15

6.7K 249 6
                                    

Belvina berjalan keluar dari walk in closet dengan set piyama berlengan panjang yang membalut tubuhnya. Gadis itu sibuk mengusap rambutnya yang basah hingga tak menyadari jika ada sepasang mata yang menunggunya dalam diam, bersandar pada pintu kamarnya yang tertutup.

"Puas main hujannya?"

Suara itu membuat Belvina yang hendak duduk di kursi depan meja rias, menolehkan kepalanya ke arah kiri, matanya membulat terkejut kala mendapati keberadaan sosok North yang terlihat angkuh dengan lipatan tangan yang ia letakan di depan dada. Menatapnya tajam.

"Ngapain lo disini?!" ketus Belvina. Ia mendengus sebelum melanjutkan kegiatannya, duduk sembari menyalakan hardryer guna mengeringkan rambutnya.

"Ngapain hujan-hujanan?" North melangkah mendekat, berdiri di belakang tubuhnya, merebut hairdryer di tangan Belvina. Pria itu meraih sejumput rambutnya, mengeringkan dengan telaten.
"Lain kali, gue akan angkut lo pulang langsung. Ini yang terakhir."

Belvina berdecak mendengar titah otoriter milik North yang kembali terdengar di telinganya.
"Akan ada lain kali. Hari ini bukan yang terakhir."

"Try me," ungkapnya bersinambung dengan suara hairdryer yang berisik.

"Gue gak takut ya sama lo!" Mata Belvina memicing, menatap North dengan tajam melalui cermin yang menampakan figur mereka.
"Lo manusia! Gue cuma takut sama Tuhan, dan tikus."

North mendengus geli.
"Kecoa?"

"Itu juga takut," akunya sembari menguap. Jemari North yang bergerak lembut di rambutnya dan udara panas dari pengering rambut membuatnya mengantuk.

"Oke. Besok-besok gue akan bawa kecoa atau tikus, biar lo nurut." Perkataan North berhasil memancing kekesalan Belvina. Gadis itu menggeplak lengannya, keras namun tak cukup membuatnya kesakitan.

"Sana pulang! Ngapain di sini?" gerutunya kesal.
"Orang kok ngeselin."

North hanya membalasnya dengan tawa. Ia tak menghiraukan usiran gadis itu, North fokus saja mengeringkan rambut Belvina sembari sesekali menatap wajah kesal Belvina yang terlihat lucu.
"Kucingnya gak dibawa?"

Belvina menggeleng. Walau kesal, entah kenapa Belvina mau-mau saja menjawab pertanyaan North dengan jujur.
"Dibawa sama Pak Yono. Orang Korea gitu. Kasihan, deh. Dia kayaknya duda. Anaknya aja gak ngenalin dia katanya. Dibawa kabur sama ibunya kali ya? Kasihan gue lihatnya."

"Kalo ada bapak-bapak yang tiba-tiba ngaku bokap lo gimana?"

Belvina berpikir sejenak.
"Mungkin denial?" Belvina lalu menggeleng cepat.
"Enggak-enggak. Kayaknya gue bakal langsung nerima kalo kaya raya sekaligus baik sih. Gue kan emang mau keluar dari keluarga itu. Kalo beneran, gue juga gak usah nikah sama lo."

North menggeleng tak habis pikir. Gadis itu memang di luar nalar sekali.
"Gue udah nerima lamaran lo."

"Bisa di tarik kok nanti. Tenang aja. Kalo beneran ada orang yang ngaku dia bokap gue, lo gak akan lagi kerepotan sama tingkah gue. Atau gak usah nikahin gue."

"Kita akan tetap nikah."

Belvina mengernyit. Namun tak bertanya apapun, ia membiarkan perkataan North mengudara tanpa balasan. Hingga pria itu kembali bersuara setelah meletakkan hardryer di atas meja dan mematikannya.

"Jangan temuin Heksa atau berhubungan sama dia lagi. Kalaupun dia ngirim pesan, blokir."

"Kenapa?" Belvina mengikuti pergerakkan North. Pria itu terlihat mengambil kotak musik berbentuk piano yang terletak di nakasnya.

Damn, He's Hot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang