Pagi ini aku sudah bersiap, jam tujuh Faaz akan menjemputku. Dia akan mengajakku berjalan-jalan. Tentu saja kuiyakan, selama disini tidak kemana-mana, hanya ke makam, rumah Faaz dan tenda mas Seto.
Klakson berbunyi pertanda Faaz sudah tiba, kulihat jam sekarang 06:50, sedikit lebih cepat.
Aku berpamitan kepada Mbak Sum, dia ikut mengantarku ke depan, kurasa ingin bertemu Faaz.
"Bang Faaz maennya sekalian yang jauh. Kasian si non belom kemana-mana selama disini." Ujarnya setelah aku naik mobilnya.
"Siap Mbak, Nei saya pinjem dulu." ujar Faaz dari balik kemudi.
"Emangnya buku dipinjem." Aku cemberut
"Hari ini kita jalan-jalan pake mobil aja ya, menurut prakiraan cuaca bakal hujan." Faaz mulai mengendarai Jeepnya.
Sepanjang jalan aku menikmati kota metropolitan yang sudah lama tidak kujumpai di Laos. Bahkan di ibukota Laos, Vientiane, gedung-gedungnya nampak sederhana seperti kota kecil di Indonesia.
Setelah perjalanan kurang dari 1 jam, kami memasuki sebuah kawasan. Seperti kota mandiri karena memiliki tema tersendiri, lebih tertata, berbeda dengan jalan-jalan yang kutemui sebelumnya.
"Mau kejutan ga?" Tanyanya konyol
"Yah bukan kejutan kalau nanya dulu."
"Bentar lagi lu ..." kalimatnya terpotong
"Whuaaa, laut, Faaz, seumur-umur gua baru liat laut, indah banget." Aku takjub melihat air berwarna biru sejauh mata memandang.
Kubuka jendela, angin menerpa wajahku. "Aromanya beda, khas banget."
"Ini mah bau anyir ikan, soalnya barusan kita lewatin tempat pelelangan ikan hahaa." Kami berdua pun tertawa.
Mobil berhenti diatas hamparan luas pasir putih. Masih sepi, hanya ada 5 orang lainnya di pantai ini. Aku segera turun dan berlari menyambut ombak yang berkejaran. Kulepas sepatu untuk merasakan pasir yang tergerus air laut dibawah kakiku.
Faaz menghampiri, sesekali tersenyum melihat tingkahku saat berlarian menghindari ombak yang cukup besar.
"Makasih ya Faaz, gua seneng banget" Senyumku tak henti mengembang. Faaz hanya mengangguk membalas senyumanku.
"Yuk kita lanjut ke dermaga, sebentar lagi kapalnya mau berangkat. Main airnya nanti diterusin disana." Aku menjinjing sepatu dan mengikutinya.
Faaz berbincang dengan anak buah kapal dan tidak lama kemudian kami dipersilahkan untuk naik kapal yacht. Aku berusaha bersikap biasa saja, padahal dalam hatiku senang bukan kepalang.
Setelah nakhoda memberikan arahan dan apa saja yang tidak boleh kami lakukan selama diperjalanan, akhirnya kapal mulai bergerak.
Kulihat Faaz terdiam, tampak cemas dan gelisah lalu terpejam. Aku meraih tangannya yang mengepal berusaha menenangkannya. Matanya terbuka "gak apa-apa." Ujarnya pada dirinya sendiri lalu menatapku.
"Are you oke, Faaz? Kita bisa balik lagi ke pantai kalau kamu gak nyaman." Aku mulai khawatir.
"I'm Oke Nei. Eh gua punya fun fact" tiba-tiba dia beralih ke percakapan randomnya "Penghasil oksigen terbesar itu bukan tumbuhan, tapi lautan, bahkan sampai lebih dari 70 persen."
"Masa sih? Oia gua juga punya. Laos itu nggak punya laut." aku sengaja memberi umpan supaya kecemasannya teralihkan.
"Menurut lo, alasan apa yang bikin gua ngajak lu ke laut? Gua kan udah riset. Tapi aneh juga, nggak punya laut tapi bisa ada 4000 pulau."
Dan seperti yang kuduga percakapan berlanjut membuat kami lebih menikmati perjalanan menuju tempat yang akupun belum mengetahuinya.
Sekitar 1.5 jam diatas yacht, akhirnya kami tiba di sebuah pulau yang sangat indah. Pasirnya lebih bersih dan halus, perairannya dangkal jernih berwana hijau kebiruan. Ikan-ikan kecil berwarna warni tampak jelas bermain disela terumbu karang.
Pulau ini seperti pulau pribadi, hanya ada satu hotel disini, pengunjungnya pun tidak banyak.
Setelah istirahat kami berkeliling untuk mengeksplor pulau indah ini. Hingga tidak terasa diwaktu matahari tenggelam, kami duduk dibibir pantai, tertegun menikmati indahnya lukisan alam.
"Dan akhirnya
Surya pun berlabuh dipelukan senja
Menarik diri di akhir hari
Melepas rindu yang tak terucap"
Faaz bergumam, terasa pilu. Kupandang dia, matanya sendu, nanar menatap langit dan ombak didepannya.
Isi kepala kami riuh dengan pikiran masing-masing, dengan sosok yang kami rindukan. Aku yang rindu ayah dan bunda. Dan Faaz, entahlah untuk siapa dia menggumamkan puisi itu.
Hari mulai gelap, waktunya untuk pulang. Namun, pengurus pulau mengabarkan kalau yacht tidak bisa berlayar karena akan ada badai.
"Gimana?" Faaz menyerahkan keputusan kepadaku. Karena untuknya tidak ada masalah jika harus menginap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
RomanceApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...