4.

12.9K 455 10
                                    

"Jadi jodoh gue yuk!"

Sesaat setelah mengatakan itu, Belvina kembali mengaduh. Kali ini bibirnya yang mendapat sentilan kejam dari North.
"Sakit, Kompas!"

"Ngapain?" North bertanya sembari melepaskan handuknya. Belvina sempat akan menjerit, namun jeritannya ia telan karena ternyata pria itu sudah memakai celana pendek.

"Minta maaflah! Lo kan kemarin yang nyuruh gue buat pikirin kesalahan gue, gue udah pikirin semaleman sampe ketiduran! Di mimpi pun gue pikirin! Kenapa gak dikasih tau langsung aja sih?! Bikin ovt tengah malem lu!" cerocos Belvina panjang lebar.

Lebih menyebalkan lagi, North malah berjalan ke arah ruang bacanya yang hanya terbatas pintu kaca.
"Coba sebutin dulu kesalahan lo," ucapnya dengan raut tenang seraya mendudukkan diri di kursi, menghadap layar komputernya.

"Gue nurutin permintaan Juna buat main sampe tengah malem?"

Pria itu mengangguk, meski tak menghilangkan fokusnya pada layar komputer. Biar Belvina tebak, North pasti tengah mengerjakan tugasnya sebagai ketos. Entah apa itu, Belvina tak begitu peduli.

"Dimaafin gak?"

"Maaf gue sepenting itu buat lo?"

Belvina melangkah mendekat. Tangannya ia tenggerkan pada kedua bahu North. Meminimalisir pergerakan tangannya yang ingin sekali menggeplak kepala musuhnya, yang kini akan Belvina jadikan sebagai jodohnya.
"Pentinglah. Lo kan calon jodoh gue. Yuk mau yuk, jadi jodoh gue!"

North berdecak. Menghentikan tangannya yang hendak mengetik. Ia tak bisa fokus lantaran jemari nakal si centil itu bergerak kesana-kemari mengusap lembut lehernya.
"Tangan lo diem, Belvina."

Tak mengindahkan perkataan North, Belvina malah lebih berani mengusap rahang North dengan jemari lentiknya. Mempraktekan ajaran sang Mami.
"Makanya, ayo setuju. Mubazir banget kalo nolak cewek secantik gue." Posisinya yang berada di belakang North membuat Belvina tak bisa melihat raut wajah North sekarang. Namun dari kedua tangannya yang mengepal, North pasti tengah menegang. Atau mungkin ... marah?

"Siapa yang ngajarin?" Sisi Belvina yang sedikit binal, sungguh mengejutkan bagi North. Belum lagi suaranya yang terdengar mendayu, bukan Belvina sekali.

"Mami," jujur Belvina. Lagian berbohong pada si kompas sesat itu percuma, pasti ketahuan.

"Kenapa tiba-tiba lo klaim gue jadi calon jodoh lo?" North memutar kursinya, menghadap Belvina yang otomatis melepaskan tangannya dari bahu North. Juga memundurkan tubuhnya.

Namun yang tidak ia duga adalah, Belvina malah duduk di pangkuannya. Mengalungkan tangan pada leher North. Lalu menjawab pertanyaannya dengan panjang lebar, yang membuat North mendengus, pasrah.

"Karena gue baru sadar, ternyata lo sempurna banget buat jadi jodoh gue. Selama ini gue kira lo itu kerempeng, nyebelin, galak, suka merintah. Tapi ternyata lo bagus banget badannya, baik walaupun sedikit, agak doang galaknya, emang suka merintah sih, tapi gak terlalu kok. Gue suka diperintah. Makanya, ayo mau jadi jodoh gue, gue girlfriend-able tau. Ngomong-ngomong selama ini gue buang-buang waktu banget ya nyari jodoh kesana-kemari. Eh lo-nya malah gue cuekin. Padahal kan lo deket benget, Mami juga sebenernya udah nawarin elo dari jauh hari, tapi gue nolak mulu. Soalnya--"

"Tangan-nya, Belvina," peringat North lantaran jemari lentik gadis itu bergerak nakal menyusup ke dalam kaos yang ia pakai. Posisi mereka yang berhadapan, membuat North berkali-kali hilang fokus. Terutama pada bibir ranum Belvina yang tak henti mengoceh.

"Ih kok bisa keras ya?"

North menjatuhkan kedua tangannya pada pinggang Belvina yang terbuka. Memastikan agar gadis itu tidak jatuh di sela-sela pergerakan lincah-nya.

Damn, He's Hot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang