#Episode 48

1.5K 184 50
                                    

Beberapa hari terakhir sejak resmi berdamai, Axel jadi keterusan mengantar kepergian Miller setiap pagi.

Sesekali dia juga berpapasan dengan Diaz dan mereka akan saling menyapa secara singkat sebelum kembali melakukan aktivitas masing-masing.

"Sepertinya kau berhubungan baik dengan tetangga baru itu." Miller membuka pembicaraan di sela acara sarapan bersama mereka.

Axel mengangkat kepalanya untuk menatap Miller lalu mengangguk. "Tidak buruk," ucapnya.

"Apa kau merasa bosan di rumah?" tanya Miller beralih pada topik lainnya.

"Sedikit," jawab Axel apa adanya dengan singkat.

Setelah itu pembicaraan selesai begitu saja sampai mereka selesai sarapan.

Rasanya agak canggung, sudah sejak hari pertama hubungan mereka membaik. Agaknya status baru yang mengikat mereka secara batin itu belum terbiasa untuk Miller.

Dia jadi lebih berhati-hati dalam  bicara dan lebih banyak takut membuat Axel tersinggung meski harusnya dia tahu kalau Axel bukan orang yang mudah terbawa perasaan seperti itu.

"Aku ingin ke makam istrinya Hide juga bertemu anaknya. Aku dengar dia sudah mulai kembali bekerja," ucap Axel sembari mengantar Miller menuju garasi.

"Tiba-tiba begini? Sekarang juga? Aku bisa meminta Reon atau Jose mengantarmu dengan mobil kalau kau tidak mau naik sepeda motor denganku," sahut Miller.

"Aku bisa pergi sendiri," ucap Axel santai.

"Menemui Hide sendiri?" Miller terlihat heran juga khawatir dengan kemauan Axel ini.

"Aku percaya padanya. Apa kau percaya padaku?" balas dan tanya Axel sembari menatap wajah Miller secara langsung.

"Ini agak mengkhawatirkan, tapi aku tahu kau tidak selemah dan seceroboh itu," jawab Miller dengan raut khawatir yang benar-benar terukir di wajahnya.

Axel terkekeh pelan. "Kau jadi sangat menggemaskan sekarang, hahaha. Boleh aku menciummu?" celetuknya di sela tawanya.

"Tentu," jawab Miller langsung dan itu juga langsung menghentikan tawa Axel.

"Berapa lama kau sudah menahannya?" tanya Miller balik merujuk pada keinginan Axel untuk menciumnya.

Sepertinya Axel langsung memahami pertanyaan itu. Matanya bergulir ke arah lain untuk sesaat lalu dia tersenyum kikuk. "Hehe, ketahuan ya?"

Tawa Miller meluncur begitu saja dengan ringan saat itu juga. Tangan kanannya terangkat lalu mengusap pucuk kepala Axel gemas.

"Kau juga jadi sangat menggemaskan. Kemarilah." Miller memberikan ruang untuk Axel bisa melakukan apa yang diinginkannya.

Tanpa buang waktu Axel pun melakukan apa yang ingin dia lakukan. Dia mengecup bibir Miller dan mengulumnya dengan lembut.

Miller membalas ciuman ringan itu dan mereka pun berbalas kecupan untuk beberapa saat sampai akhirnya Axel yang menyudahinya terlebih dahulu.

"Terima kasih." Senyum puas terpampang di wajah Axel setelah ciuman itu.

Untungnya dia tetap menjadi dirinya sendiri dan berterus terang setelah sedikit galau akhir-akhir ini.

Melihat tetangganya yang mesra setiap pagi tidak dapat dipungkiri dia jadi ingin melakukannya juga. Hanya saja dia merasa aneh jika memintanya langsung sejak beberapa hari lalu.

Axel sadar, hari demi hari berganti seiring dengan perkembangan janinnya dia jadi lebih mudah terbawa perasaan.

Rasanya seperti bukan dirinya, tapi untuk mengatasinya secara langsung setiap kali perasaan buruk itu datang dia belum tahu harus bagaimana.

Affection [Mpreg, Yaoi/BL, Smut]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang