40

5K 264 5
                                    

•°
°•
•°
°•

•°•°•°•°•°•°•°•°•

Elina Wheeler, ibu dari Aldrich dan Chaiden menatap datar dua orang di depannya terlihat saling menyuapi. Apakah itu terlihat romantis?

Elina menyendok makanan lalu memasukkannya ke mulutnya tak terlalu memikirkan orang dihadapannya.

Selagi tak berbuat rusuh.

Selena sedari tadi sibuk mencuri pandang pada Elina berharap melihat raut cemburu wanita itu malah hanya raut biasa bisa saja membuat ia mendengus, menyuapi Alexander tak ikhlas.

'Kenapa dia tidak cemburu atau kesal sih? Sialan!' batin Selena berteriak kesal.

Tak lama suara gesekan kursi membuat perhatian Selena dan Alexander kewanita itu yang berdiri terus melangkah pergi dari ruangan itu.

"Dia mau kemana?"tanya Selena membuat Alexander menatapnya sekilas.

"Pergi kerja lah bodoh"balas Alexander setelah itu pergi meninggalkan Selena sendiri disana.

"Sialan"

"Sudah lama nungguin mama?"tanya Elina baru saja masuk mobil.

Chaiden menggelengkan kepalanya. "Nggak mah"sahut Chaiden sembari mulai menjalankan mobil.

"Wanita itu nggak berbuat rusuh lagi?"Chaiden membuka percakapan.

Elina menggeleng. "Nggak"

"Kenapa mama tidak pisah saja dengan pria Brengksek itu?"tanya Chaiden sedikit kesal dengan jalan pikiran mamanya.

"Kalau ada mama, pria itu nggak bakalan seenaknya menyetujui usulan jalang itu untuk menjodohkan Aldrich"jawab Elina santai sembari membuka bungkus permen kopiko.

"Kenapa mama bisa langsung mengusulkannya?"Chaiden menatap mamanya sekilas kemudian kembali menatap kedepan.

"Karena mama tau semuanya"setelah itu tak ada lagi yang berbicara hingga mobil Chaiden berhenti di sebuah butik.

Elina turun diikuti Chaiden, mereka lalu berjalan bersama memasuki butik itu.

"Selamat pagi nyonya"sapa seorang pria berdiri di dekat pintu.

Elina mengangguk dan kembali berjalan diikuti Chaiden.

"Mah, kenapa mama mengajakku kebutik?"tanya Chaiden malas karena ada begitu banyak pekerjaan disini menatapnya kagum, ada juga yang sengaja menggodanya, itulah mengapa Chaiden malas menerima ajakan mamanya kebutik. Lagian juga, kenapa hanya dirinya saja? Aldrich tak pernah? Ck menyebabkan.

****

Cahaya matahari menembus gorden hingga mengenai wajah seorang wanita membuat wanita itu terganggu.

Wanita itu menutupi wajahnya dengan selimut setelah itu dia kembali tertidur pulas.

Seorang pria membuka pintu dengan nampang ditangannya menatap datar wanita masih bergulat dengan selimut kemudian berpindah kearah nakas. Disana masih ada makanan semalam dirinya bawakan, ia kira wanita itu akan memakannya nyatanya tidak sama sekali disentuh saja tidak.

Pria itu mendegus kemudian berjalan mendekati ranjang sebelum membangunkan Calista, ia menyimpan nampang ia bawa terlebih dahulu dimeja.

Aldrich menyibak selimut hingga bisa dirinya lihat wanita itu masih menutup matanya.

Aldrich menghela nafas, Ia berjalan menuju jendela masih tertutup gorden kemudian menyibaknya hingga cahaya matahari menerobos masuk dan kembali menerpa wajah Calista.

Wanita itu melenguh sembari mengucek ucek matanya namun sebuah tangan kekar menghentikan pergerakannya membuat Ia langsung membuka mata untuk melihat siapa pelakunya.

Saat Calista membuka mata, tatapan mereka berdua bertemu hingga Calista memutuskan kontak matanya. "Eh maaf, aku bangunnya lama"kata Calista sebarin bangkit namun tangan Aldrich kembali menghentikan pergerakannya.

"Makan"Aldrich berjalan kemeja membuat Calista belum sadar mengangkat sebelah alisnya hingga Ia mengerti maksud pria itu ketika melihat Aldrich yang mengambil nampang.

Aldrich kembali dengan nampang ia bawa, kemudian menaruh nampang itu di nakas. Calista hanya diam menatap kegiatan pria itu.

Aldrich mulai menyendok makanan kemudian mengarahkan sendok berisi makanan itu kemulut Calista.

Ketika melihat makanan itu, rasanya Calista tak ingin memakannya, entah mengapa ia kehilangan napsu makan jadinya is langsung menggeleng sembari menutup rapat mulutnya.

"Makan dari sendok atau dari mulut saya?"tanya Aldrich penuh ancaman.

Mendengar ucapan Aldrich membuat Calista mau tak mau menurut, ia membuka mulutnya penuh keterpaksaan, terlihat dari wajahnya sedikit tertekan.

"Anak pintar"kata Aldrich membuat Calista mendengarnya menatap pria itu tak Terima enak saja dirinya di panggil anak kecil, hey dirinya sudah besar suara mau jadi ibu ibu juga.

"Aku sudah besar tau, sudah tau cara buat debay dan perbedaan nikah sama kawin"balas Calista tak terima hingga ia langsung menutup mulutnya ketika menyadari ucapanya, dalam hati Calista terus merutuki dirinya.

'Dasar bodoh! Aduh pasti pembicaraan kedepannya nanti menyesatkan' batinnya.

"Ingin mengulang yang waktu itu lagi?"tanya Aldrich dengan tatapan menggodanya.

Nah, apa Calista bilang? Sepertinya dirinya harus mencari cara agar bisa bebas dari pembicaraan ini.

"Aduh, perutku sakit, sepertinya Aku harus pergi kekamar mandi"alibi Calista sembari memegang perutnya. Segera ia bangkit dari kasur.

"Ingin saya temani?"goda Aldrich lagi sebelum Calista menutup pintu. Mendengar perkataan Aldrich lagi tambah membuat Calista bergidik ngeri.

"Nggak!"balas Calista sewot sebelum pintu itu tertutup.

Tanpa sadar Aldrich tertawanya, untuk kedua kalinya Aldrich tertawa karena orang yang sama.

*****

"Kamu sudah pergi bersama ibumu kebutik?"tanya seorang wanita sembari mengaduk aduk minumannya, dihadapannya duduk seorang pria yang menikmati secangkir kopi.

Chaiden mengangguk setelah meletakkan cangkir itu. "Yah"

Mereka kembali terdiam hingga tiba tiba seorang gadis berpakaian seksi menghampiri meja mereka, Irene menatap waspada gadis itu.

'Mau ngapain nih orang? Mau caper kah?' Batin Irene curiga.

"Hai kak"sapa gadis itu bukan kepada Irene melainkan Chaiden. Benar kan apa yang dipikirkan Irene?

Chaiden melirik sekilas pada gadis itu kemudian kembali menyibukkan dirinya dengan mengambil sebatang rokok dan menyalahkannya.

Irene tersenyum puas, ia melayangkan tatapan sinis kearah gadis itu.

"Anda siapa yah? Kenapa kemeja kami?"tanya Irene membuat gadis itu tadinya sibuk menatap kagum Chaiden penuh damba berpindah kearah Irene.

Gadis itu hanya bisa tersenyum terpaksa kemudian menggeleng malu. "Nggak kok kak hehe"ucap gadis itu hingga seseorang datang kemudian menarik paksa gadis itu.

"Lo malu maluin banget sih, nyesel gue ajak lo"hanya itu Irene dengar selebihnya bukan urusannya.

"Bagaimana dengan pria itu?"Chaiden tiba-tiba bertanya membuat Irene sibuk menatap arah lain berpindah kearah pria itu.

"Semakin menjadi jadi, pulangnya juga mungkin seminggu satu kali atau bahkan satu bulan dua kali"sahut Irene.

Chaiden mengangguk mengerti. "Perubahan cukup bagus"puji Chaiden membuat Irene menggeleng.

"Yah bagus"

××××××

Jagan lupa votee♡♡♡♡

....

ᥫ᭡•••••••••ᦗ

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang