuan Thobias bersama Hide dan gadis itu anaknya," jelas Jean seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Mpreg, Yaoi/BL, Smut]
RomanceSaat dua penerus organisasi mafia besar harus menikah karena terpaksa, bukan cinta. Sebagai seorang alfa, Miller tidak pernah menyangka bahkan tidak menyadari sama sekali bahwa Axel, bos mafia dari pihak musuh yang terkenal kejam itu adalah seorang...