Hari senin adalah hari yang paling Belvina sukai. Terutama saat upacara pagi. Karena Belvina bisa leluasa memandangi para murid tampan di sekolahnya.
Berdiri di barisan kedua, Belvina tak sungkan untuk mengajak Dere dan Jeni yang masing-masing berdiri di sebelahnya, berdiskusi saat sesi ceramah dari kepala sekolah di mulai.
"Barisan kelas 10-B ganteng-ganteng banget gak sih? Pesona berondong emang mantap. Apalagi yang paling tinggi, gue tahu tuh namanya siapa."
"Siapa namanya?" Belvina langsung menoleh ke arah Dere. Suatu kejadian langka Dere merespon radar pencari kegantengan milik Belvina.
"Reki. Ganteng ya, Der?" Jeni juga menimpali.
Dere mengangguk. Menambah rasa terkejut Belvina dan Jeni.
"Dia anaknya inceran gue. Gue pernah liat dia sama bapaknya."
Belvina dan Jeni sontak menggeplak kepala Dere dengan pelan. Inginnya keras jika saja mereka tidak sedang berupacara.
"Nyebut, Der. Kemarin lo bahkan hampir dijebak kan? Untung si Roni ngikutin lo," Belvina berucap pelan, meski tatapannya fokus ke depan agar tidak ketahuan.
"Bapaknya ganteng, njir. Seumuran kakak sulung gue, temen kantornya, makanya gue kenal. Umurnya masih 38. Duda ditinggal mati."
Belvina dan Jeni mendengus kompak. Tak ingin mempedulikan Dere yang teramat aneh seleranya. Dari mulai makanan hingga pasangan.
"Lo gak ada niat putus sama Juna, Jen?" celetuk Belvina iseng.
"Ada. Kadang kalo si Juna kumat gilanya, gue suka malu."
"Aneh banget lo sukanya malu. Malu apaan? Malu dinding?" Dere menimbrung dengan jokes bapak-bapak, namun tak digubris oleh keduanya.
"Gue juga malu sih punya temen kek Juna. Gilanya gak ada tanding," lanjut Belvina yang diangguki Jeni.
"Padahal kelakuan lo sebelas dua belas sama Juna, Bel." Timbrung Dere lagi.
Kali ini Jeni mengangguki. Hingga membuat Belvina menggeplak pelan lengannya.
"Lo mihak siapa sih?" katanya sewot.
Jeni mengedik.
"Gue mah cuma membenarkan, Bel. Kelakuan lo emang sama kayak Juna. Malu-maluin."Belvina mencebik. Ia memilih diam. Karena pengawas upacara sudah menatap ke arah mereka dengan tajam. Masalahnya, kalau Belvina diam tuh rasanya mual. Panas matahari juga jadi terasa begitu menyengat. Membuat Belvina ingin pingsan.
Namun rasa jenuhnya tak berkunjung lama kala North menaiki podium kecil menggantikan kepala sekolah. Sang Ketua OSIS kebanggaan guru itu menyampaikan wacana untuk beberapa hari kedepan yang akan diisi acara perlombaan antar kelas guna memeriahkan acara perayaan ulang tahun sekolah. Pria itu juga meminta kerja sama bagi semua pihak untuk gotong royong membersihkan sekolah hari ini. Tak terkecuali para guru yang mengangguki dengan antusias. Ide North itu selalu efektif. Belvina jadi bangga memiliki calon jodoh seperti North yang pintar dan cerdas.
Walau terkadang sifat menyebalkan North membuat Belvina ingin menjambaknya hingga botak.
***
"Belvina! Turun!"
North berkacak pinggang. Mendongak, menatap Belvina yang berada di atas pohon rambutan. Tengah memetik rambutan yang bisa digapainya dan memasukkan buah itu ke dalam kantong kresek besar yang gadis itu tenteng.
"Gila cewe lu, North. Tiba-tiba ngilang. Gue panik banget dia dibawa penunggu sekolah. Eh malah nemplok di atas pohon," ucap Dere menjelaskan. Jam pulang sudah berdenting setengah jam yang lalu. Dere yang tengah sibuk membereskan peralatan memotong rumput, di kejutkan oleh teriakan panik Jeni, yang katanya kehilangan jejak Belvina yang mengantarnya ke toilet. Tiba-tiba Belvina hilang setelah Jeni keluar. Mana toiletnya di halaman belakang lagi, yang sepinya minta ampun. Untung saja, North yang radarnya kuat berhasil menemukan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn, He's Hot!
Teen Fiction18+, be wise guys! Di mata Belvina, North itu menyebalkan, jahil, dan overprotective. Maka dengan ketiga pandangan itu Belvina melabeli North sebagai musuh besar yang harus selalu ia recoki tiap hari. Hingga Belvina menemukan North bertelanjang da...