Chapter 17

782 20 1
                                    

Happy reading😘

Setelah baku hantam yang dilakukan oleh Fariz terhadap Ghani. Kini mereka duduk bersama dengan Fariz yang masih menahan amarahnya.

Padahal wajah dan perut Ghani sudah memar tapi Fariz masih saja tidak puas. Fariz benar-benar murka saat kakak satu-satunya yang ia miliki diperlakukan seperti ini.

Kini ia menatap tajam Ghani yang sedang diobati oleh kakaknya. "Lo harus tanggung jawab bangsat!"

"Fariz." tegur Alina tapi Fariz semakin menatap Ghani tak suka.

Ghani menegakkan duduknya lalu memegang tangan Alina agar berhenti mengolesi antiseptik ke bibirnya. Kini ia balik menatap Fariz. "Tanpa kamu minta pun saya pasti akan bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan pada Alina."

"Ya itu karena memang salah lo, brengsek!"sahut Fariz.

"Fariz, kamu dengerin Ghani dulu!"tegur Henri. Sebagai pengganti orangtua Alina, sejujurnya ia juga sangat marah tapi mau bagaimana lagi semua sudah terjadi.

"Pakde, Fariz, ini semua adalah murni kesalahan saya. Sedari awal saya sudah ingin menikahi Alina tapi ia menolak karena belum berani mengatakan yang sebenarnya kepada pakde dan juga kamu, Fariz." Ujar Ghani lalu mengambil tangan Alina untuk ia genggam.

"Fariz saya meminta izin untuk menikahi Alina secepatnya, saya benar-benar mencintai Alina." Ghani menatap dalam mata Fariz, ia benar-benar serius dengan ucapannya.

Fariz sendiri hanya diam lalu melirik Henri. Ia benar-benar bingung untuk mengambil keputusan.

"Ghani, pakde mau kamu menikah dengan Alina besok. Alina sedang hamil rasanya pakde tidak tenang jika dia sendirian disini."Henri menatap Alina yang seperti gusar tak menentu.

"Alina kamu kenapa?"tanya Henri.

"Pakde, Alina gak mau nikah sama Ghani, Alina bisa mengurus anak Alina sendiri tanpa tanggung jawab dari siapapun."jawab Alina.

"Enggak bisa Alina! apa kata saudara kita nanti jika kamu hamil tanpa seorang suami." Henri benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Alina.

"Ghani, apa kamu bisa mengurus pernikahannya besok tapi pakde mau hanya keluarga dekat saja yang tau."pinta Henri.

"Tentu pakde, saya akan mengurus acara pernikahannya besok. Malam ini saya akan booking hotel dan_"

"Enggak, aku mau nikah di KUA aja. Aku gak mau ada tamu undangan. Aku mau cukup orang yang benar-bener dekat aja!" potong Alina pada ucapan Ghani.

"Ta-tapi Kak, aku gak mau orang-orang merendahkan kakak dengan nikah di KUA."sahut Fariz.

"Nikah di KUA atau enggak sama sekali!"tegas Alina.

Semuanya diam, tidak ada satupun dari mereka yang membantah permintaan Alina.

Setelah membicarakan baik-baik, Alina bersikeras tetap ingin menikah di KUA saja. Mau tak mau Ghani tetap menuruti permintaan Alina daripada tidak menikah sama sekali.

Ghani memutuskan untuk pulang karena ada beberapa hal yang harus ia urus untuk acara besok. "Saya pulang dulu ya."

"Hum_" Alina hanya berdehem. Niat hati ingin menghindar dari Ghani tapi sekarang ia malah harus menikah. Alina tidak tau takdir apa yang sedang ia jalani, saat ini tidak kata lain selain pasrah.

"Alina, kamu masih gak mau cerita?"Tanya Ghani lembut, ia mencoba memeluk perut Alina dan untungnya kali ini tidak ada penolakan.

"Tau ahk_"

Ghani menghela napas lalu melepaskan pelukkannya. "Besok ada supir yang akan jemput kamu sama Fariz juga pakde, saya juga udah suruh orang buat bantuin kamu besok." ucapnya lalu tersenyum. "Jangan cemberut gitu dong."

Terjebak semalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang