10

40.9K 1.7K 25
                                    

---

"Lian"panggil Giselle yang sedang duduk di pangkuan Julian dengan kepala menunduk .

"Hm, ada apa sayang?"

"Aku... Aku boleh minjem uang kamu nggak?" ucap cicit Giselle membuat Julian melingkarkan kedua tangannya di pinggang Giselle kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Giselle, terkadang ia juga menghirup dalam leher Giselle membuat wanita itu kegelian.

"Ngapain pake acara ucapin minjem minjem sih sayang? Tanpa kamu minjam aku tetap kasi kok, uang aku kan uang kamu juga"jelas Julian membuat Giselle lega.

"Tapi, buat apa uang itu sayang?"lanjut julian, Giselle tadinya lega kembali gugup, ia harus mencari alasan yang tak masuk akal, tapi alasan apa?

Giselle terus berpikir hingga ia tak sadar dahinya berkerut tanda ia sedang berpikir keras.

"Ay?"panggil Julian menyadarkan Giselle dari lamunannya.

Tak lama muncul sesuatu ide di otaknya, ia menatap wajah Julian juga menatapnya kemudian menjawab, "uang itu buat pengobatan ibu aku, Lian" setelah itu ia kembali menunduk membuat Julian mengangkat dagu wanita itu.

"Hey, jangan nunduk dong, nanti mahkotanya jatuh. Untuk uang itu, kamu nggak perlu khawatir, aku bakalan berikan kamu uangnya kok, emangnya berapa yang kamu inginkan untuk pengobatan ibumu?"

Giselle menatap ragu wajah pria di depannya. "Lima ratus juta"jawab Giselle.

Julian terdiam sesaat mendengar jawaban Giselle, lima ratus juta? Ia baru mendengarnya, tapi tak urung ia menganggukkan kepalanya kemudian mengecup kening giselle, ia mengotak atik handphone mahal itu tak lama suara notifikasi masuk terdengar di handphone Giselle.

Giselle menatap ponselnya tak lama sebuah senyum ia tahan hadir, ia menatap wajah Julian dengan mata yang sudah berkaca kaca.

"Kenapa nangis?"pertanyaan Julian malah membuat Giselle tambah mengeraskan suara tangisannya, maksudnya tangisan bahagia yang kemudian di buat buat.

Julian memasukkan Giselle kedalam pelukannya. "Sttt, kamu nggak boleh nangis, udah udah"wow, sekarang Julian terlihat seperti seorang ayah yang membujuk anaknya untuk berhenti menangis karena anaknya yang tak sengaja menginjak tai.

Julian hanya mengetahui jika uang yang ia berikan pada Giselle untuk pengobatan ibunya, tapi Julian tak mengetahui jika uang itu untuk Giselle gunakan bersenang-senang.

"Ada untungnya juga ibu gue sakit, gue bisa cari alasan yang nggak buat Julian curiga, hahaha"

Tanpa Julian sadari, Giselle mengukir senyum diwajahnya.

×××××

Irene mendudukkan dirinya di kursi taman sambil menatap orang orang yang sibuk dengan dunia mereka, mereka terlihat bahagia dengan keluarga, pasangan mereka berbeda dengan dirinya.

Ia hanya merenung di kursi taman itu, tak lama ia menghela nafas kemudian membuangnya kasar. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan mendongakkan kepalanya, menatap langit cerah berwarna biru.

"Maaf yah, udah buat hidup kamu berubah ren "gumamnya, tak lama seorang pria duduk di sampingnya tanpa izin darinya.

"Kalau duduk di tempat orang itu minta izin dulu"tegur Irene tanpa senyum di wajahnya ia hanya menatap datar pria itu di balas cegiran.

"Maaf"itulah yang hanya pria itu ucapkan sambil menggaruk kepalanya, mirip seperti monyet yang menggaruk kepalanya.

Irene sungguh benci dengan seseorang yang tiba tiba menganggu waktunya dan sksd, apalagi wajahnya nggak ada datar datarnya malahan kek bocah ingusan.

'Ini orang sepertinya cupu deh, apalagi kalau di sekolahnya' batin Irene sambil menatap dalam wajah pria ia katai cupu itu dan di salah artikan oleh sang pemilik wajah. Dan bisa kalian tebak relasinya seperti apa? Apalagi kalau bukan malu malu kucing.

Irene melihat rekasi pria di sampingnya memutar bola matanya malas. Ia memilih menatap ke arah lain sambil melipat kedua tangannya.

Pria di samping Irene membuka suara, "eh, ngomong ngomong kita belum berkenalan deh, kenalin aku Dian" ia menjulurkan tangannya membuat Irene tadinya fokus ke arah lain menatap uluran tangan itu ragu, tapi tetap menyambut tangan pria di sampingnya membuat ia tersenyum gembira, tak lama lagi ia akan mengetahui nama wanita pemilik wajah cantik disampingnya. Itulah pikiran Dian.

"Ire-" belum sempat Irene menyelesaikan ucapannya, seseorang tiba-tiba datang dan menyapanya.

"Lo di sini juga? Sama siapa tuck"tanya orang itu tak lain tak bukan Calista dengan tatapan menggoda sahabatnya.

"Ih, apaan si lo, lagian gue sama dia bukan siapa siapa, hanya sebatas orang nggak kenal aja" balas Irene dengan wajah cemberut.

Calista menatap sekilas orang di samping Irene kemudian Irene. "Yaudah, gue mau beli eskrim, lo mau ikut nggak?"tanya Calista di balas anggukan kepala semangat oleh Irene, kalau masalah eskrim mah, Irene mana mau nolak, apalagi sahabat kayanya ini yang nawarin pasti ia akan di traktir. Itulah pikiran Irene.

Mereka pergi meninggalkan Dian yang hanya diam mendengar pembicaraan mereka, ia menatap punggung dua wanita itu, ia tebak wanita yang menghancurkan acara perkenalannya tadi seorang ibu hamil, entahlah yang satunya, apa ia sudah menikah atau belum.

Dian berharap wanita membuatnya jatuh cinta pada  pandangan pertama itu belum menikah. "Aku bakalan dapatin kamu, apapun itu"ucapnya sebelum meninggalkan tempat itu.

Tanpa ia sadari, seseorang mendengar semuanya juga kejadian itu, ia menatap tajam punggung pria baru saja beranjak. "Sebelum kamu dapatin dia, kamu sudah di akhirat"gumamnya dan mengangkat telfonnya, terlihat ia berbicara kepada seseorang.

"Baik tuan"

×××××

Transmigration | Divana Or CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang