Chapter 8

1K 30 0
                                    

Happy reading😘

Ghani masuk kedalam rumah orangtuanya, pagi-pagi tadi Sarah sudah menghubunginya meminta ia untuk pulang kerumah.

Ghani mencari ke setiap sudut rumah tapi tidak menemukan mamanya."Bik, Mama mana sih?"tanya Ghani pada Art di rumahnya

"Nyonya di taman belakang, Den."jawab bik Sumi.

Ghani segera menghampiri Sarah yang sedang asik menyirami bunga-bunga kesayangannya.

"Mah, ada apa?"

Sarah mematikan kran air lalu meletakkan selang di tempatnya."Duduk dulu kita sarapan bareng."

"Ghani, gak bisa lama Mah! Pagi ini ada rapat pemegang saham."

"Jadi kamu lebih mentingin rapat dari pada Mama?!"pekik Sarah membuat Ghani mau tak mau duduk dikursi yang tersedia ditaman belakang.

Tak lama bik Sumi datang membawakan roti dan juga teh, beserta potongan buah.

Ghani menusukkan garpu pada potongan buah apel lalu memasukkannya kedalam mulut. Tak ingin merusak harinya, Ghani menikmati buah sambil memandangi tanaman bunga mawar yang tubuh subur. Membiarkan mamanya bicara terlebih dahulu.

"Kamu menunda perceraian hanya untuk memikirkan perasaan mama atau ingin memperbaiki hubungan dengan Raya?"tanya Sarah.

"Mama tau jawabannya buat apa lagi aku harus jelasin, pernikahan aku sama Raya sudah rusak Mah! Bagi Ghani yang paling penting sekarang adalah perasaan Mama."tutur Ghani yang masih enggan melihat mamanya.

Mendengar jawaban Ghani membuat Sarah menjadi sangat bersalah. Dirinya terlalu egois membiarkan putra semata wayangnya harus menjalani kehidupan rumah tangga layaknya neraka dunia."Tapi Raya lagi hamil, Nak? Apa sebaiknya kamu bercerai setelah anakmu lahir?"

Ghani langsung menatap mamanya datar."Apa mama yakin itu anak Ghani, 4 bulan terakhir Ghani udah tinggal di apart! Satu hal yang mama harus tau Raya gak sepolos itu."

"Mama gak mau kamu di cap laki-laki bajingan, kalo kamu bisa buktiin itu bukan anak kamu maka semua mama serahin sama kamu."ujar Sarah menatap lekat putranya.

"Oke, Ghani akan buktiin sama mama."ucap Ghani lalu mengambil ponsel dan kunci mobil.

"Ghani pergi dulu Mah."

"Hati-hati nak."Sarah percaya anaknya tidak mungkin asal bicara. Tapi dirinya juga merasa iba terhadap nasib Raya, menantunya.

Sampainya dikantor Ghani sudah disambut oleh Alina yang sepertinya baru keluar dari pantry. Wanita itu terlihat memegang secangkir teh."Apa dia mual lagi ya."gumamnya.

"Alina!"teriak Ghani lalu menghampiri Alina yang tampak bingung. Wanita itu melihat kanan dan kiri sepertinya takut jika ada yang memperhatikan.

"Pa-pagi Pak."

"Kamu mual lagi? kamu mau sesuatu?kamu udah sarapan? Atau mau saya belikan buah? Gimana_"

"Stop pak, saya mohon sama bapak jangan bersikap seperti ini dikantor."mohon Alina kepada Ghani dengan tatap memelas.

"Saya cuma khawatir sama anak_"

"Pak!"tegur Alina."Saya tekan kan sekali lagi ini bukan anak bapak, permisi!"ucap Alina lalu segera pergi dari hadapan Ghani.

Sudah dua hari ini sikap Ghani biasa saja tapi entah kenapa hari ini pria itu seolah seperti seorang pria yang sangat bertanggung jawab.

Sepertinya Alina harus menghindar dari atasannya itu. Kini ia memegang perutnya dan berkata dalam hari semoga hari ini anaknya bisa bekerjasama dengan baik seperti kemarin.

Terjebak semalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang