Suasana hati Belvina benar-benar tidak baik. Kakinya bergerak-gerak cemas. Meski wajahnya terlihat tenang. North yang berada di sebelah gadis itu menggenggam jemari Belvina. Mengusapnya pelan, membiarkan rasa tenangnya tersalurkan pada gadis berbando pink tersebut.
"Mau coklat?" North menyodorkan sebatang coklat kesukaan Belvina.
Belvina menoleh, kemudian menggeleng. Matanya kembali menatap ke arah jendela luar yang menampakkan butiran salju di sepanjang jalan. Mobil yang membawa mereka bergerak pelan, menambah rasa cemas Belvina.
"Relax. It's gonna be okay."
"It's never be okay, North. Gue gak bisa biasa aja, pandangan benci mereka ke gue tuh kentara banget."
"Mereka gak benci lo, Bel. Mereka cuma canggung, mungkin?"
Mendengar perkataan North, Belvina menoleh, memandang North dengan kerutan di dahinya.
"Canggung? Lo gak lihat kelakuan si tomcat ke gue? Alasan gue mau nikah muda ya karena dia! Dia bilang, gue harus keluar dari keluarga itu secepatnya. Gue gak nemu cara lain, selain nikahin lo. Si tomcat krempeng itu bahkan gak restuin gue sama siapapun. Mamih juga! Tapi kalo Mamih sih gue gapapa, ikhlas aja. Kalo si tomcat pengen gue pites rasanya! Siapa dia ngatur-ngatur gue?!"North menahan tawanya, ia menghela lega sesaat kemudian kala merasakan tangan Belvina sudah tidak segemetar tadi.
"Kalo sama gue dia setuju?""Ya itu! Aneh! Cuma sama lo dia tiba-tiba chat gue katanya setuju kalo gue sama lo! Sok kenal anjir! Gue lamar lo ya karena dia! Mamih juga ada kontribusinya sih dari lama, nyuruh gue coba gombalin biar lo mau, cuma gue ogah banget. Soalnya lo tuh aneh, sok ramah, carmuk mulu, sok baik, sok bijak di depan orang lain. Kalo sama gue keluar dah tuh semua yang buruknya. Tapi untung aja lo badannya keker, gue suka yang keker-keker gitu. Kayak Jeno."
"Jadi lo gombalin semua cowok karena hasutan mami?"
Belvina mengangguk.
"Iya. Kalo gak karena Mami mana mungkin gue bisa bikin si Arthur suka sama gue? Sayangnya dia agak gila, untung ada lo. Kalo gak gue udah trauma kali ya? Ngomong-ngomong dia pindah kemana? Eh iya, Heksa juga! Dia kemana sih? Nomornya juga gak aktif. Takut banget dia bundir."North mengedik, tak peduli, juga enggan menjawab. Tatapannya menatap ke arah depan. Mobil mereka telah memasuki halaman mansion megah milik keluarga Jillian. Sesaat setelah sang supir memberhentikan mobil yang mereka tumpangi, North menoleh pada Belvina yang kembali menegang.
"Siap?" tanya North memastikan. Jemari gadis itu kembali tremor, berkeringat dingin.
"Ada gue. Gue gak akan ninggalin lo sedetikpun kalo lo takut. Berhitung dulu.""Anak tk apa disuruh ngitung?" di sela kegugupannya, Belvina masih sempat untuk berujar ketus.
"Just try it, berhitung. Inhale... one to exhale..." North menuntun Belvina untuk melakukan deep breath dengan pelan. Mengulanginya beberapa kali hingga gadis itu merasa cukup tenang.
"Tenang?""Lumayan," angguk Belvina.
"Kita masuk sekarang?"
"North, harusnya sama mamih aja gak sih?"
"Relax, I'm here, you can hold my hand."
Belvina menarik napasnya dalam, lalu menghembus pelan. Ia lantas mengangguk, meyakinkan dirinya.
"Oke. Kita masuk sekarang."***
Di atas ranjang besar itu, Belvina dapat melihat tubuh Papa-nya terbujur kaku dengan berbagai alat medis yang menempel pada tubuhnya. Irama mesin kotak yang entah apa sebutannya terdengar di telinga Belvina. Ia semakin mengeratkan lilitan tangannya pada North kala pria itu menuntun langkahnya untuk mendekati ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn, He's Hot!
Teen Fiction18+, be wise guys! Di mata Belvina, North itu menyebalkan, jahil, dan overprotective. Maka dengan ketiga pandangan itu Belvina melabeli North sebagai musuh besar yang harus selalu ia recoki tiap hari. Hingga Belvina menemukan North bertelanjang da...