21

24.4K 1.1K 12
                                    

×××

Calista merasa tangan dan kakinya tak bisa digerakkan segera membuka matanya dan kini rasa kantuk itu menghilang digantikan rasa panik. Padahal baru saja dirinya sadar dari mimpinya.

'Dimana ini anjir? Serius gue diginiin? Gue tau gue cantik, tapi jangan pake acara culik culik dong, lebay banget' batin Calista dengan wajah kurang enak di pandang.

"Sudah bangun hm?"sebuah suara membuat Calista menoleh ke sumber suara itu, ingin berteriak dan mencaci-maki  orang telah menculiknya namun yah, lakban super tebal menempel di mulutnya.

'Sksd cih, ngikutin cara bicara suami gue pula, bukan kriteria gue banget' batin Calista mencibir.

"Hemp!"Calista berteriak sembari memberontak hingga suara gesekan kursi menggema di ruangan itu.

Pria itu tersenyum miring dan mulai berjalan pelan menuju Calista yang terlihat semakin histeris.

'Muka lo mirip tai, anjing, jangan deket deket sama gue lo! Jauh jauh nggak!?'sayangnya dirinya hanya bisa membatin.

"Hemp!"Calista berteriak nyaring ketika pria itu semakin dekat hingga berdiri di depannya.

"Kenapa kamu begitu takut sayang?"

"Hey, tenang dong, aku nggak akan apa apain kamu"lanjut pria itu sebari duduk di hadapan Calista yang sudah berkeringat.

Bukan berkeringat karena takut, seperti keringat dingin gitu, bukan, tapi karena ruangan saat ini dia berada tak memiliki AC atau kipas angin.

'Harusnya dia ngurung gue di hotel atau kamarnya aja kaya sering gue baca di novel, bukan kek gini, hiks'

Pria di hadapan Calista saat ini sepertinya orang gila? Bagaimana tidak, tiba-tiba bertanya kek sok kenal terus tiba-tiba marah dan mencengkram rahangnya.

Sinting emang, tidak tau saja jika yang dilakukan padanya itu sakit.

'Sialan ini orang, andai gue nggak lo ikat, udah gue kubur hidup hidup lo'  batin Calista dengan tatapan benci ia layangkan pada pria didepannya.

"Owh owh, jangan marah sayang, aku tak akan menyakitimu kok"kata pria itu dengan senyum manis bukan membuat Calista terpesona malah ilfil dan jijik.

Dia sukanya pria cool, bukan kek gitu.

"Kamu pasti bingung, kenapa aku ngurung kamu di sini?"

'Nggak sudah banyak tanya lo'

"Hemp! Hemp!"Calista terus memberontak dan berusaha membuat tangan pria itu terlepas dari wajahnya, dan yah, berhasil.

Pria tak dikenal Calista berdiri dari duduknya kemudian melengah pergi dari sana dengan wajah beruba datar.

Calista menghela nafas lega, ia memilih menyandarkan kembali punggungnya di sandaran kursi dan berharap didalam hati Aldrich segera datang dan membawanya pulang dari tempat pengap saat ini ia tempati.

'Ya Tuhan, bantu aku, atau nggak usah datengin suami aku, beri aku jalan untuk keluar dari sini aja' batin Calista berdoa dengan penuh harap, ia tak takut pada apapun itu, namun saat ini ia dalam kondisi mengandung, tubuh Calista tempati memang bukan miliknya, bayi didalam perut Calista tempati memang bukan miliknya, namun semua ini adalah tanggung jawabnya.

Calista memilih untuk pasrah saja, lagian yah, doanya tak selalu terus terkabulkan, mungkin hanya setengah tengah saja, itupun yang gampang gampang.

Kalau yang kek gini, emang ada jalang petunjuknya yah? Keknya, nggak bakalan deh. Hanya itulah pikiran sempit Calista tanpa mau harus berusaha. Memang Tuhan tak selalu mengabulkan apa yang kita inginkan jika kita sendiri pun tak berusaha?

Calista berbalik ke samping hingga penglihatannya tak sengaja menangkap secercah cahaya rembulan. Sebuah senyuman hadir di bibir ceri Calista tertutup lakban. Ia segera mencari cara agar bisa terlepas dari ikatan yang kuat di tangan dan kakinya.

Calista menghela nafas setelah berusaha dan tak mendapatkan hasil, satu satunya harapannya saat ini ialah cahaya yang ada di sana.

'Keknya gue kek gini terus deh sampe ada yang nolongin atau Aldrich nggak bakalan bisa nemuin gue, maaf yah Li, andai gue nggak se ceroboh itu, andai gue nggak terlalu percaya sama orang lain, andai gue waktu itu nggak ketiduran, semua ini nggak bakalan terjadi. Tapi itu semua hanya andaian saja' batin Calista penuh penyesalan.

Ia juga sedikit khawatir dengan bayi didalam kandungannya, ia takut bayi belum melihat dunia itu kenapa napa, jika kenapa napa mungkin hidup ditubuh Calista tidak ada tujuannya.

Calista atau jiwa Divana yang menempati tubuh Calista ini tahu alasan mengapa Calista asli pergi dan dirinya yang menggantikannya.

Mungkin karena ia takut bayinya yang tak bersalah itu menjadi korban kekejaman, keegoisan mereka, ia cukup tahu itu, dan itu mengapa dirinya yang dipilih. Karena walaupun Divana sedikit menyebalkan, tapi dia dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.

Calista sudah pasrah, ia memilih menutup matanya ketika setetes air mata jatuh ke pelupuk matanya, Calista akui ia cengeng, tapi bisakah ia berharap satu kali ini saja ada yang membantu dirinya? Ia ingin keluar dari ruangan selain pengap juga sedikit gelap dan hanya diterangi satu lampu yang akan rusak.

Sebuah suara sesuatu membuat mata Calista kembali terbuka, ia mulai menatap waspada sekitar. Saat ini jantung Calista berdetak cukup kencang.

'Omaygat, siapa sih? Jangan buat gue takut hiks, gue lagi cape jangan Mentang-mentang lo seenak jidak gunain kesempatan ini buat nakutin gue, apalagi gue saat ini diikat' batin Calista berusaha menghilangkan rasa takutnya dengan cara membatin, walau rasa takut itu tak hilang.

'Siapapun itu, sini lo, maju lo, gue gak bakalan takut' batin Calista lagi hingga..

'Dia orang kah? Jangan sampe kalau bukan'

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang