Seketika suasana di ruang musik itu berubah sunyi. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara setelah diskusi mereka mulai mengarah ke hal yang tidak nyaman.
"Bang, gw takut," ucap Leo sambil memegang tangan Sing erat.
Sing hanya mengangguk pelan, wajahnya tegang.
"Eh, btw, ini pelakunya tau dari mana kalau kita mau tampil?" tanya Gyumin, mencoba memecah keheningan.
"Benar," sambut Lex, mengangguk setuju. "Pak Jae kan belum kasih tahu siapa-siapa. Yang tahu cuma kita sama Pak Jae doang."
"Kayaknya..." Hyunsik belum selesai bicara ketika tiba-tiba Pak Jae masuk ke ruangan. Semua langsung menoleh ke arahnya.
"Iya, Pak," jawab mereka serempak.
"Latihannya cukup sampai sini. Lanjutkan besok, oke?" ucap Pak Jae sambil tersenyum.
"Oh, oke, Pak," jawab Lex mewakili yang lain.
"Pak," panggil Sing, mencoba mengajukan pertanyaan, "tadi kan Bapak bilang belum kasih tahu yang lain. Jadi, yang tahu cuma kita, ya?"
"Iya," jawab Pak Jae. "Satu lagi, Pak Kepala Sekolah. Kenapa memangnya?"
"Ah, nggak ada, Pak. Cuma nanya aja," Sing berusaha terlihat santai.
"Baiklah, sekarang kalian balik ke asrama. Besok latihannya sepulang sekolah, oke?"
"Oke, Pak," jawab mereka hampir bersamaan.
Pak Jae pun meninggalkan ruang musik. Begitu beliau pergi, suasana kembali ramai dengan diskusi.
"Udah, kita bahasnya nanti lagi. Sekarang mending balik ke asrama. Ini udah sore, bentar lagi malam," ujar Lex sambil melirik jam di dinding.
Yang lain mengangguk setuju. Mereka berkemas dan meninggalkan ruang musik bersama-sama.
Sesampainya di asrama, mereka membersihkan diri masing-masing sebelum berkumpul lagi di ruang tengah.
"Bang Hyunsik, tadi Bang Hyunsik mau ngomong apa di ruang musik?" tanya Gyumin, memulai percakapan.
"Tadi gw mau bilang, kayaknya pelakunya itu ada di antara kita," jawab Hyunsik dengan nada serius.
"Maksud lo?"
"Kayak yang dibilang Lex tadi. Yang tahu cuma kita, Pak Jae, sama Kepala Sekolah. Nggak mungkin kan kalau yang neror kita itu Pak Jae atau Pak Kepala Sekolah?"
"Bener," sambut Lex. "Kalau pun mereka pelakunya, tujuannya apa coba?"
"Wèntí shì, shéi?" Sing tiba-tiba menyelutuk dalam bahasa Mandarin sambil berlagak seperti Detektif Conan.
Yang lain langsung terdiam dengan ekspresi datar. Mereka tidak paham apa yang dimaksud Sing.
"Ni bocah ngomong apaan, dah? Kayak orang gila," ledek Davin.
"Dia bilang, siapa pelakunya," jawab Leo sambil tersenyum kecil.
"Eh, anjir, lo ngerti?"
"Goblok, dia kan emang dari Cina," Lex langsung menjitak kepala Davin.
"Aduh! Ya nggak usah dijitak juga kali," ringis Davin sambil mengusap kepalanya.
"Makanya, kalau jadi orang itu jangan terlalu goblok," ledek Lex lagi.
"Udah, ah, jangan pada bercanda," potong Wain, mencoba mengembalikan fokus.
Beberapa saat kemudian, suasana kembali tegang.
"Kalau bukan Pak Jae atau Pak Kepala Sekolah, berarti pelakunya ada di antara kita," ucap Beomsoo dengan nada serius.
"Tapi kita udah temenan lama. Kenapa harus salah satu di antara kita?" tanya Zayyan, mencoba tetap optimis meskipun dalam hatinya ia merasa tertekan.
"Bisa jadi, orang yang kita anggap dekat justru punya niat jahat," jawab Hyunsik, menatap serius ke arah teman-temannya. "Kita harus lebih hati-hati."
"Tapi darimana kita tahu siapa pelakunya?" tanya Leo, suaranya gemetar.
"Kita bisa mulai dengan memperhatikan perilaku masing-masing," saran Lex. "Siapa yang tiba-tiba menghilang atau bersikap aneh?"
"Tapi kita semua udah saling kenal. Apa mungkin kita nggak menyadari hal-hal kecil?" Gyumin mencoba mencerna semua yang dibahas.
"Kalau gitu, kita harus bikin rencana," kata Hyunsik. "Kita harus tanya satu sama lain dan perhatikan setiap perubahan kecil. Mungkin kita bisa nemuin petunjuk."
Sing yang sebelumnya diam, tiba-tiba berdiri dan berkata, "Kita harus berani curiga satu sama lain. Dalam situasi kayak gini, nggak ada yang bisa kita percayai sepenuhnya."
"Maksudnya?" tanya Zayyan, menatap Sing dengan penasaran.
"Maksudnya, kita nggak bisa cuma fokus ke satu orang. Kita harus perhatikan semuanya, termasuk diri kita sendiri," jawab Sing dengan nada tegas.
"Kita bisa adakan pertemuan setiap malam buat bahas situasi ini," usul Davin. "Jadi kita bisa saling bagi informasi dan cari tahu siapa pelakunya."
"Iya, seenggaknya kita bisa saling jaga," ucap Beomsoo. "Kalau ada yang merasa aneh, langsung kasih tahu."
Suasana mulai tenang setelah mereka sepakat untuk bekerja sama. Namun, di dalam hati masing-masing, rasa curiga mulai tumbuh, membuat mereka semakin waspada.
Keesokan harinya, setelah sekolah, mereka kembali berkumpul di ruang tengah. Hyunsik membawa papan tulis kecil untuk mencatat informasi.
"Oke, kita mulai. Siapa yang merasa ada hal aneh belakangan ini?" tanya Hyunsik.
"Gw ngerasa kayaknya ada yang ngikutin kita," ucap Leo, suaranya masih bergetar. "Waktu kita ke kantin kemarin, ada orang yang terus natap kita."
"Siapa?" tanya Gyumin.
"Gw nggak tahu. Dia kelihatannya aneh, terus perhatikan kita," jawab Leo.
"Itu bisa jadi petunjuk," saran Zayyan. "Kita perlu tahu siapa orang itu."
"Kita harus bikin jadwal buat ngawasin satu sama lain," kata Lex. "Kita bisa giliran jaga dan lihat kalau ada yang mencurigakan."
"Setuju," sahut Sing. "Kita nggak bisa biarin diri kita terjebak di permainan ini."
Mereka semua setuju dan mulai mencatat rencana pengawasan mereka. Namun, di balik semangat itu, Zayyan merasakan ketegangan yang semakin mendalam.
Malam itu, Zayyan memutuskan keluar sebentar untuk menghirup udara segar. Napasnya mulai terasa berat, tetapi ia tidak ingin teman-temannya tahu.
"Kenapa gw nggak bawa inhaler?" gumamnya sambil merutuki dirinya sendiri.
Di taman dekat asrama, ia duduk di bangku, mencoba menenangkan diri. Namun, seseorang muncul dari balik bayangan.
"Zayyan, lo ngapain di sini sendirian?" tanya orang itu dengan nada mengkhawatirkan, meskipun senyumnya terlihat mencurigakan.
"Gw... cuma butuh udara segar," jawab Zayyan, berusaha terdengar santai.
Orang itu mendekat, tatapannya tajam. "Kadang, kita butuh teman di saat-saat kayak gini."
Zayyan merasa tidak nyaman. Ia berusaha bangkit, tetapi tubuhnya terasa lemas.
"Gw rasa gw harus balik," ucapnya, mencoba pergi. Namun, orang itu menghalangi jalannya.
"Tenang aja, Zayyan. Gw di sini buat bantu lo," katanya, mendekatkan wajahnya.
Panik, Zayyan merasakan napasnya semakin sesak. Dunia sekitarnya mulai kabur, dan ia jatuh ke tanah, berusaha mengambil napas terakhirnya. Orang itu hanya berdiri di sana, tersenyum penuh misteri.
Oke guys
Akhirnya update juga . Gimana ceritanya makin gaje kan ya .Oh ya di bab ini aku baru ngasih tau kalok zayyan itu punya asma guys .
Okehhhh see you guys
Bantu vote dong :(
Biar makin semangat bikinya

KAMU SEDANG MEMBACA
VEGEANCE ( xodiac )
Детектив / ТриллерHanya sebuah kisah tentang sekumpulan remaja yang di teror X beyond the world Xodiac 입니다