Part 13

10 2 0
                                    


"Gak boleh. Atleast sampai sabtu ini Nei, please..." Faaz memohon kepadaku dengan wajah memelas.

"Maaf, gua enggak bisa. Ada masalah disana. Orang kepercayaan gua ternyata korupsi. Gua baru dapat laporan dari finance, ada yang janggal sama laporan semester ini." Aku menjelaskan sesingkat mungkin sambil mengelus rambutnya. Faaz menunduk.

"Gua terbiasa ada lu disamping gua Nei. Gua butuh lu."

"Lu pasti bisa Faaz, gua yakin itu." Aku mengangkat dagunya perlahan.

"Hmm, oke. Besok gua antar lu ke Bandara, jam berapa?" Faaz akhirnya mengalah.

"Jam ...."

Baru saja aku hendak menjawab, dering telepon milik Faaz berbunyi. Dia memberi isyarat memintaku menunggu selagi dia menerima telepon.

"Gua lupa, jam 5 ada press conference, pokoknya kamu harus temenin gua."

"oke" jawabku singkat.

"Gua mandi, lu pilihin baju" Faaz menaiki anak tangga dan aku mengikutinya ke kamar di lantai dua.

Untuk pertama kalinya aku masuk kamarnya. Masih bernuansa monochrome dipadukan furniture kayu dengan warna yang hangat, minimalis, manly, aku suka penataannya.

Sebuah gambar sketsa wajah Faaz yang besar menutupi dinding diatas headboard berwarna abu. Disisi kiri terdapat lemari pakaian besar, tertata rapi dipisahkan antara baju nonformal dan formal, sepatu, aksesoris. Disudut lain ada lemari yang lebih besar tetapi masih kosong.

Kupilihkan kaos polos v-shape dan blazer hitam yang ukurannya pas, dipadukan celana jeans agar tetap casual.

Di bagian aksesories, berjajar jam yang masih lengkap dengan boxnya. Kubuka satu persatu dan menemukan sebuah notes yang bertuliskan 'You are my moon and stars, with love Kania'.

Kurasa aku tahu siapa Kania, artis yang sangat cantik, tinggi, putih, dengan rambut Panjang. Beberapa kali dipasangkan dengan Faaz di berbagai project. Fans juga selalu menjodohkan mereka, setia menunggu kapal mereka berlayar. Kupilih jam itu dan mengembalikan notesnya ke tempat semula.

Aku mengetuk pintu toilet, tidak kusangka Faaz membuka pintunya sedikit hingga kepalanya bisa muncul dibalik pintu dengan busa shampoo menutupi wajahnya.

"Gua tunggu dibawah, semuanya udah disiapin diatas kasur."

Faaz menjawab dengan mengacungkan jempolnya.

Tak lama kemudian dia sudah turun "Bagus juga pilihan lo."

"Jamnya diganti?"

"Lebih suka yang ini."

"Blazernya kayanya bagus di kancingin deh." Aku menghampirinya mengkancingkan blazer. Agak susah terhalang perut yang buncit, kutarik lebih kencang hingga Faaz tertarik kearahku. Sangat dekat, hidungku bertabrakan dengan dadanya. Wangi sekali, aromanya membuatku betah berlama-lama diposisi ini.


Harus Ku MilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang