20

23.8K 1K 14
                                    

××××

Calista menatap jalan raya yang padat lewat kaca cafe, ia mengaduk ngaduk minuman dirinya pesan. Tak lama dari itu seseorang tiba-tiba memukul bahunya membuat ia kaget, hampir saja minuman itu melayang ke wajah sang pelaku.

Ia berbalik dan mendapati Irene yang menyengir. Ingin sekali ia melemparinya minuman, kenapa ia tak langsung melemparinya tadi saja? Ck.

"Ngapain lo kesini?"tanya Calista judes tak lupa tatapan sinis ia layangkan pada Irene.

"Emangnya kenapa kalau gue kemari? Lagian semua orang kan bebas kemari, ini juga tempat makan"balas Irene sembari duduk dikursi meja Calista tempati saat ini.

"Ngapain lo duduk? Sana sana, ini meja gue dan gue belum ngizinin lo buat duduk disini"Calista berusaha mengusir Irene dengan cara mendorong bahunya pelan.

Irene menatap malas Calista kemudian berucap, "yaelah, pelit banget lo jadi orang, lagian yah gue kan cuman duduk bukan apalah"

"Emang apanya yang apalah?"tanya Calista.

"Kek, cipokan gitu"jawab Irene hingga mendapat sebuah pukulan di bahunya.

"Bego! Gue kira apa'an tadi, lagian yah, mana mau gue belok? Anjir amit amit lah. Pikiran lo juga sempit amat, mau minta dipukul pake balok atau batu?"

"Nggak usah becanda lo, tujuan gue kemari, dari mana aja lo semalam. Dihubungi nggak diangkat, malah di read aja chat gue"perkataan Irene membuat Calista mengangkat sebelah alisnya. Apa katanya tadi? Di read? Wait, apa semua ini ada hubungannya dengan pria pelit senyum itu?

Tapi pertanyaannya bagaimana dia bisa mengetahui kata sandi handphone ia miliki? Itulah pertanyaan saat ini memenuhi isi kepalanya sampai tak sadar bahwa ia melamun.

"Heh, ngapain lo ngelamun? Di tanya malah ngelamun, mau coba kesurupan lo?"tanya Irene menyadarkan Calista. Calista mendengar itu kali ini bukan bahunya lagi menjadi sasaran tangannya namun kepala Irene. Siapa suruh mencari gara gara dengannya.

"Apa'an si lo, mukul gue mulu, sahabat macam apa lo?"tanya Irene sok dramatis.

Calista menatap datar kemudian mengeluarkan kata kata cukup menyakiti hati Irene. "Emangnya kita sahabat?"tanya balik Calista membuat seketika pergerakan Irene memperbaiki rambutnya terhenti, ia menatap Calista juga menatapnya balik.

"Ngapain lo nanya itu ke gue?"

"Yah karena lo kan nggak amnesia"jawab Calista.

"Terus? Gue peduli?"balas Irene dengan nada sedikit menyebalkan.

"Lama lama gue pukul juga kepala lo pake batu"ucap Calista kesal karena Irene yang kebanyakan bicara.

"Kejam amat lo jadi orang, jadi jawab pertanyaan gue tadi, kenapa pesan gue cuman lo read doang?"tanya Irene mengembalikan topik dengan wajah sedikit serius.

Calista kembali berpikir tentang siapa yang telah membuka sandi handphonenya.

"Keknya suami gue deh"Calista bersuara setelah mereka berdua lama terdiam beberapa detik.

Irene tadinya menatap meja kini berpindah kearah Calista. "Kenapa hape lo bisa ada di suami lo? Jadi nggak yakin lagi deh gue nelpon sama chat lo malam malam"ucap Irene sedikit menggoda dan Calista membalas dengan wajah ditekuk.

"Daripada lo, hape lo nggak pernah disentuh si juli juli itu, pasti disentuh juga nggak pernah"balas Calista tak mau kalah.

"Yaelah, kalah mah bilang, nggak usah bawa bawa orang nggak jelas ama pernikahan nggak jelas gue itu"cibir Irene.

"Lo yang mulai"

Setelah pertengkaran singkat tadi, kini dua orang wanita cantik itu menikmati minuman mereka telah pesan.

Tak lama, ketenangan mereka terganggu dengan suara tamparan keras terdengar membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya menatap meja di seberang sana tiba-tiba menjadi pusat perhatian.

Bisa Calista lihat seorang ibu ibu dengan makeup tebalnya mencaci maki seorang cewek yang menunduk itu dan seorang pria terlihat lebih tua dari ibu ibu itu membujuknya untuk tenang hingga mendapatkan pukulan dari ibu ibu itu.

Itulah penglihatan Calista tangkap. Ia mengalihkan pandangannya kearah Irene juga sibuk sembari merekam mereka.

Apa apa'an si Irene ini? Calista hanya menggeleng tak menghentikan Irene merekam orang diseberang sana. Lagian yang akan mendapat masalah nanti Irene bukan dirinya.

"Li, samperin yuk"ajak Irene masih melakukan rekamannya. Calista baru akan bersuara, Irene langsung menarik lengannya.

"Gaes, kalian bisa lihat cewek dilabrak ibu ibu, parah banget kan gaes? Bukannya diam di rumah belajar supaya makin pintar, malah keluyuran bareng suami orang"ucap Irene pelan, takut malah dia yang dilabrak balik.

"Ck, udah deh Ren, kita pulang aja, ayok"ajak Calista memaksa sambil menarik lengan Irene.

"Iss, tunggu lah, gue masih mau disini, lagian yah, pelakor itu harus di viralin bukan di diamin"kata Irene sok bijak, padahal dia juga diselingkuhin, kenapa tidak mem viralkan selingkuhan suaminya? Si Gisel Gisel taik itu.

"Ck, kesindir kata kata sendiri gak tuh?"balas Calista mensinis irene dibalas Irene juga.

"Serah gue, diri gue yah diri gue napa lo yang urus? Gila yah lo,gila"kata Irene dengan nada sedikit panjang diakhir kalimat.

"Lo yang gila"

"Aelah, udah ah, gue mau siaran langsung aja, lo kalo mau pulang, pulang. Gue mau tetap disini"ucap Irene finis dan segera menghampiri keributan itu kembali.

Calista yang ditinggal pergi hanya mendengus dengan bibir sedikit di monyong kan. Dikira lucu, malah kek kunti. Ingat, itu bagi Irene.

Ia segera beranjak pergi dari sana dalam mood yang sudah rusak, salahkan Irene membuatnya kesal.

"Nyonya-"belum selesai sang sopir menyelesaikan ucapannya setelah Calista masuk dan membanting pintu mobil kini ucapannya dipotong.

"Pulang"itulah yang keluar dari mulut Calista dan alan hanya bisa diam saja, dalam hatinya bertanya-tanya apa kesalahan yang telah ia perbuat atau siapa yang telah membuat nyonyanya sampai-sampai sang nyonya melampiaskan kemarahan padanya.

Sungguh Alan yang malang..

Mobil BMW M4 itu melaju sedang dijalan, jika kencang, mungkin saat itu juga pemakaman menjadi tempat tinggalnya. Tempat bagi orang terlihat menyeramkan tapi jika Pemakaman itu estetik, mungkin sebagian orang tak akan takut, tetapi itu hanya mungkin.

Lama di mobil, tak sadar Calista menutup matanya hingga masuk ke alam bawah sadar setelah beberapa kali menguap.

Tak lama dari itu juga, suara deringan ponsel terdengar dan terlihat Alan segera mengangkatnya.

"Baik tuan"

"Saya akan melaksanakannya"

"Aman"

Tut

Alan kembali menaruh handphonenya sembari menatap wajah Calista dari balik cermin. Sebuah senyum miring hadir di wajahnya.

"Sorry and thank you"

×××××

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang