Part 19

8 2 0
                                        

 Aku mendorong wajah Faaz, lalu bangkit dan masuk ke dalam toilet. Bukannya munafik, aku juga ingin melakukannya dengan Faaz, tapi tidak sebelum ada ikatan resmi. Bahkan sampai saat ini kami hanya berstatus teman.

"Nei ..." Faaz menyusulku menuju pintu toilet yang sudah tertutup. 

"Maaf aku nggak bermaksud begitu. Aku janji nggak akan mengulang lagi." katanya lagi dari balik pintu.

"Kamu bisa aja kaya gitu sama cewek lain Faaz, tapi nggak sama aku." Jantungku masih berdebar kencang.

"Aku khilaf, aku janji gak akan macem-macem lagi. Percaya Nei, apalagi adik-adikku cewek semua."

Aku membuka pintu perlahan dan keluar dari toilet. Kulihat Faaz terduduk disamping pintu, lalu aku duduk disebelahnya.

"Kamu ngerti kan maksud aku? Aku gak mau hamil diluar nikah."

Faaz yang hendak menjawab pertanyaanku malah jadi tertawa. Mungkin dia pikir aku menalar terlalu jauh.

"Maksud aku kalo kita ciuman, terus dua-duanya nafsu, lanjut buka baju, buka cel ..." Faaz membekap mulutku menghentikanku berbicara lebih banyak lagi.

"Iya ngerti, hamilnya nanti aja kalo udah nikah. Kalau mau, bisa ko gak sampe hamil, tapi gak usah dikasih tau deh, mendingan tetap naif gini aja" Faaz tersenyum dengan mata yang berbinar.

"Boleh gak sih dibawa pulang cewek satu ini. Ikut pulang yuk."

"Pengen sih tapi misi aku disini belom selesai. Kan kamu tau sendiri."

"Gimana kalau dana kekurangannya pakai uang aku aja?"

"Thanks, but no thanks. Aku gak mau berhutang sama kamu. Lagipula tinggal nunggu bentar lagi, sampai proyeknya jalan."

"Ini cuma-cuma, kamu ga berhutang apapun sama aku. Sedikit banyaknya aku ada andil dari kejadian itu. Waktu kamu abis buat aku sampai akhirnya ini terjadi."

"Bukan, bukan karena kamu. Aku stay di indo karena keinginan aku sendiri. Kebetulan takdir mengarahkan aku ke kamu. Percaya sama aku, aku bisa handle ini dan bisa segera pulang." Aku menyandarkan kepalaku di bahunya dan merangkul tangan kirinya. 

"Eh, ya ampun, daritadi aurat aku kelihatan. Kamu kok gak ingetin." Aku bangkit dan buru-buru masuk kedalam toilet meninggalkan Faaz.

Baju tadi sudah hampir kering, kuganti baju Faaz dengan ini. Tak apalah keluar kamar juga pasti langsung kering, mengingat suhu diluar sampai 46 derajat celcius.

Aku kembali bercermin di kamar merapikan hijabku agar simetris, sementara Faaz menghampiri dan memakaikanku sebuah kalung dengan liontin berdesain solitaire tampak berkilau walau dengan penerangan seadanya.

"Faaz, indah banget." Ujarku sambil memainkan liontinnya.

"Kamu suka?"

"Buat aku? Dalam rangka apa?"

"Pengen aja. Boxnya aku simpan di nakas." Faaz membalikan badannya dan duduk di sofa sambil menonton tv.

"Kamu yang ulang tahun tapi malah aku yang dapat hadiah. Aku belum kasih apa-apa."

"Udah kok, waktu kamu, walau kurang lama. Mau kejutan lain gak?"

Aku duduk disebelah Faaz.

"Aku gak suka kejutan. Kejutan di hidup aku tuh traumatis. Ortu kecelakaan, Yangti meninggal, duit perusahaan dikorupsi, plot twistnya aku cuma anak angkat, hidup gak bisa ditebak."

"Sekarang kamu nggak akan sendiri lagi, ada aku." Faaz merangkul dan mengelus kepalaku.

"Aku bangga sama kamu Nei. Di usia yang masih muda, kamu kuat ditempa kehidupan yang keras. Berarti Tuhan sayang banget sama kamu, Dia mendesain kamu sedemikian rupa untuk menghadapinya."

"Soal itu aku punya role model, dia berpengalaman banget kalo masalah cobaan hidup."

"Siapa?"

"Faazri Alfath." Jawabku sambil tersenyum memandang sosok yang kukagumi disebelahku.

Kejutan lainnya kuterima, tiba-tiba Faaz mencium keningku. Terkejut pastinya, serangan datang begitu mendadak tidak memberikanku waktu untuk berstrategi.

"Kalau cium kening gak apa-apa kan? Makan yuk, lapar"

Faaz beranjak untuk bersiap-siap meninggalkanku yang masih mematung.

Harus Ku MilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang