Tidak terasa sudah berjam-jam kami disini. "Pindah tempat yuk, pelayannya udah liatin mulu, kelamaan disini." Ajak Faaz kepadaku.
"Wait, pake sunscreen dulu, disini aslinya panas banget akhir-akhir ini." Aku mengeluarkan sunscreen dan mengoleskannya ke seluruh wajah dan tangan Faaz.
Aku mengajak Faaz berjalan-jalan. Terkadang kami berhenti di beberapa spot ikonik kota ini seperti Wat Sisaket, Presidential Palace dan pasar malam. Lokasi yang kami kunjungi cukup berdekatan jadi bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki.
Hari sudah malam, kami tiba di tepi sungai yang lebarnya hampir 1.5 kilometer. Sungai ini mengalir dari Tibet melalui Yunnan di China, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
"Faaz, ini sungai Mekong, sungai yang membuat Laos memiliki Shi Pan Don atau 4.000 pulau." ujarku sambil menyusuri tepian sungai.
"Oya aku ingat, jadi ini biang keladinya."
"Saat musim hujan banyak pulau yang tenggelam, tapi kalau kemarau mereka terlihat kembali. Konon, di daerah sini bola-bola bersinar sering kali terlihat naik dari permukaan air. Penduduk disini percaya kalau itu bola api naga atau lebih dikenal sebagai Naga Mekong."
"Besok kita eksplor tempat lain ya Nei, negara ini unik ternyata."
"Ayo, kebetulan besok libur 3 hari. Kamu pulang kapan?"
"Baru juga sampai udah ditanya pulang kapan."
"Sensi banget sih, lagi PMS ya? Aku nanya kan biar bisa mengira-ngira destinasi mana saja yang akan kita tuju. Auuch" aku mengaduh, sepertinya kakiku luka karena sepatu yang kupakai hari ini tidak cocok dipakai untuk berjalan jauh.
Faaz membungkuk dan membuka sepatuku. "Kaki kamu lecet. Aku cariin sepatu yang nyaman di pasar malam gimana?"
"Gak usah, nyeker aja, lagian bentar lagi juga kita pulang."
"Naik sini." Faaz memunggungiku dan memintaku naik ke punggungnya.
"Gendongnya sampai toko aja, kalo udah pake plester gak akan sakit lagi."
"Iya, sampai hotel juga aku jabanin."
"Emang mampu?
"Mampu lah, segini doang mah kecil." Faaz merasa tertantang menggendongku sambil setengah berlari.
Aku membeli plester dan koyo, tampaknya Faaz akan sakit badan setelah menggendongku kesini.
Faaz memasangkan plester di kedua belakang tumitku. Setelah selesai, Faaz bangkit baru setengahnya giliran dia meringis.
"Kenapa?"
"Pinggangku, sakit."
"Yaah, ternyata jompo, sini duduk kek. Aku udah beliin ini buat kakek." Ujarku sambil memberinya koyo yang tadi kubeli.
"Pijitin napa!"
Kupijit pinggangnya, Faaz menggeliat
"Ahaha gajadi, geli, sumpah."
"Makanya inget umur, eh lihat!" aku menunjuk ke atas langit
Cahaya kembang api mulai bermunculan. Semua orang bersorai menengadahkan kepalanya menikmati pemandangan di gelapnya malam. Kebetulan sekali, malam ini malam tahun baru Pi Mai dan pukul 00.01 Faaz berulang tahun.
"Sook-san van koed, khohai khuaam padtha na khongchao kaipen ching"
"Artinya?"
"Selamat ulang tahun, semoga apa yang kamu harapkan terwujud. Sehat dan bahagia selalu, makin pinter makin soleh, bisa naik haji sama keluarga, konsernya lancar, karirnya makin melesat, makin sayang sama aku"
"Aamiin, perasaan tadi gak sepanjang itu bahasa Lao nya haha. Kalo gak sayang ngapain nyamperin kamu hari ini biar ulang tahun aku dirayakan sama kamu dan se-Laos raya."
"Congrats, harapan pertama udah terkabul. Harapan lainnya apa?"
"Ada deeh." Faaz tersenyum dan matanya berbinar-binar.
"udah 25 tahun ya? Pantesan mulai berasa sakit pinggang haha." Tawa kami diiringi dentuman kembang api yang masih menari di langit malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harus Ku Miliki
RomanceApa jadinya jika perempuan muda yang sebatang kara dipertemukan dengan seorang idol yang sedang hiatus karena memiliki masalah kesehatan mental. Saling mengisi kekosongan dihidup mereka dan menjadikan dunia mereka lebih berwarna dan bermakna. Namun...