Chapter 12

871 25 1
                                    

Happy reading😘


Sampainya di Apartemen, Ghani menggandeng tangan Alina menuju ke unitnya. Alina mencoba biasa saja walau dalam hati seperti ingin meledak.

Perlakuan Ghani terhadapnya seperti seseorang yang benar-benar menyayangi kekasihnya. Dirinya jadi penasaran alasan Ghani menceraikan istrinya. Jika sikap Ghani semanis ini padanya yang belum menjadi istri bukahkah Raya seharusnya sangat beruntung.

Drrtt

Lamunan Alina buyar saat ponselnya berdering, Fariz menghubunginya? Tumben sekali, biasanya Fariz menghubunginya saat malam.

"Siapa?"tanya Ghani dengan tatapan tak suka.

"Adik saya, Fariz."jawaban Alina membuat wajah Ghani berubah seketika.

Alina segera mengangkat panggilan dari ponselnya."Iya Riz, kenapa?tumben banget telpon kakak jam segini?"

"He he he, aku ganggu kakak ya?maaf."

"Enggak kok, cuma tumben aja! Kamu apa kabar? Bude sama Pakde gimana kabarnya? Kamu gak bikin repot mereka kan?"

Ghani yang mendengar Alina menceramahi adiknya hanya terkekeh pelan sambil membuka pintu.

"Astagah sama adeknya curiga mulu! Pakde sama bude baik-baik aja. Aku cuma mau bilang sama kakak, jangan kirimin aku uang bulanan lagi ya. Kakak cukup bayar semester aku aja."

"Kamu gak dengerin kakak ya, jangan part time! Fokus kuliah aja, batu banget sih punya adek satu."pekik Alina membuat Ghani sampai tersentak.

Ghani mengusap punggung Alina lembut, sepertinya adik Alina sedang membuat masalah.

"Iiihhk, aku tuh bantuin florist Bude habis pulang kuliah dan itu cukup buat bayar kost sama uang jajan. Bude juga selalu bawain aku bekal makan siang sama malam."

"Beneran? Kalo kakak tanya sama Bude dan ternyata enggak, kakak seret kamu dari jogja ke jakarta."

"Beneran kak, udah dulu ya kak! Aku mau antar pesanan bunga punya pelanggan takut kemalaman."

"Ya udah, kamu hati-hati ya! Kalo butuh sesuatu kasih tau kakak. Titip salam juga buat pakde sama bude."Alina mematikan ponselnya lalu memasukkannya kedalam tas. Tanpa ia sadari Ghani menatapnya dengan tersenyum.

"Marah kamu buat saya takut Al."ucap Ghani.

Alina menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dirinya memang selalu kelepasan jika menyangkut adik satu-satunya itu."Pak saya mau ke toilet."pintanya dan Ghani langsung menunjuk kamarnya.

Toilet diluar sedang tidak bisa digunakan, Ghani sudah memanggil maintenance tapi lusa baru bisa diperbaiki.

Keluarnya Alina dari toilet yang ada dikamar Ghani, ia melihat sekitar kamar Ghani sebelum keluar. Terlihat rapi dan wangi khas pria itu, terdapat banyak buku dan sepertinya Ghani suka dengan nuansa putih.

"Lama banget Al, perut kamu mual lagi?"tanya Ghani lalu menghampiri Alina dan memegang perutnya.

"Enggak kok."

Ghani mengangguk lalu mengajak Alina ke meja makan, disana sudah terdapat berbagai sajian yang menggunggah selera Alina.

"Kapan bapak belinya, kok saya gak tau."

"Saya sudah pesan sebelum kita sampai tadi, saya juga pesan rawon."kemarin Ghani sempat menanyakan makanan yang ingin Alina makan.

Ghani menarik kursi untuk Alina lalu mengambilkan nasi dan juga satu mangkok rawon lengkap dengan telur asinnya.

Terjebak semalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang