Rumah - Salma Salsabil
"I hate him. But, he's my home. My brother, my crush, and my love."
-Belvina-
***
Senyum sumringah Belvina hilang begitu saja saat menemukan Tomas, yang kata North tengah tepar atau tak sadarkan diri, malah duduk dengan tegak. Berbincang dengan satu sosok laki-laki dengan punggung tegap, terlihat kekar. Belvina yang masih berada dalam gendongan North, menepuk pelan punggung North."Gue mau turun." Belvina bergegas bercermin lewat cermin kecil yang selalu ia bawa. Memeriksa penampilannya. Bibir gadis itu dimanyun-manyunkan, memeriksa apakah bibirnya masih terlihat sexy atau tidak.
"Masih cantik gak?"North mendengus.
"Mau ngapain?" tanyanya lelah dengan kelakuan gadis itu yang selalu di luar nalar."Menggoda om-om." Belvina menatap North, mengedipkan sebelah matanya. Sebelum memandang ke depan dan berlenggok centil sembari mengibaskan rambut hingga mengenai wajah North yang sudah mengeras tanpa gadis itu sadari.
North menarik napasnya dalam, menekan rasa kesalnya. Belvina bahkan hanya memakai gaun satin merah setengah paha yang menunjukan kaki jenjangnya. Untung saja gadis itu membalut tubuh bagian atasnya dengan cardigan berwarna senada. Tapi tetap saja, pakaian gadis itu tak layak untuk ia pamerkan pada orang lain.
Bolehkah North menghardik Mami-nya? Ah, tentu saja tidak boleh. Namun, jika saja kelas binal sang mami tidak diadakan dan diikuti oleh Belvina. Belvina tidak akan secentil dan sebinal itu. Usianya bahkan belum pantas. Mami-nya memang sangat keterlaluan.
Dan lagi, sejak kapan gadis itu menyukai om-om? Bukan selera Belvina sekali.
Mengenyahkan rasa kesalnya, North pada akhirnya melangkah mendekat pada Belvina yang sudah terduduk manis di kursi sebelah laki-laki yang gadis itu incar.
North memposisikan diri di sebelah Belvina, menarik sebuah gelas lalu meminta seorang barista mengisinya dengan vodka. Sembari menyesap minumannya, North memiringkan pandangan. Memperhatikan dalam diam tingkah Belvina yang kini tengah berdehem mencari perhatian di tengah perbincangan serius dua pria dewasa itu, yang untung saja membahas hal-hal yang cukup aman untuk Belvina dengarkan.
Setelah mendapatkan atensi yang Belvina inginkan. Ia menolehkan kepalanya, menatap pria matang yang sialnya lebih tampan dari Tomas itu dengan kerjapan cepat. Senyuman bertengger di wajahnya saat mengingat Dere. Pria yang berada di depan matanya itu tipe Dere sekali, seperti Masimo. Bedanya rahang pria matang tersebut terbebas dari lebatnya rambut.
"Oh, Belvina?"
Belvina memiringkan kepalanya. Bagaimana pria itu mengenal dirinya?
"You know me?"Senyuman pria itu terlihat ramah. Dia terkekeh pelan. Belvina terpaku atas suaranya yang terdengar serak-serak menarik. Belvina kemudian menjatuhkan pandangannya pada lengan kekar pria itu yang terbuka karena kemejanya tergulung hingga siku. Ada tato salib di sepanjang lengannya. Belvina pernah melihat pria dengan tato yang sama persis beberapa kali, meski tak cukup jelas.
"Saya dari Indo, by the way. Nama saya Bali." Belvina mendongak, menerima uluran tangan pria matang yang mengaku bernama Bali itu dengan senyum di wajahnya.
"Nama yang unik. Dari Bali?" tanya Belvina yang dibalas anggukan dari pria itu.
"Darimana Om Bali mengenal saya?""Dari siapa lagi kalau bukan dari Tomas?" Bali menunjuk Tomas yang berada di sebelahnya, yang menunjukan wajah angkuh nan jengah. Terlihat tak suka akan kehadirannya. Namun, peduli setan. Kalau dipikir-pikir Belvina sangat berhak melakukan apapun di sini. Dia putri di rumah ini, walaupun perannya menjadi putri yang terbuang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn, He's Hot!
Teen Fiction18+, be wise guys! Di mata Belvina, North itu menyebalkan, jahil, dan overprotective. Maka dengan ketiga pandangan itu Belvina melabeli North sebagai musuh besar yang harus selalu ia recoki tiap hari. Hingga Belvina menemukan North bertelanjang da...