Chapter 35

565 24 0
                                    

Happy reading 😘

"Mas bilang lusa, ini tuh udah lusa! tapi kenapa aku belum dapat panggilan buat kerja." Alina sedang bergelantungan di lengan kekar Ghani saat suaminya itu akan berangkat kerja. Sepertinya Ghani sedang berusaha membohonginya lagi dengan berkata HRD belum mengizinkan untuk ia masuk kerja hari ini. Padahal itu adalah perusahaan suaminya tapi kenapa harus meminta izin kepada HRD lagi.

"Sayang, semua udah ada SOP nya. Mas gak bisa main ambil keputusan sembarangan."

"Mas bohong banget! waktu itu mas Rendra langsung kasih ruangan buat aku tanpa melalui HRD."

"Besok, besok. mas janji besok kamu mulai kerja." Ghani segera mengecek ponselnya, sudah jam 8 pagi tapi kenapa penolongnnya belum datang juga. Alina masih saja memeluk lengannya padahal ini sudah waktunya ia berangkat ke kantor.

"Mas pergi dulu ya, sayang. nanti kamu mau mas beliin apa?" bujuk Ghani berharap Alina melepas dekapan di lengannya. Mamanya bahkan hanya tersenyum melihat sikap manja Alina yang ingin ikut kekantor bersamanya.

"Ya udah sih, menantu mama ajak aja ke kantor." celetuk Sarah yang diangguki oleh Alina dengan wajah memelas.

"Mama!"

Sarah tertawa lalu pergi ke taman belakang, Ghani menghela napasnya lelah. Bukannya membantu agar Alina mengizinkannya pergi malah mendukung untuk Alina ikut bersamanya.

Alina mengikutinya sampai ke pintu utama rumah, Ghani benar-benar harus pergi sekarang."Sayang, cintaku, my universe. Mas pergi dulu ya."

"Ikut." rengek Alina kembali.

"Hari ini mas bakal pulang cepat, habis itu_"

"KAKAK!"

Ghani bernapas lega akhirnya yang ditunggu datang juga. Setelah dari acara pesta kemarin, Ghani segera menghubungi Fariz untuk liburan di rumahnya. Awalnya Fariz tidak jadi berlibur di jakarta tapi dengan segala bujuk rayu Ghani, akhirnya Fariz mau liburan disini. Jika Fariz dirumah maka sudah dipastikan Alina akan sibuk menemani adiknya.

"Fariz, katanya gak jadi liburan disini." Alina langsung menyambut adiknya dengan pelukan hangat. Saat ia kehilangan bayinya kemarin, Alina memang melarang adiknya untuk datang. Tapi hari ini adiknya justru datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

"Kakak apa kabar? kakak baik-baik aja kan?" tangis Fariz yang masih berada di pelukan kakaknya. Ghani sudah menceritakan semuanya dan ia merasa bersalah karena tidak berada di sisi kakaknya selama masa sulit. Kakaknya selalu saja menanggung beban sendirian dan tidak pernah mau membagi kepadanya.

"kakak baik-baik aja, padahal udah jadi mahasiswa masih aja cengeng."

"Kakak! iihk_"

Ghani ikut mengusak rambuk Fariz yang masih sesenggukan di bahu Alina. Ia bisa merasakan rasa sayang seorang adik terhadap kakaknya. "Mas pergi dulu ya sayang." ucapnya pada sang istri tapi Alina hanya diam.

"Makasih ya bang." celetuk Fariz.

Ghani mengangguk sambil tersenyum, sebelum pergi tak lupa ia mencium pipi Alina kanan kiri. Istrinya terlihat memanyunkan bibirnya karena kesal, kalau saja tidak ada Fariz mungkin Ghani akan melumatnya.

"Jawab dong sayang, suaminya kamu pergi kerja loh ini." protes Ghani karena Alina tidak menyahut apapun.

"Iya, mas hati-hati." Alina segera mencium punggung tangan Ghani dan tersenyum semanis mungkin, Ia tau Ghani pasti sedang menahan tawanya.

Alina membawa Fariz masuk kedalam rumah. Adiknya mengeluh lapar jadilah ia membawa Fariz ke meja makan dan meminta bik Sumi membuatkan mie goreng. Menunggu bik Sumi membuatkan makanan, Alina memotongkan buah untuk Fariz sambil mengobrol menanyakan kabar pakde dan budenya. "Terus florist pakde siapa yang bantuin?"

Terjebak semalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang