"Damn Nei! Selama ini kamu gak pernah cerita sedikitpun."
"Awalnya aku mau cerita, tapi kondisi kamu dulu gak memungkinkan. "
"Lalu sekarang? Tunggu orang lain bocorkan kaya gini baru mau ngaku. Maksud kamu apa?"
"Aku sewa jasanya cuma ingin tahu kabar kamu."
"Jadi kamu selama ini pura-pura gak tahu aku?"
"Bukan begitu, yang aku tahu Faazri Alfath dan yang aku minta selidiki juga Faazri Alfath, bukan sosok Faaz."
"Apa bedanya? Acting kamu bagus Nei, kamu harusnya jadi pemain watak. Jangan-jangan apa yang dibilang orang ini semua benar. Kamu nggak ada bedanya sama orang-orang serakah yang cuma manfaatin aku. Kamu mau apa Nei? Cinta, uang, ketenaran, aku bisa beri kamu semuanya Nei, tapi jangan pernah bohongin aku."
Air mataku menggenang, menanti satu kedipan untuk jatuh. Aku merasakan apa yang Faaz rasakan saat ini. Pastinya dia merasa dikhianati. Aku menyesal, sungguh.
"Aku salah, aku kira hal ini bukan hal yang besar dan tidak masalah buat kamu."
"Untuk kamu mungkin sepele. Satu kebohongan cukup untuk mempertanyakan semua kebenaran. Hubungan macam apa yang diawali dengan kebohongan."
"Maaf Faaz, apa yang harus aku lakukan supaya kamu maafkan aku?"
"Jangan pernah menampakan diri di hadapan aku lagi." Kalimat penuh emosi ini yang terakhir kali kudengar dari mulut Faaz hari itu, atau mungkin untuk selamanya.
"Faaz...." Kata kataku tertahan dengan isyarat tangan yang menyuruh aku diam.
Tubuhku kaku untuk sesaat, berusaha mencerna apa yang terjadi. Aku melangkah gontai mengambil ransel dan mulai memasukkan beberapa baju ditumpukan teratas dan sebuah pouch yang akupun lupa isinya apa.
Aku mendekati Faaz, hendak menyentuh pundaknya namun kuurungkan dan pada akhirnya hanya bisa melihat punggungnya. Ingin rasanya aku berpamitan dengan layak. Tapi ucapan terakhirnya sudah tertanam didiriku, jadi aku melangkah keluar dari situ tanpa sepatah katapun.
Aku tidak mengerti apa yang kurasakan. Sakitnya berbeda dengan saat aku kehilangan orang-orang yang aku cintai sebelumnya. Yang ini lebih menyakitkan, lebih dalam menusuk nurani.
Apa yang salah denganku? aku tidak mengatakan tentang satu hal bahwa aku sudah mengenal Faaz sebelumnya. Selain itu aku tulus dan jujur mencintainya.
Orang bilang level tertinggi dari mencintai sesungguhnya adalah dengan mengikhlaskannya. Aku benci kata-kata itu! Jika saling mencintai seharusnya saling memperjuangkan.
Beberapa menit lalu aku masih jatuh cinta setiap kali aku melihatnya. Sekarang aku harus mempersiapkan hati untuk hancur berulang kali setiap aku merindukannya. Layakkah kecintaan yang berlebih dan membabibuta ditujukan kepada manusia? Mungkin semesta tak menyukainya.
Selama ini aku tidak pernah berharap banyak darinya yang menjadi asa kehidupanku. Kukira takdirku adalah bersamanya. Seperti bulan mengitari bumi, hanya mengikuti kemanapun dia pergi, mengikuti apapun yang dia inginkan. Tanpa syarat.
Tapi bahkan harapan itupun hilang dan menjadi sumber rasa sakitku. Sakitnya membuatku hampa, sehingga menangis pun rasanya tidak berguna. Cahaya dihatiku berpendar dan semakin pudar. Jiwaku perlahan mati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
रोमांसApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...