02

53.3K 2.5K 19
                                    

Cahaya matahari menembus gorden hingga menerpa wajah cantik nan putih milik seorang wanita tak lain tak bukan adalah Calista.

Ia menggeliat kemudian menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut menghalangi cahaya matahari.

Tak lama dari itu, suara pintu terbuka juga suara Audrey membuat Calista mendengus. "Saatnya anda bangun nyonya"

"Ck, kenapa harus cepat cepat bangun sih? Emang ini tubuh kerja? Kuliah?" gumam Calista tak jelas.

"Ada yang ingin nyonya ucapkan?" Audrey bertanya dengan raut wajah kebingungan setelah mendengar ucapan nyoya nya yang kurang jelas.

"Nggak"

Di sinilah Calista saat ini, ia menatap datar makanan yang terlalu banyak di sediakan. Kenapa harus banyak sih? Padahal dia kan sendirian. Pikir Calista.

"Em, kenapa anda tidak memakannya nyonya? Apa ada yang salah?"tanya Audrey membuat Calista menoleh ke arahnya.

"Duduk"titah Calista membuat Audrey tambah kebingungan.

"Maksud nyonya?"

"Kau duduk di sebelahku, dan bantu saya menghabisi semua makanan ini atau kau boleh mengajak teman mu, saya tau kau memiliki banyak teman di sini"ucap Calista membuat Audrey terdiam sesaat kemudian mengangguk.

Dengan canggung Audrey duduk tak memilih memanggil pelayan lain, ia cukup peka. Ia saat ini menunggu sang nyonya memerintahkannya.

Calista yang cukup peka tersenyum sekilas ke arah Audrey dan menganggukkan kepalanya. "Ambil aja sesukamu"

××××××

Calista duduk di sebuah ayunan dekat danau. Ayunan itu terus Calista ayun membuat beberapa rambutnya berterbangan. Kedua tangannya berpegangan pada besi ayunan.

Ia terus menatap danau yang indah di depannya, ada begitu banyak bunga teratai sungguh pemandangan yang indah. Begitu bodohnya Calista dulu, ia memilih menyibukkan diri dengan terus mengurusi hidup protagonis wanita. Oh yah, ngomong ngomong, ia sedikit melupakan nama protagonis pria dan wanita.

"Nama panjangnya siapa lagi yah? Kok otak gue tiba tiba pikun yah?"gumam Calista dengan dahi berkerut.

"Kalau nggak salah sih, nama si cowok tolol itu Julian... Julian apa yah?"Calista terus memaksa otaknya untuk berpikir keras hingga dahinya berkerut.

"Ah iya, namanya Julian Xavier Ba-baraalay? Apa sih anjir, namanya ba? Iiss, Kok ada yah nama marga susah amat barklay? Ah iya Barclay na itu, kalau protagonis wanitanya itu... Felicia Giselle yah?"

"Dan antagonis pria yang tak lain suami pemilik tubuh ini itu, Aldrich Jayden Wheeler? Namanya susah bet tapi kok bisa gue langsung ingat yah?"

Calista sibuk berpikir tanpa menyadari ada seseorang yang berjalan mendekatinya. Sesampainya di dekat Calista ia terdiam untuk mengambil nafas kemudian berjalan mendekatinya.

"Nyonya, anda waktunya masuk untuk istirahat"suara itu mengagetkan Calista, segera ia berbalik tak lupa dengan tangan mengusap usap dadanya.

Ia menatap malas wanita di depannya itu. "Ck, bisa nggak sih, kau nggak ngagetin saya? Liat nih, mood saya tadinya rusak semakin rusak gara-gara kau"oceh Calista tapi tak urung ia mematuhi ucapan Audrey.

Audrey hanya menyegir saja membuat Calista menatapnya malas dan memilih berjalan duluan dengan kaki yang di hentakan walau tak berlebihan, keburu keluar nanti debaynya.

Audrey yang melihatnya menggelengkan kepalanya tapi ia tetap bersyukur atas perubahan nyonya ini, nyonya tak lagi menyiksa para pelayan hanya karena ingin menarik perhatian sang tuan.

Mengigat sifat nyonyanya dulu membuat Audrey tiba-tiba murung, ia tahu bagaimana perasaan nyonyanya, pasti sakit melihat suami kita sendiri memilih membela wanita lain dan juga mencintainya tidak seperti kita yang sudah bersamanya.

"Andai nona Gisel tidak muncul dikehidupan nyonya, mungkin saat ini kalian berdua sudah bahagia"gumam Audrey sambil menatap sendu ke arah danau di depannya.

Calista menyandarkan kepalanya sambil menatap ke arah bawah di mana ada begitu banyak bodyguard yang menjaga di bawah sana.

"Alur novelnya udah di bagian mana yah? Udah tamat kah? Atau belum mulai?"

"Ck, nggak ada ingatan kek di novel novel itu kah, masa gue di giniin sih? Dasar Calista sialan"

"Pelit banget jadi arwah"

Calista terus mengoceh sambil berjalan ke kasur dan melempar tubuhnya. Ia menatap langit langit kamarnya.

"Gue kangen ibu, bagaimana keadaannya yah? Ibu gue nggak mati kan? Si Vio masih nangisin pemakaman gue kan? Awas aja kalau nggak"

×××××

Seorang wanita menatap makam dengan wajah yang pucat, air matanya sudah tak bisa lagi keluar, di sampingnya ada seorang wanita juga yang lebih muda darinya.

"Maaf yah bun, andai aku nggak nyuruh Ivana ketemuan mungkin kejadian ini nggak bakalan terjadi"ia membuka suara dengan mata yang kembali berkaca kaca.

Wanita di panggil bunda itu menggelengkan kepalanya. "Ini bukan salah mu nak, ini sudah takdir"

Mereka berdua kembali terdiam sambil menatap makam di depannya, tak lama suara gemuruh guntur di sertai hujan membuat mereka harus terpaksa beranjak dari sana.

"Selamat tinggal Div, gue harap lo tenang di sana yah?"

"Good bye"

'Gue harap lo menemukan kebahagiaan lo disana, kemudian..' wanita bernama sofia Violetta itu mengukir senyum di wajahnya walau tipis, ia sedang membayangkan sesuatu.

×××××

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang