Setelah mengendara sekitar 15 menit kutemukan kembali peradaban dan tampak atap gereja dari kejauhan. Aku berbelok ke kanan saat melihat cabang jalan.
Jalannya tidak semulus tadi, masih tanah berbatu dan berdebu. Semakin masuk, rumah semakin jarang sampai tidak ada sama sekali dan yang tersisa padang rumput yang luas.
Kulihat ada 2 orang anak berseragam merah putih lengkap dengan dasi dan topinya, bertelanjang kaki sedang sepatunya dijinjing. Sementara jalanan ini pastilah sangat panas karena matahari yang terik tanpa peneduh.
Aku tergelitik melihat pemandangan didepanku dan menghentikan motor tepat didekat mereka.
"Dek, SD Mahambala dimana?"
"Lurus terus bang."
"Oke, kenapa kalian tak pakai sepatu, tidak panas?"
"Sekolah jauh, Kalau dipakai nanti sepatu sa cepat rusak to."
Seketika hatiku terenyuh oleh jawabannya. Di tahun 2020an ternyata masih kutemui hal seperti ini di negaraku. Miris sekali, sementara diwilayah lain bergelimang modernisasi, disini masih mengkhawatirkan masalah sepatu. Seandainya aku membawa uang atau sesuatu untuk kuberikan kepada mereka.
"Ayo naik, saya antar kalian pulang." Kukesampingkan dulu cita citaku bertemu Neira sesegera mungkin.
Anak anak itu melompat kegirangan ke atas motor seperti sedang mendapatkan hadiah. Ternyata hal kecil saja sudah bisa membuat mereka senang dan apa yang mereka rasakan menular dengan cepat kehatiku.
Orang tua mereka pengrajin tenun. Sebagai tanda terima kasih telah mengantar anaknya, mereka memberiku dua gelang tenun berwarna hitam dengan motif khas Sumba. Si ibu memakaikannya di tangan kiriku, sedang yang satunya lagi ditaruhnya di dalam kepalan tanganku.
Satu hal yang aku baru tahu jika di Sumba tidak mengenal kata terima kasih. Faktanya, khusus di Provinsi NTT hampir semua daerahnya tidak mengenal kata itu dalam bahasa daerah masing-masing. Ini artinya bukan hanya Sumba saja yang tidak mengenal kata tersebut.
Mungkin alasan filosofisnya bahwa sebenarnya suatu kebaikan tidak cukup hanya dibalas dengan kata-kata. Sebuah kebaikan harus dibalas dengan kebaikan lain. Justru di balik ketiadaan kata 'terima kasih' ada warisan nilai yang sangat universal. Aku percaya nenek moyang kita menyadari hal tersebut.
Tanpa menunggu lebih lama lagi aku berpamitan melanjutkan perjalanan ke tujuanku semula. Sampai akhirnya kutemukan bangunan panjang yang sederhana berdinding kayu dengan plang bertuliskan SD INPRES MAHAMBALA di halaman depannya.
Aku berjalan sambil melihat dari kejauhan isi di dala bangunan beralas tanah itu satu persatu dari lawang pintu yang terbuka lebar. Hingga akhirnya kutemukan Neira, berdiri di depan kelas menuliskan sesuatu di papan tulis dan sesekali berinteraksi dengan murid-murid di kelas itu.
Kubiarkan dia dengan kegiatannya. Tidak akan kuganggu dia. Aku hanya ingin memandangnya, dia yang selama ini kurindukan. Jadi aku hanya berdiri disini, berteduh dibawah pohon dan menunggu.
Sekarang hatiku terasa penuh, seakan ada kekuatan magis yang mengisinya. Euforia yang sudah lama hilang akhirnya kembali lagi. Senyumku tidak berhenti mengembang hanya dengan melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
RomanceApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...