38

8K 400 12
                                    

Typo tandain

••••

“SELAMAT MEMBACA”

°°°°

✢✢✣✣

Seorang kakek tua berjalan menuju jendela dengan tongkat kayunya, dia menatap mobil baru saja lewat.

Sebuah senyuman tipis hadir diwajahnya, ia kembali berjalan meninggalkan jendela itu.

Mobil mahal berwarna hitam berhenti tak jauh dari gerbang desa, seorang pria tampan dengan kaca mata hitam bertengger manis di hidung mancungnya keluar setelah sopir membukakannya pintu.

Dia menatap gerbang desa itu yang bertulisan 'Desa Biburi'

Tanpa banyak membuang waktu, dia langsung berjalan hanya diikuti dua orang saja karena tak mungkin harus berombongan kan? Apa apaan itu.

Saat melewati gerbang atau pintu masuk desa, hampir saja seorang anak kecil menabrak Aldrich, yah pria datar itu.

Untungnya Aldrich langsung menghindar tapi anak kecil itu malah terjatuh hingga mencium tanah.

Aldrich menatapnya datar, tak ada niat untuk membantu anak kecil itu meskipun dia menangis dan lebih parahnya, Aldrich malah meninggalkan anak itu tanpa ada niat membantunya berdiri, dasar Aldrich.

"Ngapain kamu nyium tanah? Mau nikah sama tanah kamu?"seorang bocah gendut menghampiri temannya itu sembari membantunya berdiri.

Ditanya hanya sesenggukan saja tak lupa mengelap ingusnya menggunakan bajunya.

"Ngapain kamu nggak jawab?"bocah gendut itu kembali bertanya.

"Sabar lah bodoh, nggak lihat aku masih nangis sama lap ingus ini?"balasnya ketus.

"Ck, bukannya berterimakasih malah mengumpat"bocah gendut itu mendegus dengan tangan dilipat didepan dada menatap sinis temannya.

*****

Aldrich menatap datar Alavin baru saja selesai berbicara dengan salah satu warga.

Alavin terlihat menggelengkan kepalanya. Mereka kembali berjalan dengan Aldrich tak pernah mengeluarkan suaranya saat berada di desa ini.

Aldrich memang menyuruh anak buahnya mengawasi Calista namun hari ini dia menyuruh anak buahnya itu untuk pergi dari sini.

Di sisi lain Alavin terlihat berpikir, mungkin kah, tuannya akan berteriak ketika bertemu dengan nyonyanya? Itulah pikiran Alavin namun langsung menggelengkan kepalanya.

Mana mungkin tuannya akan berteriak? Sampai kiamat pun tuannya tak akan melakukan hal konyol semacam itu. Tuannya kan sangat menjaga image berbeda dengan dirinya.

Ditempat lain, tiga orang pria sedang menikmati mangga mereka ambil dari pohon salah satu diantara mereka.

"Mangga bi Lala memang selalu manis yah"puji Dian.

Dimas mengangguk sembari memasukkan sepotong mangga kedalam mulutnya. Ketika mereka asik memakan mangga, tiba tiba Dian memukul bahu Dimas keras membuat Dimas meringis.

"Kalau mukulnya bisa pelan nggak sih? Sakit bodoh"umpat Dimas sembari menjauhkan tangan Dian dari bahunya.

"Liat"Dian menunjuk kearah membuat mereka berdua reflek mengikutinya, mereka bisa melihat seorang pria tanpa ada senyum diwajahnya dan berkaca mata berjalan dengan dua pria dibelakangnya.

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang