"Kemarin malam security komplek kasih ini, katanya tukang jambret udah ditangkap dan waktu mereka cek di CCTV ternyata korbannya keluar dari rumah gua. Gua pikir lu butuh banget barang ini. Karena jam 8 gua ada urusan lain sampai entah jam berapa, dan besok juga belum tentu bisa, makanya gua dateng subuh." Faaz nyengir memamerkan gigi rapihnya.
Aku tersentak, ternyata pendapatku tentang Faaz tidak sepenuhnya benar. Memang dia pecicilan, ngeselin, aneh, tapi dibalik itu dia perhatian dan tulus, walau dengan cara yang tidak biasa.
"Sekarang boleh minta gula? Gua sukanya teh manis." Pintanya sambil merajuk.
"Lo cari sendiri didalam." Ujarku enggan untuk beranjak. Masih bergelut dengan ikatan kantong plastik yang diberikan Faaz. Isinya memang tas, uang dan handphone yang kemarin hilang.
"Rumah ini kaya familiar, apa gua pernah kesini ya? lu disini tinggal berdua?"
"Yup, sementara, minggu depan gua balik."
"Kemana?"
"Vientiane"
"Kenapa? Ga betah disini?"
"Gak ada yang bisa gua lakukan disini. At least disana gua punya pekerjaan, teman,..." aku terdiam setelah menyadari hanya dua hal itu saja ternyata yang tertinggal disana.
"Udah lama disana?"
"Mmm sejak lulus tk, sekitar 13 tahun."
"Lama banget, tapi bahasa Indonesia lu masih lancar."
"Kalau di rumah kan tetap pakai bahasa."
"Bahasa disana kaya gimana?"
"Nama bahasanya Lao, mirip bahasa thailand."
"Coba bahasa lao nya saya suka apa?"
"Khony mak."
"Kamu?"
"Chao."
"Kalo digabung"
"Luam kan"
"Kok beda, nggak gitu konsepnya. Maksudnya bahasa Lao saya suka kamu."
"Nggak mau, gua udah tau maksud lo, hahaha." Obrolan mulai mencair dan Faaz ikut tertawa.
"Dari sekian banyak negara, kenapa Laos?"
"Karena disana poligami ilegal, jadi Bunda pilih Laos biar ayah gak kawin lagi."
"ooo" mulut Faaz membulat
"Haha gak lah, ayah mah setia. Keluarga gua pemasok alat pertanian. Laos itu salah satu negara agraris yang perkembangannya terus meningkat. Prospeknya masih bagus." Jelasku pada Faaz
"Di Laos ada Agromafia kaya di Itali gak? mereka memonopoli produk pertanian bahkan memalsukan dan bikin produk pertanian kw." Faaz mengungkapkan salah satu fun fact-nya.
"Kayanya nggak ada, soalnya semua udah diatur pemerintah."
"Penghasilan agromafia bisa tiga kali lipat dari penjualan kokain, parah sih."
"Di sini ada ga? kalau ada parah banget. Udah petani makin berkurang, lahan makin dikit, tambah mafia pula."
"Iya lagi, produk pertanian langka, terus harganya bakalan mahal"
"Menurut lu ada nggak petani yang minta anaknya jadi petani juga? Atau ada nggak anak-anak yang punya cita-cita jadi petani?"
"Kayanya nggak ada. Paling disuruh sekolah yang tinggi biar jadi TNI, guru, profesor, dll."
"Kenapa coba?" Tanyaku lagi
"Petani jarang banget yang kaya."
"Nah, petani dianggap profesi yang tidak menjanjikan. Padahal di era terdahulu petani pernah mencapai puncak kemakmuran. Faktanya beberapa profesi seperti guru honorer, pegawai toko atau rumah makan, gajinya dibawah penghasilan petani."
"Kalau gitu berarti penyebabnya lebih ke mentalitas orang-orangnya. Bener nggak?"
"Iya, sama dukungan dari pemerintah juga. Misal kaya subsidi, peningkatan keterampilan petani, tata niaganya juga."
"Apa gua jadi petani aja ya?"
"Yakin? Bisa kok, coba di rumah dulu aja pake metode aeroponik, lebih efisien. Ada forumnya, lu bisa belajar dan beli alat-alatnya disitu."
"Gimana kalo lu aja yang ngajarin gua?" Faaz mengeluarkan jurus andalannya, tersenyum. Wajahnya tampak sangat tampan dan manis secara bersamaan disinari matahari yang mulai meninggi di ufuk timur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
RomanceApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...