Aku berjalan gontai menyusuri garbarata. Setelah sempat berganti pesawat di Bangkok menuju Jakarta, akhirnya aku tiba saat tengah malam. Bandara tampak lengang, yang kupikirkan hanya segera bertemu Faaz sebelum aku kehabisan tenaga. Bukan lelah, hanya saja sekujur badanku terasa lunglai.
Untunglah tidak sulit menemukannya, aku bergegas menghampirinya dengan sisa tenaga yg kupunya dan memeluknya. Faaz menyambut pelukanku dan air mataku jatuh tak tertahan lagi. Hanya saat bersamanya aku bisa meluapkan apa yang sedang kurasakan.
Faaz menjemputku tanpa tahu alasanku ada disini. Raut wajahnya tampak khawatir sekali melihat keadaanku. Sesuatu telah terjadi kepadaku tapi aku belum siap untuk mengatakannya. "Faaz, aku belum bisa cerita sekarang"
"it's oke, yang penting kamu tenang dulu. Kamu nginep di rumah aja malam ini."
"Kalau kamu mau, aku bisa nemenin Neira sekalian kerjain persiapan tour." usul kak Mala, asisten Faaz, sambil menyetir.
"Oke Mal, nginep aja." Faaz mengiyakan usulnya.
Setelah membersihkan diri, aku meminum obat yang diberikan kak Mala. Dia khawatir karena aku tampak sangat gelisah dan cemas. Ternyata obat itu membuatku tertidur pulas dan pagi ini badanku terasa lebih segar dan bisa berfikir lebih jernih.
Hal pertama yang kulakukan adalah mengecek handphone, ada email yang masuk berisi link sebuah file. Kemarin aku meminta orang IT di perusahaan untuk mengirimkan rekaman kamera cctv kantor. Segera kuklik untuk melihatnya, isinya sesuai dengan yang kuminta. Tidak lupa aku mengirimkan link itu kepada Om Tanu supaya dia tahu perbuatan bejat anaknya. Tidak lama setelah terkirim, Om Tanu meneleponku.
"Neira, Om tidak membenarkan apa yang dilakukan Yoga kepada kamu tapi Om minta kamu tidak melaporkannya kepada polisi. Kamu minta apa sebagai gantinya?". Suara arogan Om Tanu terdengar di sebrang sana. Alih-alih memperhatikan keadaanku setelah kejadian itu, beliau malah menawarkan materi. Menganggap semua masalah bisa diselesaikan dengan uang.
"Saya hanya ingin hak saya. Saya tidak bisa tinggal di Vientiane lagi, saya merasa tidak aman tinggal disana." Jawabku dengan suara bergetar menahan emosi. Pengalaman buruk itu membuatku trauma, benar-benar tidak bisa lagi kembali kesana, sedangkan semua yang kumiliki sudah kutinggalkan disana.
"Oke, Om akan telepon kamu lagi nanti." sambungan telepon pun ditutup. Aku mengikuti alur yang ditawarkan olehnya. Karena akan sangat sia-sia dan menghabiskan energi jika harus berdebat dengan orang seperti Om Tanu. Beliau tidak akan mengerti apa yang aku rasakan saat ini.
Seseorang mengetuk pintu, Faaz masuk dan menghampiriku. "Gimana tidurnya nyenyak?"
Aku mengangguk. "Faaz, kurasa kamu harus lihat ini." Aku memberikan handphoneku kepadanya.
Faaz memperhatikannya dengan sangat serius. Rekaman berisi kejadian kemarin sore saat Yoga berusaha merudapaksa aku. Untunglah aku masih bisa menendang alat vitalnya dan berusaha melepaskan diri. Tanpa pikir panjang aku berkemas seadanya untuk pergi ke bandara dan disinilah aku berada sekarang.
"Anj***! Aku udah feeling dia orang nggak bener. Kamu terluka? Mau ke dokter?"
"Aku nggak apa-apa, masih syok tapi sudah lebih baik." Aku menunduk dan menutup wajahku dengan kedua tangan.
"Ini nggak bisa didiemin. Aku telepon pengacara."
"Beri aku waktu untuk pulih dulu ya."
"Oke Nei, kita bicarakan lagi nanti." Faaz menghela napas.
Belumlah hal ini selesai kami bahas, Kak Mala memasuki kamar sambil menunjuk jendela.
"Faaz, banyak wartawan diluar." Faaz bangkit dan mengintip keadaan diluar. Sekitar 7 orang, beberapa diantaranya memegang kamera.
"Apa lagi ini? udah cek di internet?"
Kak mala mulai menggulir hpnya, aku penasaran dan ikut mencari penyebabnya.
"Gua rasa gara-gara ini." Kak Mala memperlihatkan video di layar hp.

KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
RomanceApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...