38

1.2K 138 30
                                    

Gemetar. Belvina ingin menangis saja rasanya kala North belum juga menurunkan pistol dari pelipisnya. Bahkan dia semakin menekan di setiap Belvina hendak membuka suara. Deretha tak jauh beda. Gadis itu sesekali melirik cemas ke arahnya. Namun tak lama kembali menghadap depan, sebab North memandang tajam dirinya. Pandangan asing yang cukup membuat kedua gadis pembuat onar itu tunduk tak berkutik.

"Yang ngikutin-"

"Shut up, Der!"

Deretha kicep. Ia langsung mengunci mulutnya dengan rapat. North begitu menyeramkan, juga kejam. Jika hanya Deretha, ia mungkin dapat melawan. Namun Belvina lah yang terancam di sini. Ditodong pistol oleh kekasihnya sendiri.

Sedang kesurupan kah North itu? Kenapa dia berbeda sekali?

Sayangnya Deretha maupun Belvina tidak tau caranya mengeluarkan setan dari tubuh manusia. Ibadah minggu saja mereka sering membolos. Memang tidak patut ditiru.

"Belok kiri."

Belvina menggerakan stir mobil ke arah yang North perintahkan. Meski petunjuk arah pada mobilnya telah memberi peringatan bahwa arah mereka salah. Tujuan North jelas berbeda dari lokasi yang Lee Yeon kirimkan padanya.

"Tau darimana?" Masih dengan pistol yang menekan pelipisnya, North bertanya dengan lugas.

"Dere," jawab Belvina jujur. Si pemilik nama juga mengangguk membenarkan. Tak berkilah sedikitpun.

"Gue nguping," aku Deretha. Gadis itu berdeham sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.
"Ke atas. Pintunya gak dikunci, kalian fokus, gue buka sedikit."

North masih menajamkan pandangannya pada Deretha, kernyitan di dahinya yang belum pudar mengartikan bahwa pria itu belum puas akan penjelasan yang dilakukan oleh Deretha.

Maka dengan hembus pasrah, Deretha kembali menjelaskan.
"Penasaran dan kasihan sama Belvi. Dia kayak orang bego, mau nangis lagi mukanya. Mana tega gue? Padahal gue beneran pengen liburan, tapi kok ada aja masalah di keluarga Belvi. Kasihan banget kan? Jadi sebagai sahabat yang baik gue——"

"Oke. Cukup," potong North. Menghentikan penjelasan Deretha yang sudah melantur panjang.

Meski keinginan memaki terlihat sudah di ubun-ubun, dapat Belvina lihat Deretha menahan makiannya dengan baik. Mungkin takut jika North benar-benar akan melepas peluru padanya atau pada Belvina jika menyulut emosi pria itu.

"Rencana kalian apa? Menyerahkan diri? Mati di tempat?" Kembali North bertanya, memberi tamparan keras pada kedua gadis berotak udang itu.

"Aku cuma mau tau dan bantu kalian, Appa pasti gak ngira kalau aku tau tentang kejahatan-nya. Maka dari itu aku coba hubungin dia, dan bener aja Appa kirim lokasinya buat aku datengin."

"Kamu sadar kalau mau dijebak?"

Belvina mengangguk atas pertanyaan yang North lontarkan. Meski matanya terfokus pada jalanan yang masih nampak lurus, belum terdapat belokan.
"Sadar."

Belvina membasahi bibirnya sebelum kembali membuka suara, memberanikan diri untuk bertanya pada North yang tak kunjung menurunkan pistolnya.
"Bukannya tadi kamu mabuk?"

"Pura-pura, and I know that you knew it." North menghembuskan napas beratnya. Pistol yang menekan pelipis Belvina ia turunkan, tak tega menggertak gadis itu lebih lama lagi.
"Kalau sadar, kenapa gak minta bantuan?"

"Kamu bakal minta aku buat diam. Jadi aku cuma kirim pesannya ke Juna." Belvina menjawab.

"Of course. Belvi, they have guns! But you? You have nothing."

"I have my brain! Kalau aku gak bantu kalian pasti kalian gak akan tahu lokasi dia di mana! Kenapa kalian selalu anggap aku selemah itu sih?!" ujarnya berani. Ohh, tentu saja. Pistol yang North acungkan sudah tak lagi mengenai pelipisnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Damn, He's Hot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang