Sekarang aku tinggal seorang diri di apartement milik Faaz yang berada di pusat kota. Sangat nyaman, terdiri dari dua kamar dengan fasilitas lengkap. Faaz memberiku kamar dengan view menghadap kolam renang. Awalnya aku bermaksud mencari tempat kost, tetapi Faaz menyarankan untuk menempati apartement ini karena jarang dipakai. Lebih tepatnya setelah selesai mengikuti tour sebulan yang lalu. akhirnya aku pindah kemari.
Konsernya berlangsung lancar, tiket sold out disemua kota. Pengalaman baru yang sangat menyenangkan untukku, terlebih lagi hampir sepanjang waktu bisa bersama Faaz.
Jika bukan karena dukungan Faaz, mungkin aku masih terpuruk dan sulit mengatasi trauma. Act of service yang Faaz berikan untukku lebih dari sebelumnya. Sedangkan disisi lain dia harus fokus dengan pekerjaannya juga. Hal itu membuatku semakin mengaguminya.
Diatas panggung Faaz selalu menyempatkan untuk mengalihkan pandangannya kearahku, sekedar untuk mengetahui keberadaanku di side wing. Kemanapun dia pergi, dia selalu mengikutsertakanku, sehingga aku tidak pernah merasa kesepian. Bahkan sesekali kami menyempatkan diri untuk mengeksplor makanan khas dan tempat ikonik di masing-masing kota. Aku sangat membutuhkan semua itu untuk memulihkan energi positif baik fisik dan mental.
Masalah antara Om Tanu dan aku sudah terselesaikan dengan damai dan aku mendapat kompensasi dari proyek terakhir yang kukerjakan. Nilainya cukup untuk kebutuhan hidup dan kuliahku hingga lulus. Mungkin jika aku mengirit akan cukup juga untuk bisa backpacker ke beberapa destinasi yang sudah masuk bucket list.
Beberapa minggu ini aku mulai mencari informasi tentang beberapa perguruan tinggi yang berkualitas dan setelah melakukan beberapa pertimbangan, seperti prestise, biaya dan lingkungannya, aku merasa cocok dengan salah satu kampus yang terletak di kota Yogyakarta.
Suasananya hampir mirip seperti Vientiane, sehingga aku tidak akan terlalu sulit untuk beradaptasi. Sebenarnya yang kukhawatirkan adalah bagaimana aku membiasakan diri untuk kembali berjauhan dengan Faaz.
Bel berbunyi, sepertinya itu kak Mala, Faaz menitipkan beberapa buku miliknya untuk kubaca.
"Masuk kak. Mau teh?" Aku membukakan pintu dan menawarkan teh andalanku.
"Mau dong, yang dingin. Gila panas banget diluar." Kak Mala menyimpan barang bawaannya di atas meja. Satu tas berisi buku-buku dan satu lagi kardus berukuran sedang tampak seperti paket.
"Oke, kebetulan ada stok yang dingin. Eh box apa itu?"
"Gak tau, gua liat didepan pintu jadi sekalian bawa masuk, tulisannya buat lu Nei." Jawab Kak Mala seraya melihat tulisan di box itu.
"Perasaan aku nggak order apa-apa." Aku duduk disamping kak Mala dan mengeluarkan buku dari tas yang dibawanya.
"Bukunya dipilih dulu aja, tadi gua asal bawa yang ada di meja."
"Bacaannya agak berat ya?"
"Dia mah random, kadang politik, biografi, kadang tanaman atau novel."
"Politik aku skip aja deh." Kataku sambil memilah buku yang akan kubaca. Ada enam buku yang akan kusimpan dan dua buku yang akan kukembalikan untuk dibawa lagi oleh kak Mala.
Aku mengambil paket dan membukanya. Kulihat ada sebuah benda yang dibungkus kain putih yang diikat di bagian atas dan bawahnya seperti bungkus permen.
"Astagfirullah. Kak, apaan ini?" Aku menjatuhkan box itu.
Kak Mala mengambilnya "Sini gua yang buka, lu videoin."
Aku segera mengarahkan camera handphone ke bungkusan yang sedang dilucuti ikatannya oleh Kak Mala.
"Buset, parah banget ini." Ujar kak Mala setengah berteriak. Bungkusan itu berisi bangkai burung tanpa kepala dengan darah yang mulai kecoklatan.
Aku hanya bisa terdiam. Barang macam apa ini? Tampak menyeramkan dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seseorang dengan teganya menggorok seekor burung dan memberikannya kepada orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
RomansaApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...