#Episode 47

3.4K 258 31
                                    

Telinga Miller terasa panas dan pipinya mulai memerah perlahan. Matanya terpejam sembari memalingkan wajahnya ke kanan, tidak bisa menatap wajah Axel langsung saat ini.

"Aku lupa kalau kau orangnya begitu blak-blakan seperti ini meski yang dibahas adalah hal sesensitif perasaan," ucapnya setengah bergumam.

Axel terkekeh kecil saat mendengar itu. "Jadi kau sudah tidak membenciku? Atau yang kau maksud itu hanya tentang anak ini?" tanyanya sembari mengusap perutnya.

Miller melirik ke arah perut datar Axel lalu perlahan kembali menatap wajah Axel secara langsung.

"Aku bahkan sampai lupa kalau pernah membencimu," sahut Miller sembari menyentuh kedua sisi wajah Axel. "Jika dihitung memang terlihat masih terlalu cepat untuk jatuh hati, tapi jika dipikirkan lagi sudah terlalu banyak hal terjadi sampai kita bisa menemui titik ini. Apa kau setuju tentang itu?" lanjutnya.

Axel tidak langsung menjawab. Matanya memperhatikan setiap garis ekspresi pada wajah Miller yang kini terlihat teduh menatapnya.

Sesuatu dalam dirinya terasa berbeda, bukan sebuah kebingungan dan bukan juga sebuah penolakan saat kalimat itu terucap dari mulut Miller.

Kali ini Axel merasa bisa langsung memahami apa yang coba Miller sampaikan padanya, itu adalah sebuah ungkapan perasaan.

"Memang benar, hari-hari yang sudah berlalu itu benar-benar berat. Bisa bertahan sampai sekarang terasa seperti keajaiban," sahut Axel akhirnya mengungkapkan rasa setujunya.

"Jangan mengharapkan sesuatu dariku, kau tahu sendiri dan aku sudah sering mengatakannya, aku tidak mengerti ... baiklah, aku memang bodoh soal perasaan seperti kasih sayang jadi ...." Axel menjeda ucapannya dan menatap mata Miller lekat.

Harusnya setelah itu dia melanjutkan ucapannya, tapi tatapan Miller membuat lidahnya kelu.

"Ibuku bilang omega dan wanita selain alfa itu akan lebih bahagia jika dicintai daripada mencintai," celetuk Miller yang sudah langsung mengerti apa maksud Axel.

Axel tersentak pelan mendengar itu. Sekarang Miller bahkan mengatakan kata itu dengan begitu jelas.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" sahut Axel ragu.

"Biarkan aku menyentuhmu lebih sering dan lebih intens," ucap Miller dengan senyum manisnya yang mengembang.

"O-oh, baiklah. Kurasa itu tidak buruk juga." Setelah Axel mengatakan itu Miller langsung membawa tubuh itu ke dalam dekapannya.

Senyum cerah tidak dapat Miller sembunyikan lagi. Dadanya bahkan bergemuruh dengan jantung yang berdetak kencang membuat suhu tubuhnya meningkat.

Meski agak ragu Axel membalas pelukan itu, perlahan menyandarkan kepalanya pada pundak kanan Miller.

Dengan tanpa jarak di antara tubuh mereka dapat dia rasakan jantung Miller yang berdetak kencang.

Sebuah senyum kecil terukir di bibirnya, rasa nyaman ini membuatnya jauh lebih baik.

Berada di dekat Miller terasa selalu menyenangkan semenjak dia hamil, dan setelah apa yang baru saja mereka ungkapkan semua terasa lebih menyenangkan.

"Kapan mau marking?" bisik Miller tanpa melepaskan pelukan mereka.

"Mungkin kapan-kapan," sahut Axel bercanda diikuti tawa kecilnya.

Tanpa mau membuat situasi menjadi serius dan tegang, Miller hanya ikut terkekeh gemas saja menanggapi jawaban bercanda Axel.

Yang selanjutnya terjadi hanyalah kebersamaan hangat untuk menemani malam mereka dengan menonton TV sembari berbincang ringan sebelum waktu tidur datang.

Affection [Mpreg, Yaoi/BL, Smut]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang