46

1.9K 191 26
                                    

***
Jangan lupa voteee

Typo tandain

******

•••••

"Nggak ada niat balik ketubuh itu?"tanya Calista sembari berbaring, menatap langit cukup cerah.

Divana juga sama, menatap langit itu. "Nggak"jawabnya singkat.

"Kenapa?"Calista kembali bertanya.

Divana mengukir senyum. "Karena pada awalnya itu semua bukan milikku"sahut Divana.

"Jika aku mengatakan semua itu milikmu?"

"Mungkin aku berpikir dua kali"

****

Pintu UGD terbuka, dan memperlihatkan seorang dokter.

Aldrich tadinya duduk sembari menatap lantai segera berdiri ketika mendengar suara pintu terbuka. Ia menghampiri dokter itu.

"Bagaimana keadaannya!?"tanyanya.

"Nyonya Calista dalam kondisi tak memungkinkan tuan, dan kami juga harus segera melakukan operasi caesar agar bayi didalam kandungan Nyonya Calista tidak keguguran, jika berkenan, tuan tandatangani surat ini"jelas Sang dokter sembari memberikannya sebuah kertas.

Tanpa banyak pikir panjang Aldrich langsung menandatanganinya. "Lakukan, ingat, keduannya harus selamat, jika tidak kamu menjadi gantinya"Aldrich menatapnya tajam hingga dokter itu segera mengangguk.

"Ba-baik tuan"sahut dokter itu, satu yang ia lupa jika orang ia hadapi saat ini adalah pemilik rumah sakit ini juga orang berbahaya dalam dunia bisnis maupun dunia gelap.

Dokter kembali masuk dan segera melakukan operasi itu.

Calista senantiasa menutup matanya tak ada niat untuk membuka mata indah itu dengan alat pembantu pernafasan, suara pendeteksi jantung terus terdengar.

Diluar ruangan, Aldrich berjalan mondar mandir di depan pintu.

Irene menatap kosong keluar jendela, tak mempedulikan wanita yang duduk disampingnya.

Didalam mobil itu sunyi, tak ada satupun yang mengeluarkan suara hingga mobil berhenti didepan sebuah gedung rumah sakit.

Irene menyadari bahwa sudah sampai segera keluar dengan buru buru memasuki rumah sakit itu.

Ia menghampiri resepsionis untuk menanyakan dimana ruangan Calista.

"Pasien berada di ruangan UGD I nona"

Irene berjalan buru buru kearah UGD, dibelakangnya Olivia dan kakek tua senantiasa mengikuti.

Irene menghentikan langkahnya ketika melihat postur tubuh mirip Aldrich, ia melangkah pelan mendekati.

Ketika sudah dekat dan pria itu berbalik, Irene dapat melihat dengan jelas wajahnya, segera ia menghampirinya.

"Bagaimana keadaan Calista?"tanya Irene namun tak ada jawaban dari sang empu, malahan meliriknya pun tidak, terpaksa Irene mendudukkan dirinya dikursi tunggu, ia tau pria itu pasti marah padanya.

Siapa yang tidak marah coba? Kemarahan Aldrich pantas untuk ia didapatkan kerena dua kali ia membuat Calista celaka.

Irene menangisi tak berhenti hentinya juga ia menyalakan dirinya yang tak becus.

'Sahabat apa apaan kau ini Vio!? Dasar tidak becus!' batin Irene sembari mengepalkan tangannya.

Olivia tak jauh dari sana menatap sendu wanita itu lalu berganti pada Aldrich yang menyadarkan dirinya didinding dekat pintu.

Olivia mengeluarkan sebuah surat dari saku bajunya, menatap lamat surat itu sebelum berpindah keorang lain.

'Apakah keputusanku sudah benar memberikan surat ini pada suami nona Calista bukan pada pelayan pribadinya?'
batinnya, ia mengambil nafas kemudian membuangnya pelahan, berusaha menyakinkan dirinya bahwa keputusannya sudah tepat.

Dengan perlahan ia berjalan menunduk kearah pria itu. Setelah berada di dekat pria berwajah datar sedang menutup matanya itu, ia memajukan surat ia pegang.

"Tuan, surat nona Calista titipkan pada saya"ujar Olivia membuat mata pria itu tadinya tertutup kini terbuka, ia menatap surat sedang wanita itu pegang.

Dengan tampang datar namun pakaian, rambut berantakan itu juga ada begitu banyak darah milik Calista dipakainya mengambil surat Olivia berikan.

Olivia segara berjalan mundur tanpa mengangkat kepalanya hingga berdiri disamping kakek tua.

"Apa yang kau berikan?"tanya kakek tua itu berbisik didekat telinga Olivia.

"Hanya sebuah surat"balas Olivia berbisik.

Aldrich menatap surat ditangannya setelahnya menyimpannya, ia akan membacanya nanti.

****

Seorang pria berjalan mendekati brangkar terdapat seorang wanita cantik terbaring kaku disana.

Ia duduk di kursi lalu meraih dan mengenggam tangan dingin itu.

Suara alat monitor terus terdengar. Pria tak lain Aldrich itu menatap wajah pucat milik istrinya, Calista.

Aldrich tersenyum tipis hingga sebuah air mata jatuh tanpa diminta.

"Elle, anak kita telah lahir, namun sayangnya dia terlahir prematur"

"Cepat bangun"ucap Aldrich lalu mengecup lama kening Calista setelah itu beranjak pergi dari sana.

Ketika Aldrich keluar, sudah ada Alavin yang berdiri sebarin menundukkan kepalanya.

"Mobil sudah siap tuan"kata Alavin.

Tak lama menjelang kepergian Aldrich dan Alavin, seorang wanita berpakaian suster terlihat berjalan memasuki ruangan terdapat Calista didalamnya.

Ia melangkah mendekati brangkar terdapat Calista disana. "Jadi kamu Calista yah? Kamu wanita yang sangat cantik yah, saya jadi iri melihat wajah mu ini"ujarnya sembari memainkan jari telunjuknya di pipi lembut selembut pantat bayi milik Calista.

"Aku ingin mengambil anakmu, tapi sayangnya anakmu terlahir prematur, oh sungguh kasihan sekali anak mu itu bukan?"tambahnya sembari menjauhkan tangannya dari wajah Calista.

"Jangan marah jika saya berhasil mengambil anak mu yah?"katanya memasang raut wajah sedih.

Setelah puas berbicara dengan wanita koma itu, dia mulai berdiri namun sebuah benda dingin menempel dikeningnya.

"Oh, ada tikus kecil yang sedang berusaha mencuri makanan rupanya"suara itu masuk kedalam pendengaran wanita berpakaian suster, membuat wanita itu tak bisa berkutik melainkan terdiam dengan keringat dingin mulai muncul dan tak lama bercucuran.

"Si-siapa?"tanyanya gugup.

"Yah manusia, siapa lagi?"balas pemilik suara tak lain Aldrich santai.

"Apakah kau ingin menyusul nyonyamu itu?"tanya Aldrich hingga mendapatkan gelengan brutal.

"Ng-nggak! Saya nggak mau mati!"wanita itu mulai menjerit ketakutan, tanpa sadar ia terjatuh.

Aldrich memutar bola matanya malas lalu melirik Alavin yang berada disampingnya.

"Bawa ke ruang bawah tanah"titah Aldrich di angguki Alavin.

"Baik tuan"sahut Alavin dan mulai menyeret wanita itu keluar dari ruangan.

Setelah kepergian dua orang tadi dan hanya dirinya juga Calista disana, ia mulai berjalan mendekati brangkar.

"Apakah suara jelek wanita tadi masih belum menganggu tidur mu?"Aldrich bertanya sembari mengusap usap punggung tangan dingin Calista lalu menciumnya.

"Cepat sadar Elle, aku selalu menunggumu"gumamnya.

×××××

Pencet bintang disebelah kiri sebelum pergi😾

See you ♡♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang