Part 22. Senjang Rasa

329 62 15
                                    

Dua tiga ikan gurame
Semoga part ini rame

*

Paginya, Harret terbangun di ruang tamu rumah Jeha. Sementara itu, si pemilik rumah masih tidur di kamarnya karena dia tidak pernah bisa tidur di sofa, katanya sempit untuk tubuhnya yang macam gapura kabupaten.

Harret awalnya ingin tidur bersama Jeha di kamar, tapi sepupunya itu menolak keras, mendorong wajahnya hingga nyaris terperosok mencium lantai. Akhirnya Harret tidur di sofa meski kakinya harus menggantung sepanjang malam.

Dua orang itu untungnya tidak merepotkan Naka yang lagi kasmaran. Lucy juga tidak sedikitpun dihubungi. Baik Jeha maupun Harret sama-sama bertanggung jawab dengan tindakannya tanpa menyebabkan orang lain kerepotan.

Harret baru saja membuka kaleng susu Bear Brand saat nomor mamanya muncul di layar hape.

"Harret, kamu di mana?" tanya wanita itu tepat setelah Harret menjawab panggilan.

"Di rumah Jeha. Ada apa, Ma?"

"Kakek kamu masuk rumah sakit, katanya darahnya tinggi banget. Kamu semalam nggak aneh-aneh ke beliau, kan?"

Harret memijit pelipisnya yang masih terasa pening. "Seperti yang Harret lakukan biasanya, tapi semalam Jeha juga sama."

"Kalian emangnya ngapain sih?"

"Membela diri layaknya di medan perang sih. Nggak lebih," jawab Harret asal bunyi.

"Tapi kali ini kakek kamu parah loh, Ret. Sampai pingsan."

Harret mendecak. "Coba suruh dokternya cek kolesterol juga. Kemarin Harret lihat kakek makan lobster, Ma."

Mamanya terdengar menghela napas. "Kan udah Mama bilang nggak usah bar-bar. Iyain aja meski aslinya kamu nggak suka. Kakekmu makin dibantah makin keras kepala. Entar jengukin dia sama Jeha, ya. Kalian yang bikin beliau kayak gitu loh."

"Ya, kalau Jeha mau."

"Harus mau. Mama nggak mau tahu pokoknya kalian harus jengukin kakek. Mama nggak minta kalian minta maaf, tapi nongol aja sebagai bentuk kepedulian."

"Iya."

"Sini Mama mau ngomong sama Jeha."

"Dia masih tidur."

"Oh, ya sudah nanti kasih tahu aja ke dia, ya."

Harret hanya manggut-manggut. "Iya."

Selepas mandi dan hampir menghabiskan sebotol sabun Jeha, Harret pergi ke supermarket. Cowok itu ingin masak sesuatu, tapi bahan masakan di kulkas Jeha menipis jadinya memutuskan untuk belanja beberapa bahan masakan.

Awalnya, Harret ingin belanja di supermarket dekat rumah Jeha, tapi melihat parkiran tempat itu agak sempit dan mulai penuh, Harret memutuskan pergi ke supermarket lain. Agak jauh, tapi parkirannya luas tanpa takut mobil mahalnya lecet.

Namun, baru saja dia memasukan pokcoy ke troli, suara seseorang terdengar di indera pendengarannya.

"Kak Drian?"

Siapa lagi coba yang memanggilnya seperti itu kalau bukan Wilmey. Harret mau cuek, tapi Wilmey sebegitu dekat dengannya. Mau tidak mau Harret pun memutar tubuh untuk membalas sapaan Wilmey. Untungnya, cewek itu datang sendirian, juga tidak ada tanda-tanda orang kepo pada keberadaan Wilmey dan dirinya di sana.

"Sendirian aja?" tanya Wilmey sambil mendekat.

Harret hanya mengangguk lalu lanjut memasukkan paprika ke dalam troli. Dia asal saja, soalnya tidak begitu pandai memasak—malah buruk. Dia membeli pokcoy untuk direbus bersama garam lalu disiram kecap asin sementara paprika sepertinya untuk isi kulkas Jeha. Dia sendiri tidak yakin Jeha suka atau tidak, yang penting dibeli dulu.

Romantic Sequence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang