3.

12.6K 473 6
                                    

Tidak ada paksaan dari North agar Belvina mengikuti langkah pria itu untuk memasuki rumahnya. Namun Belvina yang sadar diri, mengikuti North yang tengah dilanda amarah, bukannya pulang kerumah gadis itu sendiri yang berada di sebelah rumah North. Untungnya, kedua orang tua North tidak di rumah. Jadi jika mereka membahas kesalahan Belvina tadi, Belvina tidak harus menanggung kemarahan dan kekecewaan dari keduanya, yaitu Papi dan Mami North yang telah ia anggap lebih dari sekedar tetangga baik, meski North tetap ia anggap sebagai musuh.

"North gue minta maaf. Jangan bilang ke Mami Papi dong." Belvina merengek, jemarinya mencubit kecil lengan kemeja North, berharap North sedikit memberinya belas kasihan.
Andai bukan karena takut diadukan, Belvina mana mau sebegininya meminta maaf? Tidak sudi.

"Duduk," titah North yang dengan cepat gadis itu patuhi.

Belvina duduk anteng di sofa ruang baca milik pria itu yang begitu sering ia tempati untuk sekedar bersantai atau tidur. Menatapi pungung North yang tengah membuka lemari dan mengambil kotak P3K dari sana.

"Mana kakinya?" North mendudukkan diri di sampingnya, meletakkan kotak yang ia ambil di sisi kiri pria itu.

Belvina dengan segera menjulurkan kedua kakinya dan meletakkannya di atas pangkuan North.
"Kita masih musuh kan?"

North tak menjawab, tangannya dengan cekatan membersihkan luka di kedua tumit gadis itu lantas membalurinya dengan salep luka. Gadis keras kepala itu tidak pernah mau mendengarkan pendapat North barang sekalipun, sudah tahu kakinya pegal, Belvina malah nekat memakai high heels yang bahkan melukai tumitnya.

"Kompas! Jangan diem, dong! Kita harus terus jadi musuh. Ayo damai!" Rengek Belvina. Gadis itu tak menolak kala North menempelkan koyo di kedua kakinya. Matanya sibuk menatap wajah North yang belum menampakkan raut angkuh dan menyebalkan.

Rautnya sekarang seperti robot, kaku sekali. Belvina jadi takut sendiri jika North benar-benar menjadi robot saking marahnya.
"Wajah lo ganteng nanti kalo diem gitu! Najis banget! Gue terbiasa lihat wajah lo yang jelek, makanya ayo damai. Biar lo gak ganteng! Nanti yang jadi musuh gue siapa?"

Musuh? Pikiran absurd Belvina selalu membuat North tak habis pikir. Musuh mana yang mengajak damai agar tetap menjadi musuh? Hanya Belvina, gadis gila yang gemar sekali menganggu ketenangan hidupnya, yang bisa memiliki pikiran aneh tersebut.

"Damai itu buat orang yang berteman," ucap North kemudian kala dirinya sudah tak tahan saat Belvina terus menerus menarik kemejanya hingga membuatnya sedikit tercekik.
"Kita musuhan, seperti kata lo."

Belvina mencebik, menurunkan kakinya. Lalu menyandar pada sandaran sofa.
"Terserah gue. Pokoknya lo harus tetap jadi musuh gue biar cowok-cowok ganteng itu gak pada ngajakin pacaran dulu. Kalo kita gak jadi musuh, lo pasti bakal ngerestuin gue sama siapa aja. Kata Mami kita harus tetep musuhan sampe gue ketemu jodoh gue."

North mendengus.
"Terus buat apa lo centil sana-sini, minta nomor sana-sini kalo ga mau pacaran sama mereka?"

Belvina nampak berpikir, sebelum berkata dengan nada sewot andalannya.
"Disuruh Mami lo. Buat uji coba gitu katanya, jadi gue harus deketin banyak cowok ganteng. Biar bisa nemu mana tipe cowok yang mau gue jadiin jodoh dan mana yang harus gue hindarin. Emang elo! Gak ada usahanya sama sekali! Aduh bahaya banget! Elo belok ya jangan-jangan?!"

Hasutan Mami-nya memang sangat membahayakan. Dan lagi, pikiran berlebih Belvina ternyata juga sangat membahayakan kewarasannya. Bisa-bisa North benar-benar gila kalau terus menerus menghadapi kelakuan random keduanya.

"Sana pulang," usirnya.

"Gak mau ah, mager."

"Terserah," ujarnya dingin. Sengaja, agar Belvina menganggapnya benar-benar marah. Kalau ia tidak marah, Belvina akan terus mengeyel. Melupakan kesehatannya yang seharusnya menjadi prioritas utama. Masalahnya jika Belvina sakit, North adalah orang pertama yang akan dimarahi oleh Maminya.

Damn, He's Hot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang