Chapter 47

553 25 0
                                    

Happy reading 😘

Alina membuka matanya saat perasaan ingin buang air kecil datang menyapa paginya, ia melirik ponsel dan sudah jam 8 pagi tapi Ghani tidak ada di ruangannya.

Perlahan Alina turun dari ranjang dan melangkah pelan ke kamar mandi. Setelah buang air, ia mencuci muka dan juga menyikat gigi. Semoga besok ia sudah di perbolehkan pulang, ia rindu berada dirumah.

"Astaga, Sayang. Kenapa gak tunggu mas sih." Ghani segera menggendong Alina ke kasur. Pagi-pagi tadi dokter memanggilnya untuk bicara tentang keadaan Alina yang sudah diperbolehkan pulang.

"Mas darimana?"

"Tadi habis ketemu dokter, katanya kamu udah boleh pulang. Dokter juga bilang kamu boleh naik pesawat." Ghani memotongkan buah untuk Alina lalu menyuapinya. Ia dan Alina sudah berbicara seperti biasa, hanya saja Alina belum menunjukkan sikapnya manjanya seperti dulu.

"Hari ini?"

"Besok sayang, Sarapan dulu ya?" Bujuk Ghani dan Alina langsung menggeleng melihat menu rumah sakit yang tidak menarik buatnya.

"Terus mau makan apa? Nanti mas pesenin."

"Aku pengen ke taman, bosen di kamar terus." Ucap Alina. Ghani pun segera mengambil sweater dan memakaikan Alina kaos kaki.

Ghani menggandeng tangan Alina berkeliling taman rumah sakit. Udara sejuk setelah hujan membuat Alina memeluk pinggang Ghani tanpa ia sadari.

"Dingin, kan? Kita ke kamar aja ya?"ajak Ghani tapi Alina menolak. Alina mengajak Ghani untuk duduk di kursi taman rumah sakit.

Di samping mereka terlihat seorang pria menggendong anak kecil yang tengah terpasang selang infus dan istrinya membujuk sang anak agar mau sarapan,

Alina memperhatikan sambil tersenyum, tidak tampak kesedihan terpancar dari keduanya. Keduanya justru membalas senyum satu sama lain seolah menguatkan diri demi sang anak.

"Sayang, kok melamun?"

"Liat deh mas, mereka bahagia banget walaupun lagi dirumah sakit. Ngurusin anak berdua, kayak saling support gitu." ucap Alina dan Ghani langsung mengikuti arah pandang istrinya.

Ghani menghela napasnya lalu mengambil kedua tangan Alina dan menangkupkannya ke pipinya sendiri, ia pandangi wajah Alina yang sudah tidak pucat lagi. "Mas minta maaf, udah buat kamu kecewa. Kita mulai semuanya dari awal ya." mohonnya.

Alina hanya diam, menatap wajah Ghani yang tampak sangat menyesal. Ini memang adalah kesalahan pertama Ghani semenjak mereka menikah. Alina memang sudah memaafkan Ghani tapi rasa takut selalu ada walau tak sebesar kemarin.

"Mas janji ini adalah yang terakhir mas bohong sama kamu."ucap Ghani lagi.

"Terus. Kalo ini terjadi lagi apa konsekuensinya?" tanya Alina.

Ghani menggeleng meyakinkan jika hal seperti ini tidak akan terjadi lagi dalam rumah tangga mereka. "Apapun itu, mas akan terima."

"Aku akan pergi dan mas gak akan pernah liat aku lagi!" tegas Alina. Dirinya memang sangat benci dengan kebohongan saat menjalani hubungan, apalagi ini adalah rumah tangga.

"Aku mau mas selalu jujur apapun itu, aku akan terima sekalipun itu hal yang gak aku suka." ujar Alina dan dengan segera Ghani mengangguk.

"Mas bisa pastiin itu!"

Keduanya saling memeluk satu sama lain, Ghani sendiri tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan kembali meminta maaf. Tak lama Ghani mengajak Alina untuk kembali keruang inap.

"Kayaknya mama udah datang deh mas." tebak Alina dan benar saja, diruangan Alina sudah ada Sarah dan Fariz.

"Kalian darimana?" Sarah langsung memapah Alina masuk dan membantunya duduk di kasur. Sarah juga mengatur overtable bed lalu menyusun makanan yang ia bawa dari rumah.

Terjebak semalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang