36

7.6K 370 8
                                    

******

×××

Irene turun dari mobil diikuti seorang pria. Ia menatap pria itu terlihat berbicara dengan seseorang.

Tak lama dia menghampiri Irene.

"Ayo"ajaknya diangguki Irene.

Mereka mulai berjalan kearah pantai sembari pria itu memeluk pinggang Irene posesif.

"Chaiden, pantainya indah banget"puji Irene menatap kagum pemandangan didepannya.

Pria di panggil Chaiden oleh Irene itu mengangguk namun tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Irene.

Irene merasa terus ditatap pria itu sedikit tak fokus menikmati pemandangan, ia menoleh menatap balik pria itu.

Chaiden mengukir senyum manis hingga lesung pipinya terlihat membuat pipi Irene memerah. Ayolah, ditatap seperti itu ditambah senyum siapa yang tidak salting coba? Calista diposisi ini juga pasti salting.

"Pipi kamu merah ay"goda pria itu membuat pipi Irene tadinya merah bertambah merah. Irene menutup kedua pipinya menggunakan kedua tangannya.

Chaiden tertawa dan melayangkan kecupan singkat dikening Irene.

Tanpa mereka sadari, seseorang memfoto kegiatan mereka.

"Kena kau"gumamnya hingga sebuah senyuman miring hadir diwajahnya.

****

"Ayo nona, hari sudah mulai gelap"ajak Olivia sembari menatap langit mulai gelap.

Calista menghampirinya kemudian mengangguk. "Ayo, tapi kamu janji besok kita kesini lagi yah, seger banget airnya"ucap Calista menatap air sungai jernih itu.

Olivia hanya mengangguk saja.

Mereka mulai beranjak pergi dari sana dengan pakaian tak basah karena mereka berdua sekalian mandi di sungai itu, sungai itu juga sudah dibatasi oleh warga, jadi tak mungkin ada laki laki yang melihatnya.

Ada dua sungai, ditempat Calista dan Olivia adalah sungai khusus perempuan, dan yang bisa kearea itu hanya perempuan saja, laki laki tidak diizinkan untuk masuk.

Mungkin sungai untuk laki laki ada dipaling atas atau bawah.

Sesampainya di rumah, Calista mendudukkan dirinya dilantai diikuti Olivia.

"Capek juga yah Liv"ucap Calista diangguki Olivia.

"Iya nona"sahut Olivia.

****

"Ren, ayo pulang, kamu kan ingin berbicara dengan Aldrich"ingat Chaiden membuat Irene menghentikan tangannya sedang memegang pasir.

Irene berbalik kebelakang dimana Chaiden  sedang berdiri sembari melipat kedua tangannya didepan dada menatap datar kearahnya.

Irene membuang nafasnya kasar dan dengan berat hati dia mengangguk, padahal ia lagi seru serunya bermain pasir.

Chaiden juga begitu, menghembuskan nafasnya kasar dan berjalan kearah Irene terlihat berdiri sembari menunduk.

"Sayang, lain kali lagi yah kepantainya, saya janji jika semua masalah Calista selesai, saya bakalan buat acara dipantai ini, terserah nanti kamu mau seberapa lama main dipantai, ingat janji ku yah"kata Chaiden lembut membuat Irene mendongak menatap kearahnya.

"Yaudah, tapi kamu harus ingat terus janji kamu yah"ucap Irene dan Chaiden segera mengangguk.

Mereka mulai berjalan berdua meninggalkan pantai itu.

Diperjalanan, tak ada yang memulai percakapan, hanya suara musik saja yang terdengar.

"Besok ada pesta, mau ikut?"Chaiden bersuara.

Irene tadinya sibuk menatap keluar jendela kini berbalik menatap pria itu sibuk mengemudi sesekali menatap kearahnya.

Ia tak menjawab memilih memikirkannya dulu.

"Cuman pesta biasa aja kan? Bukan alkohol?"tanya Irene memastikan dan Chaiden menggeleng.

"Bukan"

"Yaudah, aku mau"

****

"Kenapa kau hanya biasa biasa saja?"tanya seorang pria sembari sibuk memakan kuaci, makanan terfavoritnya melebihi apa pun kecuali cintanya pada Irene.

"Sudah saya tahu"balas Aldrich santai sembari menghembuskan asap rokoknya.

"Oh, ok, Irene ayo saya antara pulang"ajak Chaiden membuat Irene sedari tadi menyaksikan interaksi mereka melongo, terutama suami Calista itu, bagaimana bisa dia mengetahui semuanya padahal sudah capek capek dirinya jelaskan? Kenapa tidak langsung bilang saya sudah mengetahuinya?

Dan darimana juga dia mengetahui semuanya? Apa dia diam diam memata matai pelayannya itu?

Ck.

Lamunan Irene buyar ketika Chaiden tiba tiba menarik lengannya keluar dari sana.

Setelah dua orang itu menghilang dari balik pintu, Aldrich mendudukkan dirinya di kursi kebanggaannya kemudian memutar kursi itu kearah kaca lebar menampakkan bangunan menjulang tinggi.

"Besok?"ucapnya kemudian menghembuskan asap rokok.

××××××

•••••


••×••

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang