"Because I'm yours."
Napas Belvina memberat, bersama dengan detak jantungnya yang kian bertalu cepat. Kedua tangan gadis itu meremas bahu North, melampiaskan desir panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
"You have me, Belvina. You're not alone."
Mata Belvina terpejam, merasakan sapuan lembut bibir North yang menyentuh lembut. Berkali-kali mengecupnya. Sebelum memberi lumatan, menyesap perlahan. Terburu-buru lantas kembali melembut.
Belvina melenguh saat North melesakkan lidah, membuai lidahnya dalam pangutan. Asing, namun Belvina rasa, ia menyukai sensasi yang timbul di dalamnya. Gadis itu meremat rambut North, sedang North semakin menekan tengkuknya. Mendekatkan tubuh keduanya, intim, hangat, mendebarkan.
Tubuh Belvina terasa terbakar. Napasnya sesak, hingga membuatnya menepuk bahu North. Lama North tak kunjung melepas. Namun di menit selanjutnya, pria itu menjauhkan diri. Terengah, sama seperti dirinya. Kekehan rendahnya terdengar, jemarinya mengusap bibirnya yang basah sebelum kemudian juga mengusap bibir Belvina.
"Bengkak," katanya sembari tertawa pelan.
Belvina mendatarkan wajahnya, tak ingin runtuh pada pesona North yang semakin panas. Ia menjatuhkan pandangannya pada tato yang bertuliskan namanya. Menyentuh dengan jemari, menyusurinya.
"Gue mau bikin juga." Kelakuannya yang sering fomo memang tak terhindarkan. Namun sungguhan, Belvina ingin sekali membuat tato. Dilihat-lihat keren juga.
"Di mana?" Pria itu menopang tubuhnya. Mencengkram kedua sisi pinggulnya yang terbuka, sesekali memberi usapan pelan di sana.
"Sama, di dada. Tulisannya juga sana. Karena gue, punya diri gue sendiri."
North mengernyit. Matanya otomatis terjatuh pada dada gadis itu yang ... timbul?
North dengan cepat berdeham, membersihkan otaknya yang kotor. Ia berpaling dari pemandangan itu. Beralih menatap mata indah Belvina yang masih tertunduk, menatap dadanya yang bertuliskan sebait kata.
"Jangan di dada. Lo bisa buat di--"Pria itu memindai tubuh bagian atas Belvina. Mencari tempat yang tepat jika Belvina ingin membuat tato. Ia lantas menyentuh lengan atas Belvina.
"Di sini. Lebih aman dan gak terlalu sakit."Belvina mengangguki, asal saja agar cepat. Toh nanti dia akan meminta di temani Dere yang kebetulan mempunyai kenalan seniman yang gemar melukis tubuh.
"Udah gak berisik?" tanyanya dengan nada pelan.
"Masih berisik. Tapi gak terlalu berisik," jawab Belvina yang di sambut usapan jemari North di sisi wajahnya. Ia mencoba untuk tetap melihat wajah North, menahan godaan matanya yang ingin sekali menelisik lebih jauh badan kekar yang terlihat hot di hadapannya.
"North," panggilnya yang dibalas deheman rendah dari pria itu.
"Katanya, cinta itu bisa dilihat dari tatapan mata. Emang iya?"North mengedik.
"Gue gak tau," jawabnya sembari membenamkan wajahnya pada ceruk leher Belvina. Menghirup aroma mawar yang menguar dari tubuh gadis itu. Sedang kedua lengannya melingkari pinggang ramping Belvina, memeluk erat.Belvina membiarkan tingkah North yang sedikit clingy itu. Ia fokus pada pemikirannya yang akan segera ia utarakan.
"Kata Dere sama Jeni, lo cinta sama gue. Bener atau salah?""Salah," gumam North yang meski sedikit tidak jelas, masih bisa Belvina dengar.
"Tuhkan salah. Gak mungkin ada--"
"More than love. Gue rasa perasaan gue lebih dari cinta."
Pria itu berucap santai, tak merubah posisinya sama sekali. Hidungnya masih menggelitik leher Belvina. Terbenam hangat di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn, He's Hot!
Teen Fiction18+, be wise guys! Di mata Belvina, North itu menyebalkan, jahil, dan overprotective. Maka dengan ketiga pandangan itu Belvina melabeli North sebagai musuh besar yang harus selalu ia recoki tiap hari. Hingga Belvina menemukan North bertelanjang da...