1.

18.5K 512 10
                                    

"Hubungan lo sama North itu apa sih?"

Belvina mendengus kala mendapatkan pertanyaan itu lagi dan lagi. Ia menatap malas pada temannya, Dere, yang tengah mengunyah es batu.
"Musuh."

Dere menyipitkan matanya. Menunjuk punggung North yang terlihat oleh mata tajamnya, meski jarak duduk di antara mereka cukup jauh.
"Gak mungkin. Mana ada musuh gitu."

"Gitu gimana?" Belvina bertanya dengan acuh tak acuh, matanya jelalatan, mencari dedek gemes ganteng atau kakak kelas keren yang bisa Belvina gombali.
"Aduh yang itu gans banget Der!"

Belvina menepuk-nepuk lengan Dere, menyuruh temannya untuk melihat ke arah yang sama.
"Dari lo arah jam 5. Lagi ngantri bakso."

"Biasa aja," ucap Dere yang membuat Belvina menatapnya sinis.

"Yang itu, yang pake jam tangan warna cokelat. Yang bener lihatnya!" Belvina menyuruh Dere untuk melihat pria itu lagi yang dibalas dengan jawaban yang sama.

Belvina berdecak. Menatap Dere dengan gelengan heran.
"Selera lo kek gimana sih Der?!"

"Om-om kaya. Gak level gue sama yang muda, gak punya duit bro!"

"Matre!" ejek Belvina dengan nada kesal. Lagian kok ada orang kayak Dere, mati segan hidup kalo ada uang.

Tapi kalo dipikir-pikir, Belvina juga seperti itu sih.

"Gak matre, gak hidup, say! Lo kira skincare kita murah? Lo kira makanan-- Loh?! Kok jadi bahas matre?!" Dere membulatkan matanya.
"Gue kan nanya elo tadi, Bel! Jawab lo! Gak usah menghindar!"

"Lah? Emang lo nanya apa tadi?"

"Lah? Iya. Gue nanya apaan tadi?"

Belvina mendengus. Otak ikan memang si Dere.

"Lo udah belum sih Der? Mau lo makan tuh es batu sampe habis?" jengah Belvina. Makanan mereka sudah habis, minuman Belvina juga sudah tidak tersisa. Namun Dere masih tidak mau beranjak lantaran es batunya masih ada.

"Iya iya." Menyadari sesuatu, Dere menatap Belvina dengan was-was. Yang ditatap malah sibuk memainkan handphonenya.
"Jangan bilang lo mau nyamperin cowok yang tadi?"

Belvina tersenyum pongah. Mengeluarkan kaca kecilnya dari saku. Ia pegang benda itu di tangan kirinya. Tangan kanannya berisi handphone yang sudah membuka aplikasi whatsapp. Berniat meminta nomor cowok berjam tangan coklat tadi.

"Mayan, nambah calon," ucapnya sembari bercermin, mengecek keadaan wajah dan tatanan rambutnya. Belvina tersenyum senang kala penampilannya tetap paripurna. Ia tidak salah memilih produk make up kali ini. Terimakasih untuk Mami-nya yang sudah merekomendasikan produk make up paling terbaik yang pernah Belvina coba.

"Calon doang, dijadiin pacar kagak!" seru Dere yang sudah hendak melangkah pergi karena ingin menghindar dari kelakuan centil sang sahabat. Namun kedatangan sosok yang digadang-gadang menjadi musuh terbesar dari sahabatnya, membuat Dere berdiri diam di tempat. Menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Siapa tahu ada adegan romantis yang dibalut dengan peperangan kecil di antara kedua orang itu.

Sekedar info, Dere merupakan salah satu penggagas couple tantrum tersebut, sebutannya Nobel. Habisnya, Dere gemas sekali dengan interaksi mereka yang benci-benci tapi saling peduli.

"Dompet gue. Cepet!" North berujar dengan gaya angkuhnya. Sesuatu yang hanya bisa dilihat saat dirinya berada di dekat Belvina. North yang ramah dan berwibawa akan berubah menjadi North yang angkuh dan menyebalkan jika berhadapan dengan Belvina.

Maka tidak salahkan jika Dere berasumsi bahwa keduanya bukan hanya sekedar musuh?

"Pelit aja belagu!" cela Belvina lalu meletakkan dompet North pada tangan kanannya yang terbuka, seperti pengemis.

North menghembuskan napasnya kesal. Fyi, berdasarkan notifikasi m-banking miliknya, total belanjaan Belvina dan sang mami sudah menyentuh angka puluhan juta. North jadi harus merelakan uangnya yang seharusnya ia pakai untuk memodifikasi mobil miliknya.
"Muka lo masih utuh. Duit gue gak guna." Ucapnya seraya memasukkan dompet ke saku.

"Maksud lo?!"

"Jelek. Makin jelek," North menjawab sembari berlalu pergi. Meninggalkan Belvina yang sudah mengeluarkan asap tebal.

Sebentar lagi, North yakin. Benda kecil yang menjadi ciri khas si centil itu akan mengenai punggung North disertai suara cemprengnya.

"BILANG APA LO KOMPAS SESAT?!"

Dan, pyar!

Pecah.

Seusai menghantam punggungnya, kaca mungil itu jatuh dan pecah saat terbentur dengan lantai. North membalikkan tubuhnya. Tertawa pelan kala melihat Belvina sudah berbalik pergi dengan kaki yang dihentakkan, disusul sahabatnya yang sama-sama centil namun beda pasar. Suara gerutuan gadis itu masih terdengar di telinganya meski perlahan memudar.

"North, proposalnya udah jadi. Mau langsung gue cetak? Atau mau lo cek dulu?"

North menoleh pada gadis yang tiba-tiba bersuara di sebelahnya, tawanya berubah menjadi senyuman tipis. Menatap gadis yang menjabat sebagai sekretaris osis tersebut dengan wajah ramah.
"Lo kirim ke email gue. Biar gue cek nanti. Kalo ada yang salah nanti gue benerin."

"Tapi lo tetep mau kasih tau gue kan yang mana yang salah?"

North mengangguk. Tangannya merogoh kantong celana, mengeluarkan sapu tangan juga kantong kresek dari sana. Kemudian ia memposisikan dirinya untuk jongkok, memungut pecahan cermin yang untungnya tidak terlalu tercecer. Dan untungnya lagi bingkai kacanya masih utuh.

"Nanti sore gue usahain biar bisa kelar," North berucap lagi kala Ita, sekretaris osis itu tak kunjung pergi.
"Lo bisa ke kelas sekarang."

"Kenapa lo selalu ngumpulin pecahan cerminnya?" Tanya Ita yang membuat North memutar bola matanya malas.

Pertanyaan bodoh macam apa itu?

"Lo mau nih cermin nancep di kaki lo?"

Ita meringis. Lalu pamit untuk kembali ke kelas. North yang sudah selesai dengan kegiatannya, bangkit lagi. Mengantongi benda tadi yang sudah ia bungkus dengan baik agar aman. Kemudian melangkah dengan kaki panjangnya meninggalkan kantin yang hampir semua penghuninya memperhatikan North.

Pertengkaran mereka bukan sekali dua kali. Hampir setiap hari keduanya saling memacu urat satu sama lain. Lalu akan berhenti jika Belvina telah melempar benda kesayangannya yang selalu tidak bisa bertahan lama. Atau berhenti jika North sudah mengeluarkan sebuah ultimatum andalannya.

'Berhenti, atau gue cium lo di sini?' adalah ultimatum North yang selalu bisa membuat Belvina bungkam.

Tapi tentu saja ultimatum itu berupa sebuah bisikan yang hanya bisa didengar oleh North si pembisik dan Belvina si pendengar.

Lalu apakah ultimatum itu pernah terealisasikan? Jawabannya pernah, bahkan berlokasi di rumah Belvina sendiri.

Karena itu, Belvina akan mundur dengan cepat jika North telah mengeluarkan ancaman yang bukan hanya sekedar ancaman.

Karena itu, Belvina akan mundur dengan cepat jika North telah mengeluarkan ancaman yang bukan hanya sekedar ancaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote, comment, and follow me.

So, gimana? Do you like it, guys?

Ingat ya, ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk.

Regards,
debu_La

21 Januari 2024

Damn, He's Hot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang