Happy reading!🤍
===
Ada yang aneh dari tingkah Arjune akhir-akhir ini.
Lelaki itu lebih banyak diam dan tidak banyak bicara. Awalnya, Jelita berpikir karena Arjune mungkin merasa gugup dengan waktu yang cepat berlalu hingga hampir sampai pada tanggal acara pertunangan mereka satu bulan lagi.
Namun, Jelita merasa tidak percaya hanya karena itu. Terlebih keterdiaman Arjune bukan hanya jadi minim komunikasi dengan Jelita, melainkan lelaki itu mulai sering pulang larut malam dari kegiatan kampus, lalu tidur lebih dulu dengan alasan kelelahan, dan setiap weekend akan pulang ke rumah orangtuanya tanpa mengajak Jelita dan meninggalkannya sendirian di apartemen.
Jelita tidak memprotes sama sekali, tidak bertanya apa pun tentang kejanggalan tersebut. Dia mencoba mengerti usai menyadari bahwa hal ini mungkin biasa terjadi pada lelaki yang sedang mengalami kegugupan ketika hendak memiliki acara penting dalam hidupnya.
Sayangnya, Jelita tidak bisa sabar lebih lama karena semakin hari, perasaannya tidak keruan. Apalagi ada beberapa masalah yang terjadi dengan vendor acara pertunangannya, yang tentu saja dalam keadaan kacau ini, Jelita butuh bantuan dari Arjune.
Vendor yang bertanggung jawab atas dekorasi venue pertunangannya dengan Arjune mendadak tidak bisa dihubungi selama hampir semingguan ini. Nomornya tidak aktif, bahkan akun sosial medianya mendadak mati dan kolom komentarnya dinonaktifkan.
Jelita stress. Dia paham betul bahwa ini adalah tanda bahwa vendor pilihannya tidak dapat dipercaya dan tidak bisa diharapkan.
Jelita belum bercerita pada bunda Arjune, dia masih menyimpannya sendiri karena ingin menyelesaikan semuanya dengan mendapat solusi yang tidak mengecewakan siapa pun, terutama bunda Arjune yang sudah banyak membantu dan menantikan momen ini.
Semua perasaan kalut, takut, sesak, dan bingung bercampur menjadi satu. Dia sampai tidak nafsu makan karena memikirkan masalah ini sendirian.
Selama hampir 15 menit, Jelita juga sibuk menghubungi Arjune terus-terusan, dia butuh berbicara dengan lelaki itu tidak peduli dengan keadaan canggung mereka beberapa waktu terakhir ini. Mungkin, Jelita tidak akan menahannya lagi, kalau bisa, dia akan memaki-maki Arjune jika lelaki itu masih bersikap seperti ini.
Intinya, Jelita sudah kehilangan kesabaran.
"Angkat, June, angkat. Kamu di mana, sih?" Jelita sampai menggigit bibir kesal dan hampir menangis ketika teleponnya masih belum diangkat. Matanya mengabur karena air mata yang menggenang sampai penglihatannya pada layar ponsel tidak jelas.
Usai berusaha menelepon hingga ke-delapan kalinya, akhirnya, sambungan telepon itu terhubung.
"Halo."
Suara Arjune terdengar dari seberang sana dan membuat dada Jelita terasa sedikit lega. "Kamu di mana?" tanya Jelita tanpa basa-basi.
"Di kampus."
Jawaban itu tanpa sadar membuat tangan Jelita yang tengah memegang ponselnya mengerat. "Ngapain, sih, June? Udah mau jam enam sore. Aku tahu jadwal kuliah kamu gak sepadat itu sampai kamu harus pulang malam terus hampir tiap hari." Tanpa sadar, Jelita sudah berbicara sambil menangis. Dia tidak tahan dengan sikap Arjune yang kurang memperhatikannya, selama ini dia berusaha denial dengan perubahannya, tetapi hari ini dia ingin meledak.
Jelita sangat lelah.
"Kamu nangis?" Arjune justru tidak menanggapi omelan Jelita, lelaki itu menyadari bahwa Jelita sedang menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Love
RomanceSelama hampir empat tahun menjalin hubungan, Jelita merasa hubungannya dengan Arjune adalah hubungan yang paling normal dan sehat. Arjune adalah lelaki yang selalu menjaganya dan berusaha tidak terlibat hubungan beracun yang selalu melibatkan nafsu...